Pada suatu saat, daerah Maghrabi atau yang sekarang lebih dikenal dengan Maroko mengalami paceklik yang berkepanjangan. Hujan sudah tidak turun bertahun-tahun lamanya. Akibatnya, banyak ternak warga mati, tumbuhan-tumbuhan gersang, dan banyak warga yang kelaparan.
Para ahli pangan diundang untuk mengatasi masalah ini. Siang malam mereka mencurahkan fikiran mereka untuk menemukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah yang sekarang mereka hadapi. Namun, setelah berusaha sekian lama, tak satu pun ahli pangan tersebut yang berhasil menemukan formula untuk menyelesaikan masalah ini.
Setelah para ahli pangan sudah tidak sanggup, tampillah sosok ulama sufi yang ingin membantu menyelesaikan masalah tersebut. Beliau adalah Syekh Ibrahim At-Tazi. Beliau mengintruksikan kepada para penduduk Maroko untuk berkumpul seraya membaca shalawat yang beliau karang.
Shalawat tersebut merupakan shalawat yang masyhur di kalangan Nahdliyin. Shalawat tersebut biasa kita kenal dengan sebutan Shalawat Nariyah, atau Shalawat Tafrijat.
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Artinya : “Wahai Allah, limpahkanlah rahmat dan salam yang sempurna kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga terurai dengan berkahnya segala macam buhulan dilepaskan dari segala kesusahan, tunaikan segala macam hajat, dan tercapai segala macam keinginan dan husnul khotimah, di curahkan air hujan kepada orang-orang yang bersedih dengan berkah dzatnya yang mulia. Semoga rahmat dan salam yang sempurna itu juga tetap tercurah kepada para keluarga dan sahabat beliau, setiap kedipan mata dan hembusan nafas, bahkan sebanyak pengetahuan bagiMu.”
Ketika beliau ditanya, kenapa harus shalawat, tidak yang lain, kan banyak ibadah-ibadah lain?
Beliau pun kemudian menjawab, dengan mengutip satu ayat dalam Al-Quran,
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ
“Allah tidak akan menyiksa suatu kaum, sedangkan Engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka”
Syekh Ibrahim at-Tazi meneruskan penjelasannya, Allah tidak akan menyiksa kita dengan masa paceklik sekarang ini, jika Nabi Muhammad berada di antara kita. Salah satu warga pun menyela, “Tapi Nabi kan sudah wafat?” Syekh Ibrahim menjawab, “Memang Nabi Muhammad telah wafat, makanya kita bacakan shalawat agar beliau berkenan untuk hadir di tengah-tengah kita”. Ketika sampai pada lafadz,
ويُستسقى الغمام
“(Dengan Shalawat itu) orang-orang yang bersedih akan dicurahi air hujan,”
orang-orang sangat serius dalam melafalkannya.
Subhanallah, tidak memerlukan waktu yang lama, hujan pun turun, paceklik pun berakhir, perekonomian masyarakat pun membaik dengan berkah shalawat kepada Nabi saw. Ini membuktikan kepada kita bahwa, apa yang tidak selesai di bumi akan selesai di langit.
Kurikulum Langit
Pada salah satu ceramahnya, KH. Mustain Syafii, pakar tafsir Tebuireng pernah dawuh,
“Ketika kita sebagai seorang hamba tengah terkena masalah yang sangat berat. Masalah yang mustahil untuk diselesaikan dengan cara-cara bumi, kurikulum-kurikulum bumi. Ke kanan tidak bisa, ke kiri tidak bisa, ke kanan tidak bisa, maju apalagi, maka yang hanya bisa kita lakukan adalah mengangkat masalah itu ke langit. Karena apa yang tidak selesai dengan kurikulum bumi akan selesai dengan kurikulum langit”.
Beliau menamai teori ini dengan teori kurikulum langit.