Al-Muwattha’ merupakan salah satu kitab hadist diantara 9 kitab hadis (kutubuttis’ah) yang menjadi rujukan para pencari hadis. Kitab-kitab yang masuk Kutub at-Tis’ah lainnya yakni, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan al-Darimi, dan Musnad Ahmad bin Hambal.
Al-Muwattha’ sendiri menghimpun berbagai hadist, baik yang marfu’, atsar-atsar yang mauquf dari para sahabat dan tabi’in, bahkan memuat sejumlah ijtihad dan fatwa Imam Malik sendiri.
Terkait asal nama kitab Al-Muwattha’, Imam Malik pernah berkata :
.عرضت كتابي هذا على سبعين فقيها من فقهاء المدينة.فكلهم واطأني عليه فسميته الموطأ
“Aku telah memperlihatkan kitabku ini kepada 70 ahli fiqh Madinah. Mereka semua memberikan persetujuan kepadaku, maka aku namakanlah kitab ini dengan al-Muwattha’ (yang disetujui)”.
Kata موطأ bentuk maf’ul dari kata وطأ. Diantara salah satu maknanya adalah مَهّدَ yang artinya membentangkan atau membuka suatu jalan. Yakni seakan Imam Malik ingin mengatakan kitab ini telah disetujui 70 ulama sehingga boleh diakses untuk dijadikan sebagai pedoman.
Dalam proses penyusunanya, Imam Malik membutuhkan waktu selama 40 tahun untuk menyelesaikan karya besarnya itu. Setelah tersusun, kemudian merevisi lagi, menyeleksi ulang dan mempresentasikannya di depan para ulama, sehingga ulama salaf maupun khalaf berpendapat bahwa semua hadis yang terdapat dalam al-Muwattha’ berstatus Shahih dan semua sanadnya bersambung, Adapun komentar al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani :
ان كتاب مالك صحيح عنده وعند من يقلده على ما اقتضاه نظره من الاحتجاج بالمرسل والمنقطع وغيرهما
“Bahwa kitab Malik berstatus shahih menurutnya dan menurut orang yang bertaqlid kepadanya, yang bertujuan untuk mengamati hadist lalu berhujjah dengan hadis munqati’, mursal dan selain keduanya”.
Muhammad Abu Zahwi memberikan tanggapan terkait pernyataan Ibnu Hajar mengenai kitab al-Muwatta yang menurutnya hanya penilaian secara personal saja dari Imam Ibnu Hajar tanpa menjelaskan secara detail mengapa hadist di dalam kitab al-Muwattha’ dihukumi Shahih.
Menurut Abu Zahwi, pernyataan Ibnu Hajar berbeda dengan penelitian ulama lain seperti Sufyan ibn ‘Uyainah (Makkah), Sufyan As-Tsauri (Kufah), dan Ibn Abi Dza’b yang sudah benar-benar mempelajari dan mentakhrij hadist-hadist Imam Malik. Para ulama ini berpendapat bahwa hadist di dalam kitab al-Muwatho’ yang dianggap mursal, munqathi’, bahkan mudhal sebenarnya ada yang muttashil, namun tidak menggunakan jalur Imam Malik.
Diantara kitab yang populer yang membahas tentang al-Muwattha’ yaitu kitab At-Tamhid lima fil Muwattha’ minal Ma’ani wal Asanid yang ditulis oleh al-Hafidz Ibn Abdil Barr, salah seorang ulama yang hidup di abad 5 Hijriah, ia merangkum sebuah kitab penjelasan dan mensyarah al-Muwattha’, selain itu juga menyambungkan sanad yang terputus.
Imam Sufyan Ibnu ‘Uyainah berkata :
كان مالك لايبلغ من الحديث الا صحيحا ولا يحدث الا عن ثقات الناس
“Sesungguhnya Malik tidak menyampaikan hadist kecuali hadist itu shahih, dan tidak meriwayatkan hadist kecuali ia dapat dari orang tsiqah”.
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah hadis maupun yang bukan hadis dari kitab Muwattha’ Ibnu Habbab berkata : “Bahwa Imam Malik meriwayatkan 100 ribu hadist yang ia kumpulkan dalam al-Muwattha’. 10 ribu diantaranya dari al-Qur’an dan Sunnah, lalu diikutkan dengan atsar mencapai 500″. Al-Abhari berkata :
جملة ما في ” الموطأ ” من الآثار عن النبي صلى الله عليه وسلم وعن الصحابة والتابعين، ألف وسبعمائة وعشرون حديثا ، المسند منها ستمائة حديث، والمرسل مائتان واثنان وعشرون حديثا، والموقوف ستمائة وثلاثة عشر , ومن قول التابعين مائتنان وخمسة وثمانون
“Jumlah riwayat yang ada di Muwattha’ yang berupa atsar dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat, dan tabi’in adalah 1720 hadits. 600 hadits berstatus musnad, 222 hadits berstatus mursal, 613 hadits berstatus mauquf, dan qaul (perkataan) tabi’in berjumlah 285 hadits.”
Terjadinya perbedaan diantara para ulama dikarenakan perbedaan terakhir kali mereka bertalaqi kepada Imam Malik. Sebagian dari mereka berkata, perkataan ini kikutip oleh as-Suyuthi dalam kitab tadribnya dari al-Hafidz Salahuddin al-‘Ala’i berkata :
روى الموطأ عن مالك جماعات كثيرة وبين رواياتهم اختلاف من تقديم وتأخير وزيارة ونقص ومن أكبرها زيادات رواية ابن مصعب قال ابن حرم : في موطأ ابن مصعب هذا زيادات على سائر الموطآت نحو مائة حديث
“Al-Muwattha’ yang mereka riwayatkan dari Malik sangat banyak, dan diantara riwayat terdapat perbedaan baik diawal dan diakhir, ditambah dan berkurang. Yang paling banyak terdapat penambahan diantara riwayat lain adalah riwayat Ibn Mush’ab. Ibn Hazm berkata : ‘Muwattha’ Ibnu Mush’ab terdapat penambahan dari riwayat lain mencapai 100 hadist.”
Dan riwayat Muhammad Ibn al-Hasan terdapat 175 hadist yang ia tambah bukan dari jalur Malik, diantaranya 13 dari Abu Hanifah, 4 dari Abu Yusuf dan sisanya dari selain keduanya. Dan masih banyak lagi komentar tentang perbedaan umat tentang jumlahnya, mereka menghukumi terhadap apa yang mereka ketahui.
Adapun tentang sebab penulisannya, Imam Ibnu Abdil Barr menyinggungnya dalam al-Istidzkar :
انّ ابا جعفر المنصور قال للإمام مالك ( يا مالك ! إصنع للناس كتابا أَحمِلُهم عليه، فما احد اليوم اعلم منك ! ) فاستجاب الإمام مالك لطلبه ، ولكنه رفض أن يُلْزِم الناس جميعا به
“Abu Ja’far al-Manshur (khalifah Bani Abbasiyah saat itu) berkata pada Imam Malik : ‘Wahai Malik, buatkanlah kitab untuk banyak orang yang aku bisa membawakannya kepada mereka, karena tidak ada satu orang pun pada hari ini yang lebih ‘alim (berilmu) darimu’. Maka Imam Malik pun menjawab permintaannya, akan tetapi beliau menolak jika kitab ini dilazimkan (diwajibkan) kepada semua orang.’
Semoga kita termasuk orang yang bisa meneladani ulama terdahulu, sehingga termasuk orang dikehendaki Nabi SAW dalam sabdanya :
نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِع مِنَّا شيئا، فَبَلَّغَهُ كما سَمِعَهُ، فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أوْعَى مِن سَامِعٍ
“Semoga Allah memuliakan (mengangkat derajat) seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu dia menyampaikannya seperti yang didengarnya, berapa banyak orang yang disampaikan lebih mengerti daripada pendengar (pertama).” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).
Referensi :
As-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi as-Suyuthi, hal 32 dan seterusnya. Dan Mafatih as-Sunnah Al-Khuli hal 24.
Mushtafa al-Shiba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, (Kairo: al-Maktabah al-Islami Dar el-Warraq, 2007 M) hlm. 472-473.
Muhammad Abu Zahwi, al-Hadits wa al-Muhadditsun, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1378 H), hlm. 246. Adha’atu al-Halik hal 67 dan setelahnya.
Penulis merupakan anggota kajian hadist
Editor: Alfiya Hanafiyah