• Kontributor
  • Daftar
  • Login
Upgrade
Nuskha
Advertisement
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
Nuskha
No Result
View All Result
Home Hasyimian

Kiai Hasyim Asy’ari: Amalkan Boleh, Fatwakan Jangan, Demi Keutuhan Umat

Mohamad Anang Firdaus by Mohamad Anang Firdaus
Maret 13, 2024
in Hasyimian
0
Kiai Hasyim Asy’ari: Amalkan Boleh, Fatwakan Jangan, Demi Keutuhan Umat

Saat Ramadan seperti ini, biasanya dituturkan kisah perbedaan penentuan awal puasa antara Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari dengan Kiai Maksum Aly Maskumambang. Meski kedua punya hubungan guru-murid, dan mertua-menantu, nyatanya keduanya tetap mengemban amanah ilmu yang didalami masing-masing. Kiai Hasyim dengan ilmu fikihnya, Kiai Maksum dengan ilmu hisabnya. Mengapa Kiai Hasyim memakai ilmu fikih? Karena mayoritas 4 madzhab menggunakan rukyah daripada hisab.

Di Tebuireng sendiri, kisah ini banyak diceritakan. Seringkali Kiai Maksum lebih dulu puasa Ramadan, sedangkan Kiai Hasyim Asy’ari baru berpuasa selang satu hari berikutnya. Mengetahui hal itu, Kiai Hasyim lantas memanggil Kiai Maksum Aly, lalu mengizinkannya lebih dahulu berpuasa, karena beliau memiliki landasan hukumnya sendiri. Namun yang seringkali luput dari riwayat cerita ini adalah soal Kiai Hasyim Asy’ari yang melarang Kiai Maksum Aly untuk menfatwakannya kepada khalayak umum. “Silahkan mulai Poso, tapi Ojo disiar-siarno (ajak-ajak)..!”, pesan Kiai Hasyim. Saya dapat cerita di atas dari Kiai A. Musta’in Syafi’i dan Kiai A. Syakir Ridlwan.

Kira-kira, apa motif hukum Kiai Hasyim yang melarang Kiai Maksum Aly untuk menfatwakan pendapatnya?. Hanya sekedar menerka, mungkin kira-kira begini. Biarlah kaum muslimin yang awam mengikuti putusan resmi NU, supaya perbedaan putusan fatwa awal Ramadan ini tidak ditangkap oleh kaum awam sebagai hukum yang simpang siur, yang membingungkan masyarakat, dan berpotensi memecah belah jamaah.

Meski begitu, ternyata ditemukan ada santri Tebuireng yang mengikuti pendapat Kiai Maksum Aly. Santri tersebut adalah Haji Shufri, santri kepercayaan Kiai Hasyim dalam urusan diplomasi. Saya mendapat cerita ini dari Gus Ghofar yang dibilangi langsung oleh Prof. Dr. Moh. Ali Haidar, anak dari H. Shufri. Saat diketahui jika ia mulai berpuasa, Kiai Hasyim Asy’ari pun bertanya, “mengapa kok sudah berpuasa Ramadan?”. Jawab santai H. Shufri, “saya ikut pendapat Kiai Maksum Aly Yai…!”. Mendengar itu, apa respon Kiai Hasyim? Marah?,  tentu tidak. Kiai Hasyim hanya berpesan, seperti pesan beliau kepada Kiai Maksum Aly, silahkan puasa, asal jangan ngajak-ngajak yang lain.

Memang dalam kalangan ulama fikih, ada hukum-hukum yang yuftaa bih (difatwakan), dan ada hukum-hukum yang laa yuftaa bih (tidak difatwakan), melainkan hukum tersebut hanya diamalkan secara pribadi-pribadi, berdasarkan logika hukumnya sendiri. Dalam hal ini, pendapat rukyah Kiai Hasyim dipandang masyhur di kalangan umat Islam Indonesia kala itu, sedangkan pendapat hisab Kiai Maksum dipandang yang menyendiri (syadz) sehingga tidak boleh difatwakan oleh Kiai Hasyim. Syaikh al-Dusuqy dalam hasyiyah ‘alaa al-Syarh al-Kabir li al-Syaikh al-Dardiir, dan Syaikh al-Hathaby dalam Mawahib al-Jaliil li Syarh Mukhtashar Khalil mengatakan:

الفتوى إنما تكون بالقول المشهور أو الراجح من المذهب، وأما القول الشاذ والمرجح أي الضعيف فلا يفتى بهما، وهو كذلك؛ فلا يجوز الإفتاء بواحد منهما

“Sebuah fatwa ditetapkan dengan mengambil pendapat yang masyhur atau rajih (menurut jumhur) dari sebuah madzhab. Adapun pendapat yang syadz dan marjuh dan dhaif maka keduanya tidak difatwakan, dan fatwa pun begitu, tidak boleh fatwa diambilkan dari salah satu dari keduanya”.

Syaikh al-Hathaby dalam Mawahib al-Jaliil li Syarh Mukhtashar Khalil

Jika pendapat Kiai Maksum Aly dipandang Syadz, mengapa Kiai Hasyim Asy’ari masih memperbolehkan Kiai Maksum Aly mengamalkannya?. Tentu hal ini dikarenakan Kiai Maksum sendiri memiliki landasan dasar/dalil atas pendapatnya. Terlebih Kiai Maksum Aly memang seorang ahli falak yang kesohor di masanya. Sehingga perbedaan pendapat antara kedua kiai besar ini tidak perlu saling menggugurkan. Prof. Dr. Abdullah Sya’ban Aly dalam kitabnya Ikhtilaf al-Ulama fii Fahm al-Sunnah mengutip Imam Syufyan al-Tsauri berkata:

ما اختلف فيه الفقهاء ، فلا أنهى أحداً من إخواني أن يأخذوا به.

“Suatu perkara yang masih diperselisihkan para ahli fikih, maka aku tidak akan melarang salah seorang dari teman-temanku untuk mengambil pendapat itu”

إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه

“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau melarangnya.”

Imam Syufyan al-Tsauri

Perkenan Kiai Hasyim Asy’ari kepada Kiai Maksum Aly menjadi tanda kematangan pemahaman beliau atas perkara-perkara keagamaan. Meski Kiai Hasyim Asy’ari berposisi sebagai guru Kiai Maksum, mertua Kiai Maksum, dan pimpinan tertinggi Kiai Maksum dalam struktur Nahdlatul Ulama, namun Kiai Hasyim lebih memilih memandang Kiai Maksum sebagai seorang alim ulama yang memiliki pandangan keagamaannya sendiri. Kiai Hasyim tidak egois dan merasa superior, karena itu Kiai Hasyim tidak memaksakan pendapatnya kepada Kiai Maksum untuk diamalkan. Sebagaimana Imam Abu Hanifah yang pernah berkata:

 هذا الذي نحن فيه رأي، لا نجبر أحداً عليه، ولا نقول: يجب على أحدٍ قبوله بكراهة، فمن كان عنده شيء أحسن منه فليأت به.

“Keputusan hukum yang kita ambil ini adalah sebuah pendapat, kita tidak akan memaksakannya kepada seseorang, dan kita tidak akan berkata: wajib kepada salah seorang untuk menerimanya dengan rasa enggan, maka barang siapa yang memiliki pendapat yang lebih bagus, hendaklah ia mengambilnya.”

Imam Abu Hanifah

Inilah bentuk keindahan dalam beragama, rahmat dalam perbedaan. Untuk berada dalam level ini, seorang alim tidak akan cukup dengan ilmunya, namun juga diperlukan piranti hikmah dan adab di dalamnya. Untuk itu, mungkin bisa kita mulai dari diri kita masing-masing, teman-teman yang sedang belajar, hendaknya tidak diniati hanya agar menjadi orang yang alim allamah, perlu juga diniati untuk menghilangkan kebodohan, agar selalu merasa bahwa pasti selalu ada yang lebih alim darinya, sebagai bentuk adab dalam mencari ilmu.

Wallahu A’lam

Tags: Hasyim Asy'arimasyayikh Tebuireng
Previous Post

Adab Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Dalam Mengkritik

Next Post

Imam An-Nasa’i dan Kitab Sunannya.

Mohamad Anang Firdaus

Mohamad Anang Firdaus

Dosen Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Related Posts

Mengawinkan Lintas Pemahaman Lewat Mudzakarah (Refleksi Khutbah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari)
Artikel Ringan

Mengawinkan Lintas Pemahaman Lewat Mudzakarah (Refleksi Khutbah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari)

by Muhammad Alamudin
November 15, 2024
Benarkah KH. Hasyim Asy’ari Seorang Plagiator? Statement dan Sanggahan
Artikel Ringan

Benarkah KH. Hasyim Asy’ari Seorang Plagiator? Statement dan Sanggahan

by IlHAM ZIDALHAQ
November 11, 2024
Metode Berfikir Fikih ala Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari
Artikel Ringan

Metode Berfikir Fikih ala Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari

by IlHAM ZIDALHAQ
November 8, 2024
Adab Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Dalam Mengkritik
Hasyimian

Adab Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Dalam Mengkritik

by Muhammad Ridwan
Maret 2, 2024
Next Post
Imam An-Nasa’i dan Kitab Sunannya.

Imam An-Nasa’i dan Kitab Sunannya.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

register akun perpus maha

Premium Content

Menyoal Shalawat dan Taradhdhi dalam Tarawih: Hadis dan Pandangan Ulama

Menyoal Shalawat dan Taradhdhi dalam Tarawih: Hadis dan Pandangan Ulama

Maret 11, 2025
Senyum; Refleksi Jiwa

Senyum; Refleksi Jiwa

September 23, 2023
Telaah ketiga: Menelisik Hadis Shahih pada Jenis, Pembagian dan Hukumnya

Telaah ketiga: Menelisik Hadis Shahih pada Jenis, Pembagian dan Hukumnya

Oktober 14, 2024

Browse by Category

  • Artikel
  • Artikel Ringan
  • Berita
  • biografi
  • Feminisme
  • Fikih Ibadah
  • Hadis Tematik
  • Hasyimian
  • Kajian Fikih
  • Kajian Hadis
  • Library Management System
  • Opini
  • Orientalis
  • powerpoint
  • Resensi
  • Review Literatur
  • Sejarah Hadis
  • tafsir dan ulum al-qur'an
  • Tasawuf dan Tarekat
  • Tekno
  • ulumul hadits
  • Uncategorized

Browse by Tags

ahli fiqih Alam artikel bumi dermawan dirasat asanid fikih hadis hadist Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari Hasyim Asy'ari ilmu hadis jurnal Kajianhadis kajian hadis kajianhadist kitab kritik hadis lingkungan ma'hadaly ma'had aly ma'hadalyhasyimasy'ari mahad aly mahad aly hasyim asyari Mahasantri masyayikh Tebuireng medsos Metodelogi Muhaddis musthalah hadits Nabi Nabi Muhammad NU OJS orientalis Puasa qur'an Ramadhan sahih bukhari muslim sanad sejarah Syamsul Maarif takhrij Tarawih Tebuireng
Nuskha

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Navigate Site

  • Account
  • Game Hadis
  • Koleksi Kitab Digital
  • Kontributor
  • Logout
  • My Profile
  • NUSKHA
  • Password Reset
  • Pendaftaran Akun Penulis
  • Perpus MAHA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Kajian Hadis
  • Kajian Fikih
  • Berita
  • Mulai menulis

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?