Agama Islam membawa ajaran yang penuh cinta dan kasih sayang, di antara ajaran tersebut adalah kewajiban seorang anak untuk menyayangi orang tua. Ketika seorang anak durhaka kepada orang tua, maka murka Allah SWT akan datang padanya.
Anak adalah rezeki dari Allah sekaligus amanah yang harus dijaga. Perlakuan anak kepada orang tuanya bisa jadi merupakan timbal balik dari apa yang mereka lakukan.
Seperti dalam riwayat Sayyidina Umar bahwa anak yang durhaka bisa jadi karena orang tua yang lebih dulu durhaka kepada mereka. Perbuatan yang buruk tentu akan diganjar dengan keburukan pula. Demikian pula yang terjadi ketika anak berbuat durhaka kepada kedua orang tua, bisa menjadi penyebab masuk neraka. Na’udzubillah.
Kita telah sering mendengar tentang anak durhaka. Tapi orang tua ‘durhaka’, mungkin kah itu?
Kewajiban orang tua kepada anak, setiap orang tua memiliki tanggung jawab dalam rumah tangga, termasuk membesarkan anak. Rasulullah ﷺ bersabda:
.وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang perempuan di dalam rumah suaminya adalah pemimpin, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya tersebut.” (HR. Bukhari no. 2409)
Rasulullah ﷺ mengingatkan Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ra. akan kewajibannya sebagai orang tua. Beliau ﷺ bersabda:
وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Sungguh anakmu punya hak yang harus kamu penuhi.” (HR. Muslim no. 1159).
Sudah banyak kajian dan kisah mengenai kedurhakaan anak kepada orang tua, tetapi belum banyak yang membahas hal sebaliknya, yaitu kedurhakaan orang tua kepada anak. Kata durhaka dalam bahasa Arab diistilahkan dengan ‘uquq (عُقُوق), sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
.إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الأُمَّهَاتِ
“Sungguh Allah mengharamkan kalian mendurhakai ibu.” (HR. Bukhari no. 2408).
Seorang pakar bahasa Arab, Ibnu Manzhur menerangkan bahwa ‘uquq adalah lawan kata dari berbakti atau berbuat baik. ‘Uquq tidak hanya bermakna durhaka kepada orang tua, tetapi juga bermakna durhaka kepada selainnya.
Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk berbakti kepada orang tua. Abdullah bin Mas’ud ra. pernah bertanya kepada beliau ﷺ tentang amal yang paling Allah sukai. Rasulullah ﷺ menjawab: shalat pada waktunya, berbakti kepada orang tua, dan jihad di jalan Allah. (HR. Muslim no. 85).
Ulama madzhab Hanafi, Imam Abu al-Laits as-Samarqandi mengisahkan bahwa ada seorang laki-laki bersama anaknya datang menemui Sayyidina Umar bin Khattab ra. Ia berkata, “Anakku ini mendurhakaiku.” Sayyidina Umar pun menasehati sang anak agar takut kepada Allah dan menjelaskan kewajiban-kewajiban anak kepada orang tuanya. Anak tersebut bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah ada kewajiban ayah kepada anaknya?” Beliau menjawab, “Ada. Kewajibannya adalah memperbagus ibunya (maksudnya adalah menikahi perempuan yang baik agar dapat mendidik anak dengan baik), memberikan nama yang baik, dan mengajarkan al-Qur’an.” Sang anak berkata, “Demi Allah, ia tidak memperbagus ibuku, karena ibuku adalah seorang hamba sahaya yang ia beli seharga 400 dirham. Ia tidak memberikanku nama yang baik karena menamaiku Ja’i (kelelawar jantan), dan tidak mengajarkanku satu ayat pun dari al-Qur’an.” Lalu Sayyidina Umar menoleh kepada ayah dari anak tersebut dan berkata. “Kamu bilang bahwa anakmu mendurhakaimu. Sebenarnya kamu telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu.”
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 23-24:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا ◌ وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرً ◌
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Berikut macam-macam bentuk kedurhakaan orang tua terhadap anak:
- Tidak memberi nafkah dan menelantarkan anak
Abu Hurairah ra. meriwayatkan ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah ﷺ dan berkata bahwa ia memiliki dinar. Lalu beliau ﷺ menyuruhnya memberikan bagian (nafkah) untuk diri sendiri.
Laki-laki tadi berkata bahwa ia masih memiliki kelebihan dinar, lantas Rasulullah ﷺ bersabda:
تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ
“Berikan untuk anakmu.” (HR. Abu Dawud no. 1691; hadits shahih menurut Ibnu Hibban).
Ulama madzhab Syafii, Imam Abu Ishaq asy-Syirazi mewajibkan seorang ayah menafkahi anak berdasarkan hadist tersebut. Mufti Mesir Syekh Syauqi Ibrahim Allam menegaskan dalam fatwanya bahwa seorang ayah wajib memberikan nafkah kepada anak dan istrinya, berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Jika ia kabur dan meninggalkan kewajiban tersebut, maka dia berdosa.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sebaik-baik sedekah adalah dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.” (HR. Bukhari no. 1426).
- Mengabaikan pendidikan anak
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim [66]: 6).
Ahli tafsir Imam Thabari meriwayatkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. menafsirkan ayat ini sebagai perintah untuk mengajarkan akhlak dan ilmu kepada keluarga (anak dan istri).
Ulama madzhab Syafii, Imam al-Munawi mengatakan bahwa orang tua harus mendidik anak-anaknya tentang akhlak, mengajari al-Qur’an, dan hukum-hukum syari’at yang harus diketahui dan dijalankan sehari-hari.
Di antara bentuk pendidikan syari’at paling awal adalah shalat. Allah berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat dan sabarlah dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha [20]: 132).
Kewajiban memberikan pendidikan shalat secara khusus dimulai sejak anak berusia 7 tahun. Rasulullah ﷺ bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
“Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud no. 495; hadist hasan menurut Imam Nawawi).
- Melakukan kekerasan
Orang tua tidak boleh melakukan kekerasan kepada anak, baik secara verbal seperti caci maki maupun fisik seperti memukul. Dalam hadis memang disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ menyuruh untuk memukul anak yang tidak mau shalat pada usia 10 tahun (lihat HR. Abu Dawud no. 495). Namun, maksud dari memukul dalam hadist ini bukan untuk menyakiti atau menyiksa.
Ulama madzhab Syafii, Imam Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan bahwa pukulan ini adalah pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Jika anak telah akil baligh atau dewasa, maka orang tua tidak wajib memukul apabila ia meninggalkan shalat, puasa, dan kewajiban lainnya.
Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan Imam Ibnu Suraij dari mazhab Syafi’i berpendapat bahwa pukulan tersebut tidak boleh melebihi tiga kali. Sedangkan Syekh Ibnu Qasim al-‘Abbadi dari madzhab Syafi’i mengatakan bahwa pukulan ini hanya boleh dilakukan sebagai pembelajaran jika anak telah diperintahkan melakukan shalat, tetapi ia enggan melaksanakannya, bukan semata-mata memukul tanpa adanya perintah dan teguran terlebih dahulu.
Ulama fiqih modern Syekh Wahbah Az-Zuhaili menambahkan bahwa pukulan ini harus dilakukan menggunakan tangan, bukan dengan kayu atau perkakas lainnya. Pukulan juga tidak boleh diarahkan ke wajah. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَجَنَّبِ الْوَجْهَ، وَلَا يَقُلْ قَبَّحَ اللهُ وَجْهَكَ
“Jika salah satu dari kalian memukul, maka hindarilah wajah dan janganlah berkata, “Semoga Allah memperburuk wajahmu!” (HR. Ahmad no. 7420; hadits shahih menurut Az-Zarqani).
Pukulan yang dilakukan di luar ketentuan di atas adalah tindakan yang melampaui batas sehingga dinilai sebagai kekerasan dan aniaya.
- Berlaku tidak adil
An-Nu’man bin Basyir ra. menceritakan bahwa suatu hari ayahnya memberinya hadiah. Namun, ibunya menolak pemberian itu sebelum suaminya memberitahu hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ. Maka ayahnya pergi menghadap Rasulullah ﷺ, dan beliau ﷺ bertanya kepadanya apakah semua anak diberikan hadiah yang sama. Jawabannya tidak. Lantas Rasulullah ﷺ bersabda:
فَاتَّقُوا اللَّهَ، وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertakwalah kamu kepada Allah, dan berlaku adillah di antara anak-anakmu.” (HR. Bukhari no. 2587).
Orang tua tidak boleh bersikap pilih kasih kepada salah satu atau sebagian anak-anak mereka, karena sikap ini akan memicu kebencian, rasa iri, dan merusak keakraban.
Adapun orang tua boleh lebih mencintai salah satu anak dibanding yang lainnya, tanpa mengurangi perlakuan yang adil di antara mereka. Sebagaimana Nabi Ya’qub as. yang lebih mencintai Yusuf dan Bunyamin daripada anak-anaknya yang lain, tetapi tetap berlaku adil kepada mereka semua.
Ahli tafsir Imam Fakhrurrazi menerangkan dalam tafsirnya bahwa cinta bukanlah sesuatu dalam kendali manusia, maka perbedaan kadar mencintai tidak bisa dihindari.
Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk berbakti kepada orang tua. Abdullah bin Mas’ud ra. pernah bertanya kepada beliau ﷺ tentang amal yang paling Allah sukai. Rasulullah ﷺ menjawab: shalat pada waktunya, berbakti kepada orang tua, dan jihad di jalan Allah (HR. Muslim no. 85).
Semoga kita bukan hanya menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, tetapi juga dapat menjadi orang tua yang berbakti, sehingga anak-anak kita kelak akan terus mendoakan kebaikan untuk kita sepanjang hayat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
ذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631).
Penulis : Nur Aida El Fitri, Mayang Sentika
Penulis merupakan semester 5 angkatan Rihlah
Editor : Alfiya Hanafiyah