Penulis : Fiqi Mutoharoh
Perkembangan hadis merupakan hasil dari adanya literatur yang ditulis keluarga nabi, sahabat, dan tabi’in untuk menyelamatkan hadis dari tangan Khawarij dan Syi’ah serta orang-orang yang berpura-pura menampakkan keislaman dari kalangan bangsa Romawi dan Yahudi. Ketika umat Islam semakin tersebar luas, dan wilayah-wilayahnya semakin berkembang mulailah bermunculan hal-hal baru, para sahabat berpencar di berbagai wilayah bahkan sebagian besar mereka mati dalam peperangan, sehingga kekuatan dan kualitas hafalan mulai melemah.
Hingga pada akhirnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada puncak seratus tahun pertama hijriyah memerintahkan kepada gubernur dan qadhi-nya di Madinah yaitu Abu Bakar bin Hazm untuk mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan hadis nabi dan memerintahkan gubernur untuk menulis hadis yang dimiliki Umrah binti Abdurrahman al-Anshariyah dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Kemudian dia memerintahkan seluruh jajaran yang memimpin wilayah Islam, agar mereka mengumpulkan hadis.
Sejak saat itu para ulama melaksanakan proses penulisan dan pembukuan hadis. Penulisan ini terjadi pada masa thabaqah Az-Zuhri, Ibnu Juraij, Ibnu Ishaq, Malik, Rabi’ bin Shabih, Sufyan Ats-Sauri, dll. Mereka semua terhitung hidup dalam satu masa dan melakukan penulisan itu di masa yang sama. Setelah mereka, bermunculan orang-orang yang meneruskan langkah mereka yang mengumpulkan hadis dengan cara menghimpun hadis yang satu tema dalam satu bab. Lalu mengindikasikan persoalan yang dihimpunnya sehingga menjadi sebuah mushannaf yang berarti kompilasi yang dikelompokkan atau disistematiskan.
Pembukuan hadis bermula pada tahun-tahun penghujung era kekhalifahan Bani Umayyah, namun semarak pada masa kekhalifahan Bani Abbas yakni pada pertengahan abad kedua hijriyah. Dimana pada era ini pembukuan hadis tumbuh pesat, namun perkembangan dan kemajuan dalam penulisan kitab yang membuat kitab-kitab era pertama yaitu masa Az-Zuhri hanya sedikit yang sampai pada kita, salah satunya adalah kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Al-Muwaththa’ adalah kitab hadis yang ditulis oleh Imam Malik. Salah satu ciri khas penulisan kitab ini, Imam Malik selalu menyebutkan hadis Nabi saw. pada muqaddimah setiap tema. Lalu setelah hadis, dilanjutkan dengan menyebutkan atsar-atsar para sahabat dan tabi’in. Semua atsar tersebut hampir tidak ada yang berasal dari luar Madinah, karena imam Malik sendiri tidak pernah meninggalkan Madinah. Terkadang beliau juga menyebutkan beberapa perkara amal perbuatan yang sudah menjadi ijma’ ulama Madinah, menjelaskan maksud kalimat hadis, dan menyertakan beberapa penjelasan secara tafsir kebahasaan.
Seluruh ulama klasik dan kontemporer telah sepakat bahwa semua hadis yang termuat di dalamnya merupakan hadis-hadis yang shahih dan sanadnya muttashil. Karena Imam Malik adalah ulama yang sangat teliti terhadap matan hadis dan sangat selektif terhadap sanad-sanad hadis. Berbeda dengan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani beliau berpandangan bahwa kitab Imam Malik terdapat hadis mursal, munqathi’ dan yang lainnya.
Di sisi lain, al-Hafidz Ibn Abd Al-Barr -seorang ulama abad kelima- mengarang kitab yang menghubungkan sanad hadis-hadis yang ada di dalam kitab al-Muwaththa’ yang masih dianggap mursal, munqathi’ dan mu’dhal. Dan ketika telah diteliti dan disepakati ulama hadis-hadis tersebut sanadnya muttashil.
Jumlah hadis dalam kitab al-Muwaththa’ sangat banyak, sehingga para ulama berbeda pendepat mengenai jumlah hadis yang ada didalamnya. Perbedaan pendapat yang terjadi disebabkan ada perbedaan lainnya dari sisi periwayatan sebagaimana al-Habbab mengatakan jumlah hadis yang ada didalam kitab tersebut setelah diuji dan teliti ada 500 hadis.
Berbeda dengan Abu Bakar al-Abhari yang mengatakan jumlah atsar dari nabi, sahabat, dan tabi’in pada kitab ini ada 1.720 hadis. Begitu pula dengan Ibnu Hazm yang sudah menghitung jumlah hadis yang ada dalam kitab al-Muwaththa’ dan hadis-hadis yang dihimpun oleh Sufyan bin Uyainah. Dari keduanya beliau mengatakan ada 500 hadis lebih kategori musnad, 300 hadis kategori mursal, dan ada 70 hadis yang sudah tidak diamalkan oleh imam Malik.
Sejak Imam Malik menulis kitab al-Muwaththa’, orang-orang memberikan perhatian yang besar bahkan para ulama berdatangan menemuinya untuk belajar langsung sekalipun madzhab mereka berbeda-beda. Pada abad kedua ini juga banyak terjadi pemalsuan hadis, paling masyhur adalah golongan orang-orang yang berkecimpung dalam ilmu politik, para pendongeng, dan kaum kafir zindiq.
Selain itu, ada kelompok Mujassimah, Murji’ah, dan lainnya yang ikut dalam membuat hadis maudhu’. Akan tetapi, para ulama melakukan perlawanan pada saat itu, mereka banyak melakukan kodifikasi terkait hadis-hadis, sehingga mereka memiliki kitab-kitab hadis sendiri di mana dalam merealisasikannya mereka melakukan perjalanan dan menempuh jarak yang jauh. Oleh karena itu, terkumpullah hadis-hadis beserta jalur-jalur sanad yang banyak. Sehingga pada abad kedua inilah banyak melahirkan para imam mujtahid di berbagai bidang.
Penulis adalah semester 3 angkatan Mutawatir