Josep Schacht merupakan seorang Orientalis kelahiran Jerman, 15 Maret 1902 Masehi. Ia berasal dari keluarga religius, ayahnya Edward Schacht adalah seorang penganut Kristen Katolik yang taat. Sejak kecil Joseph hidup terdidik dalam suasana keluarga religius, karena inilah sedikit banyak mendorongnya tertarik dengan keagamaan. Ia juga Belajar bahasa Yunani Kuno ,Latin, Prancis.
Joseph mulai menempuh pendidikan studinya dengan mendalami ilmu Filologi klasik yaitu ilmu yang objek penelitiannya adalah manuskrip-manuskrip kuno, kemudian mendalami teologi dan bahasa-bahasa Timur di dua universitas berbeda, Breslau dan Leipzigda tahun 1920. Dari tiga pokok study ini mengantarkannya mendalami kajian keislaman, khususnya berkaitan dengan sejarah pembentukan hadist dan hukum Islam.
Joseph Schacht merupakan seorang Orientalis yang kaya akan prestasi, ia pernah mendapat gelar Summa cumlaude dari universitas Breslau tahun 1923, tahun 1929 menjadi profesor bidang bahasa Timur. Kemudian tahun 1934 mengajar di visitting profesor Universitas Kairo ia mengajar Fikih, Arab dan bahasa Suryani di fakultas sastra jurusan arab.
Sejak umur 24 tahun ia sudah mulai bersentuhan dengan dunia Islam Timur Tengah, hal ini mempertegas bahwa ketika meneliti hadist dan hukum Islam, ia tidak hanya berdasarkan literatur-literatur barat saja namun juga literatur yang ada di timur Tengah saat itu.
Setelah menempuh pendidikan dan mengajar di Timur Tengah, Joseph mulai mengajar di Universitas Oxford Inggris dan dipilih sebagai pengamat studi keislaman pada tahun 1948. Keunikan dari seorang Joseph Schacht yakni, walaupun ia cenderung pada kajian Fikih, Schacht termasuk Orientaslis yang cukup produktif, karyanya terdiri dari berbagai disiplin ilmu seperti Kalam dan mentahqiq kitab-kitab Fikih.
Joseph mempunyai beberapa karya tulis, diantara karya tulis yang monumental yaitu:
- The Origins of Muhammadan Jurisprudence, merupakan buku pertama yang terbit tahun 1950 M, buku ini membahas tentang asal-usul pembentukan hukum Islam dan masalah otentisitas hadist. Pembentukan hukum Islam ini berhubungan erat dengan hadits ahkam.
- An Introduction to Islam Law , dalam bukunya Schacht memberikan pendapat bahwa Sunnah dalam konteks Islam pada awalnya lebih memiliki konotasi politisi dari pada hukum.
Dalam mengkritik hadist, Schacht mengemukakan teori-teori yang kemudian populer dan dikembangkan oleh Orientalis setelahnya, teori yang dimaksud yakni:
1. Teori Projecting Back
Teori projecting back atau backward projection adalah teori proyeksi kebelakang yakni menisbatkan pendapat ulama abad kedua dan ketiga kepada tokoh-tokoh sebelumnya yang populer di setiap zamannya sampai pada Rasulullah Saw.
Tujuan penyadaran kepada tokoh yang populer setiap zamannya ini untuk mendapat legitimasi sehingga perkataan itu memperoleh sandaran dan kekuatan hukum.
Joseph Schacht sebagai pencetus teori ini menggambarkan bahwa dengan keberadaan orang-orang Irak yang menisbatkan pendapat mereka kepada Ibrahim Al Nakhai (wafat 95 H) dan untuk memperoleh legitimasi yang lebih kuat.
Pendapat -pendapat itu dinisbatkan kepada tokoh yang memiliki otoritas lebih tinggi, misalnya Abdullah bin Mas’ud (sahabat) dan pada tahap akhir, pendapat-pendapat ini dinisbatkan kepada nabi Muhammad Saw. Melalui teori ini Joseph berkesimpulan bahwa rentetan periwayat yang terdapat dalam sanad hadist merupakan bentuk rekayasa dengan mengambil tokoh-tokoh yang populer disetiap zamannya.
Schacht memperkenalkan teorinya ini dengan melakukan kritik terhadap hadist, ia memberikan tawaran sebuah konsep bahwa sunnah dalam konteks Islam pada mulanya lebih memiliki sebuah konotasi politik ketimbang konotasi hukum.
Teori projecting back merupakan kesimpulan yang didapatkan Schacht atas premis -premis yang ia buat mengenai kebermulaan hukum Islam. Premis tersebut adalah hukum Islam belum eksis pada masa al-Sya’bi (wafat 110 H). Premis ini menggiring kepada kesimpulan bahwa apabila ditemukan hadist-hadist yang berkaitan dengan hukum Islam, maka hadis tersebut adalah buatan orang-orang pasca al-Sya’bi.
Joseph Schacht berpendapat bahwa hukum Islam baru dikenal semenjak masa pembentukan institusi peradilan dan penunjukan qodi’ (hakim agama) ini terjadi sekitar tahun ± 715-720 H. Pengangkatan qadi’ ditujukan kepada orang-orang spesialis yang berasal dari kalangan taat agama. Karena jumlah mereka semakin bertambah banyak, maka akhirnya mereka membentuk kelompok ahli fikih dan mereka inilah yang mengeluarkan fatwa-fatwa yang kemudian diklaim sebagai hadist nabi .
Inti dari teori projecting back adalah bahwa tidak ada hadist yang benar-benar berasal dari Rasulullah Saw sehingga tidak seharusnya mempercayai keberadaannya dan kalaupun ada dan bisa dibuktikan jumlahnya hanya sedikit.
2. Teori Argumenta E-Silentio
Sebuah teori yang disusun berdasarkan asumsi bahwa bila seorang ulama/perawi pada waktu tertentu tidak cermat terhadap adanya sebuah hadits dan gagal menyebutkannya, atau jika satu hadits oleh ulama atau perawi yang datang kemudian yang mana para sarjana sebelumnya menggunakan hadits tersebut, maka berarti hadits tersebut tidak pernah ada.
Jika satu hadits ditemukan pertama kali tanpa sanad yang komplit dan kemudian ditulis dengan isnad yang komplit, maka isnad itu juga dipalsukan. Dengan kata lain untuk membuktikan hadits itu eksis tidak cukup dengan menunjukkan bahwa hadits tersebut tidak pernah dipergunakan sebagai dalil dalam diskusi para fuqaha.
Sebab seandainya hadits itu pernah ada pasti hal itu akan dijadikan sebagai referensi. Atau dengan kata lain, apabila sebuah hadits tidak ditemukan di dalam salah satu literatur hadits, dan eksistensinya diharapkan maka hadits itu tidak eksis pada saat literateratur hadits itu dibuat. Teori ini di proyeksikan untuk membuktikan ketideksisan sebuah riwayat dalam literatur hadist.
Bantahan dan kritikan para ulama terhadap teori Projecting Back dan Argumenta E-Silentio
Diantara ulama yang banyak mengkritik teori Joseph schacht yakni Mustofa al-A’zami, Abu Zahrah Zafar, dan Ishaq al-Ansari.
Setidaknya ada beberapa point kritikan Mustofa A’zami terhadap teori Joseph Schacht.
1. Teori ini tidaklah logis. Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa terdapat sejumlah riwayat yang sama dalam bentuk dan makna literatur para ahli hadis klasik dari sekte/aliran yang berbeda, seperti aliran Khawarij, Syiah dan Ahlussunah Wal Jamaah yang sama-sama meriwayatkan hadis. Seandainya hadis hadis hukum dipalsukan pada abad ke dua dan ketiga hijriah, niscaya tidak akan ada hadis yang dimuat bersama dalam sumber sekte yang berbeda-beda. Contohnya bisa dilihat ketika Imam Al-Bukhari dan Muslim mengutip perawi dari aliran Khawarij seperti Ikrimah, Jabir bin Zaid, Al-Walid bin Katsir, Tsaur bin Zaid, dan lain-lain. Periwayatan mereka diterima oleh sebagian ulama hadits karena setelah diuji dan dikaji informasi yang disampaikannya benar-benar otentik. (Lihat kitab Ikmal Tahzibul Kamal)
2. Seandainya hadis betul dibuat pada abad kedua dan ketiga hijriah, mengapa para ulama mau memilih dan mencantumkan orang-orang lemah pada isnad mereka, bukankah lebih berhak memilih figur yang lebih terhormat.
3. Josep Schacht dianggap gagal memahami perbedaan antara penulisan hadis dan kodifikasinya. Sejarah menyatakan bahwa kepenulisan hadis sebenarnya sudah berlangsung jauh sebelum abad kedua, yakni pada masa Rasulullah Saw masih hidup. Terbukti dengan berbagai catatan :
- Catatan hadis yang dibuat Ali bin Abi Thalib yang berisi tentang hukuman denda (diyat), pembebasan orang Islam yang ditawan orang kafir dan larangan melakukan qisas terhadap orang Islam yang membunuh kafir.
- Catatan hadis yang dibuat Samurah bin Jundub. Catatan ini yang dikirimkan Samurah ke anaknya Sulaiman bin Samurah bin Jundub.
- Catatan hadis yang dibuat Abdullah bin amr bin as yang dikenal dengan al-Sahifah al-Sadiqah ini berjumlah sekitar seribu hadis.
- catatan hadis yang dibuat Abdullah bin Abbas
- catatan hadis yang dibuat abd Allah ibn Abi awfa
4. Mustofa Al azami menilai ketidakobjektifan schacht dalam mengkaji fikih. schacht telah sengaja membuat Pengkabutan fikih dengan mengganti nomenklatur fikih dengan nomenklatur barat. Hal ini bisa dilihat dengan dimana ia membagi fikih keldam beberapa judul berikut: orang ( person) harta( property) kewajiban umum ( obligation in general) kewajiban dan kontrak. Padahal dalam Kitab fikih pembahasan nya berupa bab taharah bab shalat
5. Schacht meneliti periwayat hadis berdasar kitab Sirah bukan kitab Rijal Al hadits.secara epistemologis penelitian yang tidak didasarkan pada instrumen dan sumber yang valid tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya ,demikian pula mengkritik penelitian dan Kritik sanad dan matan hadis yang menggunakan dasar data kitab kitab fiqih
6. pendekatan yang digunakan schacht dalam mengkritik hadis adalah pendekatan sejarah dan sosiologi. Dua pendekatan ini lebih didasarkan pada data yang terlihat seperti tulisan, catatan dan lain-lain dalam suatu masyarakat.Dua pendekatan ini tdaklah cocok bila digunakan untuk meneliti sejarah hadis nabi dan keautentikannya sebab tradisi yang terjadi dalam periwayatan hadis adalah tradisi lisan (hafalan)
Penulis merupakan anggota Tim Kajian Hadis Mahad Aly