Ulama merupakan kata yang sama sekali tidak asing di telinga kita. Sebuah kata berbahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Uniknya, jikalau kita sebagai orang muslim ditanya tentang siapa itu ulama, pasti kita akan kebingungan dan tidak tahu tentang siapa yang sebenarnya dimaksud dengan ulama.
.
Kita mungkin sepakat bahwa ulama adalah para pewaris nabi. Mungkin kita juga sepakat bahwa ulama adalah hamba yang paling takut kepada Tuhan. Namun definisi ini tentunya bukanlah sebuah definisi yang jami’ (memuat setiap aspek hal yang ingin didefinisikan) serta mani’ (menolak setiap aspek yang sebenarnya tidak berbungan dengan hal yang ingin didefinisikan). Akan banyak persepsi yang muncul jika kita hanya berpatokan pada definisi yang masih global tersebut.
.
Salah satu penafsiran paling fatal yang berangkat dari definisi tersebut adalah pernyataan bahwa, sapi, kambing, bebek, semongko adalah ulama, jika mereka mempunyai rasa takut kepada Tuhan. Pencipta definisi ini hanya meperhatikan lafaz “Khasiya” dan mengabaikan lafaz “Alima”. Tentu ini bukanlah sebuah definisi yang jami’ serta mani’.
.
Definisi itu juga tentu bisa ditentang dan dipatahkan oleh hadis-hadis Sahih Bukhari yang menceritakan tentang seorang dari Bani Israil yang sangat takut kepada Tuhan. Seorang pendosa yang ketika hendak meninggal, berpesan kepada anaknya untuk mengkremasinya dan menabur abunya ke laut agar jasadnya tidak ditemukan malaikat. Hal ini dia lakukan karena rasa takutnya kepada Tuhan.
.
Apakah tipe orang semacan ini yang bisa dikatakan sebagai ulama? Apakah soerang pendosa yang akhirnya tiba-tiba takut kepada Tuhan bisa dijuluki sebagi ulama?
Dalam Irsyadul Mukminin, KH Ishomuddin Hadiq, cucu Hadratussyaikh menjelaskan,
.
والمقصود بالعالم ههنا الشخص المسلم الذى اتقن فرعا من فروع العلم اي علم كان، لا فرق بين فقيه او محدث او مهندس او طبيب، ولو كان لفظة العلماء اذا أطلقت انصرفت الى الذين أتقنوا العلوم الدينية الشرعية فقط يكون الذى درس علوم الكون مطلعا على قدرة الله تعالى وحكمته اكثر من غيره لذلك كان العالم من أسلافنا يتقى الله تعالى حق تقاته ويخشاه اشد خشية كما قال تعالى فى نعتهم: إنما يخشى الله من عباده العلماء.
.
“Dan yang dimaksud dengan alim di sini adalah orang muslim yang memahami satu bidang ilmu dari banyak bidang ilmu, apapun bidang ilmu itu. Tidak ada beda di antara ahli fikih, ahli hadis, insinyur, dan dokter. Walaupun lafadz ulama jika dikatakan pasti orang yang mendengarkan pasti akan mempersepsikan bahwa yang dimaksud adalah orang yang faham agama saja, namun tidak sedikit orang yang mempelajari ilmu eksakta (umum) dapat memahami kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya melebihi orang lain. Oleh karena itu ulama pendahulu kita mempunyai rasa takut yang sangat kepada Tuhan. Sepeti yang telah difirmankan oleh Allah: Yang takut kepada Allah dari hamba-Nya hanyalah ulama.”
.
Di sini bisa kita simpulkan bahwa ulama menurut Gus Ishom adalah orang yang paham betul akan ilmu. Tidak terkhusus pada ilmu agama, tapi juga ilmu umum. Jenis ilmu bukanlah sebuah patokan, namun yang menjadi patokan utama adalah sejauh mana ilmu itu dapat mengantarkan pemiliknya untuk lebih mengenal Tuhan dan tentunya lebih takut kepada-Nya.