Pada zaman sekarang, terdapat banyak perkembangan teknologi yang memunculkan berbagai fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan ini biasanya disebabkan oleh kemajuan zaman dan pola pikir manusia. Adanya perkembangan tersebut dapat memberikan banyak kemudahan serta cara baru dalam melakukan aktivitas manusia. Kita bisa dengan mudah mengakses segala bentuk teknologi. Tidak jarang, terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan postingan-postingan orang lain dengan menghakimi dan mendoktrin keburukan bahkan mengecam mereka dengan kalimat ‘cari perhatian’. Oleh karena itu, kita harus pandai dalam menggali informasi yang beredar sebelum mengklaim sebuah pernyataan. Dari sini, kita bisa belajar bahwa betapa pentingnya bertabayyun.
Tabayyun sendiri diambil dari kata (تَبَيَّنَ-يَتَبَيّنُ-تَبَيُّنًا) yang berarti jelas, memperjelas. Adapun istilah tabayyun dalam bahasa arab adalah klarifikasi, penjelasan, atau penyelidikan lebih lanjut terhadap suatu hal. Dalam konteks komunikasi, tabayyun berarti upaya dalam mencari kebenaran dan menghindari kesalahpahaman dengan mengklarifikasi atau menanyakan lebih lanjut tentang informasi yang disampaikan oleh pihak lain.
Tujuan tabayyun adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih baik serta menghindari konflik atau kesalahpahaman yang mungkin timbul akibat informasi yang tidak akurat dan kurang jelas. Prinsip tabayyun sangat penting dalam membangun komunikasi yang efektif dan memastikan informasi yang akurat.
Tabayyun juga relevan dalam konteks hubungan sosial ketika kita mendengar kabar buruk atau rumor tentang seseorang, sebelum mengambil tindakan atau menyebarkannya lebih lanjut, sebaiknya kita mencari tahu fakta yang sebenarnya. Mungkin ada alasan atau konteks tertentu yang belum kita ketahui yang dapat mengubah cara pandang kita terhadap situasi tersebut, sebagaimana contoh sikap tabayyun yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap non-muslim. Adapun hadist yang memaparkan kisah tersebut sebagai berikut:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرٌ هُوَ ابْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بُشَيْرِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ قَالَ انْطَلَقَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَهْلٍ وَمُحَيِّصَةُ بْنُ مَسْعُودِ بْنِ زَيْدٍ إِلَى خَيْبَرَ وَهِيَ يَوْمَئِذٍ صُلْحٌ فَتَفَرَّقَا فَأَتَى مُحَيِّصَةُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَهْلٍ وَهُوَ يَتَشَمَّطُ فِي دَمِهِ قَتِيلًا فَدَفَنَهُ ثُمَّ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَانْطَلَقَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَهْلٍ وَمُحَيِّصَةُ وَحُوَيِّصَةُ ابْنَا مَسْعُودٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَهَبَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ يَتَكَلَّمُ فَقَالَ كَبِّرْ كَبِّرْ وَهُوَ أَحْدَثُ الْقَوْمِ فَسَكَتَ فَتَكَلَّمَا فَقَالَ تَحْلِفُونَ وَتَسْتَحِقُّونَ قَاتِلَكُمْ أَوْ صَاحِبَكُمْ قَالُوا وَكَيْفَ نَحْلِفُ وَلَمْ نَشْهَدْ وَلَمْ نَرَ قَالَ فَتُبْرِيكُمْ يَهُودُ بِخَمْسِينَ فَقَالُوا كَيْفَ نَأْخُذُ أَيْمَانَ قَوْمٍ كُفَّارٍ فَعَقَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عِنْدِهِ
Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami Bisyir, dia adalah anak Al Mufadhal telah bercerita kepada kami Yahya dari Busyair bin Yasar dari Sahal bin Abi Hatsmah Berkata: “Abdullah bin Sahal dan Muhayyishah bin Mas’ud bin Zaid berangkat menuju Khaibar yang saat itu Khaibar terikat dengan perjanjian damai lalu keduanya terpisah. Kemudian Muhayyishah mendapatkan ‘Abdullah bin Sahal dalam keadaan gugur bersimbah darah lalu dia menguburkannya. Kemudian dia kembali ke Madinah. Lalu ‘Abdur Rahman bin Sahal, Muhayyishah dan Huwayyishah, keduanya anak Mas’ud, menemui Nabi SAW. ‘Abdurrahman bin Sahal memulai berbicara, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tolong yang bicara yang lebih tua, tolong yang bicara yang lebih tua”. Dia (‘Abdurrahman) memang yang paling muda usia di antara kaum yang hadir, lalu dia pun diam. Maka keduanya (anak Mas’ud) berbicara. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya: “Hendaknya kalian bersumpah sehingga bisa menuntut pembunuhnya atau kalian tuntut darah saudara kalian.” Mereka berkata: “Bagaimana kami dapat bersumpah padahal kami tidak menyaksikan dan tidak melihat kejadiannya.” Beliau berkata: “Kalau begitu kaum Yahudi bisa menyatakan ketidakterlibatannya dengan lima puluh sumpah.” Mereka bertanya: “Bagaimana mungkin kami terima sumpah kaum kafir?”. Akhirnya Nabi SAW membayar diyatnya dari harta beliau sendiri.” [Hadits Shahih Al-Bukhari Kitab Jizyah].
Penting untuk memahami bahwa hadist-hadist seperti ini, mengajarkan prinsip-prinsip etika dan moral dalam berinteraksi dengan orang lain, serta memerintahkan untuk bertindak dengan kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih mendalam sebelum mengambil langkah-langkah yang memicu dampak signifikan.
Di tengah arus berita dan informasi yang berlimpah, seringkali kebenaran tersembunyi di balik kabut kesalahpahaman. Hal inilah yang menjadi sebab munculnya anjuran bertabayyun. Kata tabayyun semakin populer dan tak asing di telinga kita. Banyak orang, tak hanya kalangan yang lekat dengan tradisi islam, mulai dari santri, masyarakat, politisi, aktivis bahkan artis pun kerap menggunakan dan mengatakan kata ini. Melalui tabayyun, generasi sekarang diajak untuk bersikap bijak dengan tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Mereka diajarkan untuk menggali lebih dalam, mencari sumber yang kredibel.
Dalam konteks Islam, prinsip tabayyun merujuk pada ajaran agar seseorang tidak hanya percaya begitu saja pada informasi atau kabar yang diterima. Dalam konteks sosial pun, nilai-nilai seperti keadilan, kebijaksanaan, dan kehati-hatian ditekankan sesuai hadist yang telah dijabarkan. Ini adalah cara untuk menghindari kesalahan, penyebaran berita palsu (hoax), serta meminimalisir konflik atau kesalahpahaman yang mungkin timbul akibat informasi yang tidak tepat.
Di tengah era informasi digital, berita dan informasi dapat menyebar dengan cepat, penting bagi individu untuk berpikir kritis, melakukan riset mandiri, dan memverifikasi sumber informasi sebelum mengambil tindakan atau berbicara tentang suatu hal. Dengan demikian, konsep tabayyun memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan informasi yang kompleks dan memastikan bahwa kebenaran mendapatkan pengakuan yang pantas.
Konsep tabayyun sendiri memiliki relevansi yang luas, tidak hanya dalam konteks agama, tetapi juga dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya. Mengaplikasikan prinsip tabayyun membantu menciptakan lingkungan yang lebih sadar informasi, lebih adil, dan lebih beretika, dimana kebenaran dan akurasi diutamakan.
Berikut ini adalah penjelasan yang lebih rinci tentang konsep tabayyun:
- Kewaspadaan terhadap berita : tabayyun menunjukkan pentingnya berhati-hati terhadap berita atau informasi yang datang kepada seseorang. Hal ini sangat berlaku terutama dalam era dimana berita dapat dengan mudah disebarkan melalui berbagai media dan platform. Sebelum menerima dan menyebarkan berita tersebut, sangat penting untuk memeriksa kebenarannya.
- Menghindari melakukan penuduhan : salah satu aspek penting dari tabayyun adalah untuk menghindari tuduhan yang tidak berdasar terhadap individu. Sebelum menuduh seseorang melakukan sesuatu, maka harus mencari bukti dan informasi yang kuat untuk mendukung tuduhan tersebut.
- Keadilan dan kejujuran : prinsip tabayyun tercermin dalam nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Dalam islam, sangat ditekankan bahwa seseorang tidak boleh mengambil tindakan berdasarkan prasangka atau asumsi semata. Sebaliknya, keadilan dan kejujuran harus diutamakan dengan mencari kebenaran dan fakta sebelum mengambil keputusan.
- Sumber yang dapat dipercaya : dalam konteks tabayyun, informasi yang akurat sangatlah penting untuk diperoleh. Jika seseorang mendengar berita atau informasi, lebih baik mencari sumber yang akurat dan diverifikasi sebelum mengambil Tindakan atau menyebarkan.
- Menghindari konflik yang tidak perlu : dengan melakukan tabayyun, seseorang dapat menghindari konflik dan masalah yang tidak perlu. Dengan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang situasi, individu dapat menghindari konfrontasi atau pertengkaran yang mungkin timbul karena kesalahpahaman atau informasi yang tidak akurat.
- Penting dalam Pendidikan dan pembelajaran : konsep tabayyun juga penting dalam pendidikan dan pembelajaran, siswa/siswi diajarkan untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam sebelum menerima informasi sebagai kebenaran mutlak, dan ini mendorong sikap kritis dan analitis dalam memahami berbagai hal.
Tabayyun juga tidak hanya dipaparkan dalam hadist ataupun nilai-nilai etika dan moral dalam bersosial. Akan tetapi, tabayyun pun juga dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 6 :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ}
“Wahai orang-rang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu.”
Asbabun nuzul surat al-Hujurat ayat 6 berkaitan dengan kisah al-Walid bin Uqbah.
Kala itu, beliau diutus oleh Nabi Muhammad untuk menarik zakat dari Bani Musthaliq yang telah masuk Islam. Walid tidak berhasil menarik zakat mereka lalu kembali ke Madinah untuk melapor kepada Rasulullah. Dia melaporkan bahwa kaum Bani Musthaliq telah murtad dari Islam, tapi Nabi Muhammad tidak pecaya.
Kemudian Rasulullah memerintah Khalid bin Walid untuk mencari kebenaran dari laporan tersebut. Khalid secara diam-diam memantau kehidupan Bani Musthaliq bersama pasukannya.
Ternyata Bani Musthaliq masih memeluk Islam dan menjalankan ajaran-ajarannya. Lalu Khalid segera melaporkan ke Nabi Muhammad SAW.
Setelah kejadian itu, turunlah surat al-Hujurat ayat 6 yang mengingatkan umat kepada bahayanya mulut orang fasik. Maka sudah jelas, dalam ayat tersebut memberikan pengajaran penting tentang bagaimana seharusnya umat muslim berperilaku dalam interaksi sosial dan komunikasi, begitupun juga dalam mencari kejelasan informasi.
Kisah ulama sufi yang mengilustrasikan konsep tabayyun
Imam Junaid al-Baghdadi, seorang ulama sufi terkenal dari Baghdad. Kisah ini menyoroti pentingnya berhati-hati dalam menilai orang dan situasi sebelum membuat penilaian.
Imam Junaid al-Baghdadi dikenal sebagai seorang sufi yang bijaksana dan memiliki pandangan yang mendalam tentang ajaran Islam. Suatu hari, ada seorang pemuda datang kepada Imam Junaid dan melaporkan bahwa seseorang telah mengucilkan dan menyakiti dirinya. Pemuda tersebut dengan penuh emosi meminta nasihat dan dukungan dari Imam Junaid.
Imam Junaid, sebagai seorang yang bijaksana, memutuskan untuk melakukan tabayyun sebelum membuat keputusan atau memberikan nasihat. Dia bertanya kepada pemuda tersebut apakah dia telah melakukan sesuatu yang dapat menyebabkan perilaku negatif dari orang lain. Pemuda itu mulai merenungkan perilakunya sendiri. Setelah beberapa saat, ia akhirnya mengakui bahwa ia sendiri juga telah melakukan tindakan yang tidak sopan dan menyebabkan ketidaknyamanan pada orang lain.
Imam Junaid kemudian memberikan nasihat yang bijak kepada pemuda tersebut. Ia mengingatkan bahwa sebelum menyalahkan orang lain, seseorang harus memeriksa dirinya sendiri dan melihat apakah ia juga berkontribusi pada situasi tersebut. Imam Junaid mengajarkan kepada pemuda itu tentang pentingnya introspeksi dan pengakuan terhadap kesalahan pribadi sebelum menilai atau menuduh orang lain.
Dari kisah diatas, Imam Junaid menunjukkan bahwa tabayyun tidak hanya relevan dalam situasi berita atau informasi, tetapi juga dalam interaksi sosial sehari-hari. Sikap introspeksi, pengakuan kesalahan pribadi, dan kritis terhadap diri sendiri adalah bagian integral dari prinsip-prinsip sufi yang berfokus pada pertumbuhan spiritual dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan Tuhan.
Mengamalkan tabayyun dalam era teknologi itupun juga tidak mudah, karena prinsip tabayyun menjadi lebih penting dari sebelumnya. Yaitu perlu mencari sumber yang dapat dipercaya dan memastikan kebenarannya sebelum menyebarkan informasi atau membuat pernyataan di dunia maya.
Dalam era informasi yang semakin kompleks, prinsip tabayyun memberikan panduan yang sangat berharga. Ini bukan hanya tentang mendalami kebenaran informasi, tetapi juga tentang menghormati dan memahami sudut pandang orang lain. Tabayyun juga mendorong kita untuk melihat di balik permukaan, menghargai kompleksitas dan menghindari penilaian prematur. Dengan menerangkan konsep tabayyun dalam interaksi sosial dan komunikasi, kita dapat membangun masyarakat yang lebih bermartabat, toleran dan beradab.
Penulis : Titin Safitri, Bade Tazkiyah F, Siti Afifatur R.
Penulis merupakan semester 5 angkatan Rihlah.
Editor : Alfiya Hanafiyah