Matan merupakan salah satu bagian terpenting dalam hadist. Secara bahasa kata ‘matan’ berasal dari al-matn artinya tanah yang keras dan naik ke atas. Sedangkan menurut istilah, kata ;matan’ memiliki arti perkataan terakhir dari sanad yang menjadi isi hadist yang periwayatannya disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Namun, tidak semua hadist disandarkan pada perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad Saw. Hadist yang sekarang sampai pada kita, adakalanya disandarkan kepada Allah Swt., Nabi Muhammad Saw., sahabat, dan tabi’in. Berikut pembahasan hadist ditinjau dari segi penyandarannya :
A. Hadist Qudsi
Hadis Qudsi disebut pula hadist Ilahi atau hadist Rabbani. Kata ‘al-Qudsi’ secara bahasa dinisbatkan pada kata ‘al-quddus’ yang berarti Yang Maha Suci, maksudnya hadist yang dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Suci, yakni Allah Swt. Secara istilah, hadist Qudsi adalah hadist yang sanad dan redaksi hadistnya dari Rasulullah Saw. sedangkan maknanya datang dari Allah Swt. Sehingga dalam hadist Qudsi, Rasulullah Saw. mengatakan : قال الله تعالى
Di antara contoh hadist Qudsi adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah saw. bersabda : Allah Swt. berfirman :
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
‘Aku tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku’. (HR. Bukhari)
B. Hadist Marfu’
Hadis Marfu’ adalah hadist yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, ataupun gambaran. Dinamakan Marfu’ karena hadist ini memiliki derajat yang tinggi karena matannya dihubungkan kepada Rasulullah Saw. baik sanadnya bersambung (mustahil) maupun terputus (munqoti’).
Hadis marfu’ terbagi dalam 4 macam, yaitu :
1. Perkataan
Contoh :
عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Al Khaththab adia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya…. “
2. Perbuatan
Contoh :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ
“Dari Aisyah ra. Ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika selesai melaksanakan shalat dua raka’at sebelum fajar, beliau berbaring pada sisi sebelah kanan.”
3. Ketetapan
Contoh :
عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِضَبٍّ مَشْوِيٍّ فَقُرِّبَ إِلَيْهِ فَأَهْوَى بِيَدِهِ لِيَأْكُلَ مِنْهُ فَقَالَ لَهُ مَنْ حَضَرَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَحْمُ ضَبٍّ فَرَفَعَ يَدَهُ عَنْهُ فَقَالَ لَهُ خَالِدٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَرَامٌ الضَّبُّ قَالَ لَا وَلَكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ قَالَ فَأَهْوَى خَالِدٌ إِلَى الضَّبِّ فَأَكَلَ مِنْهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ
“Dari Khalid bin Walid, bahwasanya Rasulullah ﷺ dihidangkan makanan berupa daging dhob (biawak padang pasir) yang dipanggang, kemudian beliau mendekatinya dan merentangkan tangan untuk memakannya, lalu salah seorang yang ikut serta berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya itu adalah daging dhob.’ Maka beliau menarik kembali tangannya. Khalid lalu berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah daging dhob itu haram?” beliau menjawab, “Tidak, akan tetapi di negeriku tidak ada dhob (biawak padang pasir), sehingga aku enggan memakannya.” Abdullah bin Abbas berkata, “Kemudian Khalid mendekati daging dhob tersebut dan memakannya, sementara Rasulullah ﷺ hanya melihat kepadanya”.
4. Gambaran
Contoh :
كَانَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِذَا وَصَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَمْ يَكُنْ بِالطَّوِيلِ الْمُمَّغِطِ وَلَا بِالْقَصِيرِ الْمُتَرَدِّدِ
“Apabila Ali radliallahu ‘anhu menshifati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata: Beliau adalah sosok orang yang berperawakan tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek.”
Hadis marfu’ dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
- Marfu Sharih
Hadis ini disandatkan kepada Rasulullah Saw. secara jelas. Baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan gambaran.
- Marfu Hukmi
Pada bagian ini terdapat banyak macam. Diantaranya perkataan shahabat ‘أمرنا بكذا’ (kami diperintah melakukan ini), ‘نهينا بكذا’ (kami dilarang melakukan ini), ‘اوجب علينا’ (kami diwajibkan atas…) dan ‘حرم علينا’ (kami diharamkan…)
C. Hadist Mauquf
Mauquf menurut bahasa ‘waqaf’ yang artinya berhenti. Hadist Mauquf adalah hadist yang dihentikan sanadnya pada sahabat, tidak sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun gambaran dengan sanad yang bersambung ataupun terputus.
Ibnu Shalah dan ulama lain mengatakan hadist Nabi yang sanadnya bersambung sampai kepada seorang sahabat yang bersangkutan termasuk hadist Mauquf Maushul, sedangkan hadist Mauquf yang tidak bersambung sanadnya termasuk hadis Mauquf yang tidak maushul.
Kekhususan hadist Mauquf bagi seorang sahabat apabila kata Mauquf disebutkan secara mutlak, yakni apabila dalam hadis tersebut dikatakan hadisun mauquf atau waqofahu fulan.
Sebagian ulama menyebut hadis Mauquf secara mutlak sebagai atsar.
Contoh hadis mauquf
وَقَالَ عُمَرُ بن الخطاب رضي الله عنه تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
“Umar bin Khattab ra. Berkata : “Perdalamilah ilmu sebelum kalian memimpin”.
D. Hadist Maqthu’
Hadist Maqthu’ adalah hadis yang disandarkan kepada tabi’in atau selainnya, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifatnya. Baik dari tabiin senior ataupun tabiin junior, baik sanadnya menyambung kepada mereka atau terputus.
Contoh Hadis Maqthu’
Perkataan tabiin :
قال مجاهد رحمه الله تعالى : «لَا يَنَالُ العِلْمَ مُسْتَحْيِ وَلَا مُسْتَكْبِرُ
“Mujahid rahimahullah taala berkata : Tidak akan memperoleh ilmu orang yang malu dan orang yang sombong.”
Perkataan tabi’ tabiin:
قال مالك إذا ودع أصحابه :اتَّقُوا اللهَ، وَانْشُرُوا هَذَا العِلْمَ وَعَلِّمُوْهُ، وَلَا تَكْتُمُوهُ
“Malik berkata ketika berpamitan kepada para sahabatnya: “Takutlah kepada Allah, sebarkanlah ilmu ini dan ajarkan, dan janganlah kamu menyembunyikannya.”
Penulis merupakan anggota kajian Hadist
Editor: Alfiya Hanafiyah