Periodesasi sejarah perkembangan hadist dibagi atas tujuh periode. Periode Pertama, yaitu Ashr al-Wahy Wa al-Tadwin (masa turunnya wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnya) dimulai pada masa sahabat sampai penghujung abad pertama hijriyah, pada masa ini semua permasalahan para sahabat langsung ditanyakan kepada Rasulullah Saw.
Periode Kedua, yaitu Al-Tsabbut wa al-Iqbal min al-Riwayah (periode membatasi hadits dan menyedikitkan riwayat) ini terjadi pada masa Khulafa al-Rasyiddin yaitu mulai abad kedua hijriyah sampai abad ketiga hijriyah. Lalu Periode Ketiga, zaman Intisayar al-Riwayah lla al-Amsar (periode penyebaran riwayat-riwayat ke kota-kota) pada masa ini hadist-hadist mulai dibukukan, pembukuan hadist ini terjadi mulai dari abad ketiga hijriyah sampai pertengahan abad keempat hijriah.
Periode Keempat, yaitu Al-Asyr al-Kitabah wa al-Tadwin (periode penulisan dan kodifikasi resmi) masa ini adalah masa penyusunan kitab-kitab induk Ulum al-Hadist dan terjadi pada pertengahan abad keempat sampai awal abad ketujuh hijriyah. Kemudian Periode Kelima, yaitu Al-Asyra al-Tajrid wa al-Tashhih wa al-Tankih (periode pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan) bermula pada awal abad ketujuh hiriyah sampai abad kesepuluh hijriyah.
Periode Keenam, yaitu Asyr al-Tahzib wa al-Tartib al-Istidrak wa al-Jami’ (periode pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan penghimpunan) mulai dari abad kesepuluh sampai awal abad keempat belas hijriyah. Terakhir, Periode Ketujuh, Ahd al-Syarh wa al-Jamu’ wa-Takhrij (periode pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan, dan pembahasan) disebut masa kebangkitan dimulai dari awal abad keempat belas hijriah sampai sekarang, untuk pembahasan ini fokus pada perkembangan hadist pada periode terakhir yaitu periode ketujuh.
Sejak penghancuran dan jatuhnya kota Baghdad, Irak, sebagai pusat pemerintahan Khilafah Abbasiyah di tangan Tartar tahun 656 H menggeser kegiatan di bidang hadist ke Mesir dan India . Sedangkan di Turki (Asia kecil) Daulah Utsmaniyah terus berkembang wilayahnya, mereka dapat menaklukkan Konstantinopel dan menjadikannya sebagai ibu kota. Daulah Utsmaniyah juga berhasil menaklukkan Mesir dan menghilangkan Khilafah Abbasiyah.
Orang-orang Islam menjadi lengah dan tidak berdaya dikarenakan perselisihan di antara mereka, hal ini membuat negara-negara Eropa memanfaatkan situasi ini dan menggunakan kekuatan mereka untuk merampas kekuasaan Islam. Politik yang sedang memanas ini juga mengakibatkan cara berfikir orang-orang tidak karuan dan himmah (semangat) para ulama pun menurun yang mengakibatkan perjalanan ulama menjadi terhenti dan komunikasi ilmiyah terputus antara penduduk wilayah-wilayah yang berbeda.
Budaya periwayatan hadist secara syafahi pun mulai memudar dan digantikan dengan ijazah dan penulisan. Para ulama pada periode ini ketika proses mendapatkan sanad (isnad) lebih mementingkan mendapat barokahnya saja tanpa mengajarkannya. Akan tetapi terdapat beberapa tokoh yang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk duduk memberikan pengajaran yakni dengan imla’, dimana imla’-imla’ tersebut akan ditulis oleh pengikut mereka.
Di antara ulama-ulama tersebut adalah seorang hafidz besar Abu al-Fadhl Zaenuddin Abdurrahman bin al-Husain al-Iraqi al-Atsari beliau adalah guru dari Ibnu Hajar, tokoh lain yaitu Syihabbuddin Abu al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali ibnu Hajar beliau adalah penghulunya para hafidz dan para ahli hadist di wilayah-wilayah sekeliling beliau, juga ada murid Ibnu Hajar yakni al-Hafidz as-Sakhawi.
Pada periode ketujuh ini masih meneruskan kegiatan masa sebelumnya, para ulama hanya berkutat dengan kitab-kitab para pendahulu mereka. Kegiatan umum pada periode ini ialah mempelajari kitab-kitab yang telah ada, kemudian melakukan penyusunan ulang, merevisi, mensyarahinya, dan men-takhrij. Cara penyampaian hadist pun berbeda-beda, sebagian besar metode-metode dan kitab-kitab hadist yang terkenal berhasil dibukukan pada masa ini, antara lain :
(Pertama), Kutub az-Zawaid, semua karya dalam hadits tidak akan mencakup semua hadits-hadits yang ada, karena hadits adalah lautan yang luas, oleh karena itu kitab-kitab hadits berbeda-beda, ada yang panjang, singkat, sedikit, dan banyak.
Kemudian ulama mutaakhirin men-takhrij hadits-hadits tambahan dalam sebuah kitab yang mereka namai dengan Kutub az-Zawa’id, kitab-kitab Zawa’id sangatlah banyak diantaranya yang paling terkenal adalah: Kitab Zawa’id Sunan Ibnu Majah ‘ala al-Kutin al-Khamsah dan kitab Zawa’id as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi, terhadap Kutub as-Sittah juga, dan dinamai dengan Fawa’id al-Muntaqa lizawa’id al-Baehaqi.
Jenis kitab Zawa’id yang lain adalah karya al-Hafidz Syihabuddin Ahmad bin Abu Bakar Ibnu Isma’il bin Salim al-Bushiri (w. 850 H.) , dan juga kitab Zawa’id Shahih Ibnu Hibban terhadap Shahihain sebanyak satu jilid yang diberi nama Maurid adz-Dzam’an ila Zawaid Ibn Hibban karya al-Haitsami.
(Kedua) Al-Jawami’ al-Amah, metode ini para ulama mengompilasikan sejumlah kitab dalam satu karya, salah satunya adalah kitab Jam’i al-Jawami’ karya al-Hafidz Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (w. 911H.) Ia mengompilasikan di dalamnya antara Kutub as-Sittah dan yang lainnya. Ia bertujuan dalam kitabnya tersebut untuk mengumpulkan semua hadits-hadits Nabi.
Akan tetapi beliau meninggal sebelum menyelesaikan karyanya ini. Di dalam kitab ini banyak mencangkup hadits-hadits dha’if dan maudhu’, dan disusun ulang oleh Ala’uddin Ali bin Husam al-Hindi (w. 975 H.), dalam satu kitab yang diberi nama Muntakhab Kanz al-Ummal, dan dicetak bersama dengan Musnad Ahmad di Mesir, sebagaimana juga dicetak di India.
As-Suyuthi meringkas kitabnya tersebut dan dinamai dengan Al-Jami’ as-Saghir fi Hadits al-Basyir an-Nadzir. Adapun kitab-kitab Al-Jawami’ al-Amah yang memuat hadits-hadits hukum antara lain : kitab al-Ilmah fi al-Ahadits al-Ahkam karya Ibnu Daqiq al-Ied (w. 702 H.), kitab Taqrib al-Asanid wa Tartib al-Masanid karya Zaenuddin Abu al-Fadhl Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi ( 725 H – 806 H.), kitab Bulugh al-Maram min Ahadits al-Ahkam karya Ibnu Hajar al-Asqalani.
(Ketiga) adalah Takhrij terhadap hadits-hadits yang ada di dalam kitab-kitab ilmiah, saat itu terdapat banyak hadits yang diposisikan sebagai istidlal atau istisyhad dan para pengarang tersebut tidak memperhatikan takhrij hadits-hadits tersebut juga tidak menjelaskan mana hadits yang shahih dan yang dha’if, maka sebagian ulama hafidz hadits melakukan takhrij terhadap hadits-hadits tersebut lalu mengumpulkan dalam satu kitab secara tersendiri.
Kitab-kitab tersebut adalah: Takhrij hadits-hadits Tafsir al-Kasyaf karya Jamaluddin Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin Muhammad az-Zaela’i, kitab al-Kafi as-Syafi fi Takhrij Ahadits al-Kasyaf karya Ibnu Hajar al-Asqalani, kitab takhrij hadits-hadits al-Adzkar dan al-Arba’in karya an-Nawawi dan hadits-hadits al-Mashabih dan al-Misykat karya Ibnu Hajar dan masih banyak lagi.
(Keempat) adalah metode Kutub al-Athraf metode ini sudah diterapkan oleh ulama periode sebelumnya, beberapa kitab al-Athraf antara lain:
1.) Athraf Musnad al-Imam Ahmad karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga, yang ia pisahkan dari kitab Ittihaf al-Muhroh, dan dinamai dengan Athraf al-Musnad al-Mu’tali bi athraf al-Musnad al-Hambali sebanyak dua jilid.
2.) Athraf al-Ahadits al-Mukhtarah karya Ad-Dhiya al-Maqdisi yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani sebanyak satu jilid besar.
3.) Athraf Musnad al-Firdaus karya Ibnu Hajar.
4.) Athraf Shahih Ibn Hibban karya Abu al-Fadhl al-Iraqi.
Inilah usaha-usaha para ulama pada periode ketujuh, yang terkait dengan kodifikasi hadits dan sistematika penyusunannya pada fase ini. Adapun yang selebihnya adalah syarah-syarah dan ringkasan-ringkasan terhadap beberapa hadits. Meskipun demikian, usaha-usaha tersebut umumnya tidak sampai pada generasi abad ke-11 dan sebagian abad ke-12. Karena setelah itu, sampai masa kita sekarang, semangat masyarakat sudah mulai mengendur, meskipun hanya untuk membaca, apalagi untuk mengarang.
Penulis merupakan mahasantri semester 3 angkatan Mutawatir
Editor : Alfiya Hanafiyah
Wah nambah ilmu baru…
Semoga kedepanya lebih banyak lagi Mahasantri yang menulis tentang seluk beluk hadist, faidah2, dan mau’idhoh hasanah lainya… trimksh