- Imam Bukhari: Seorang Ulama yang Cerdas dan Hafiz
Imam Bukhari adalah imamnya para muhadis dan seorang yang tidak diragukan ke-hafiz-annya, bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughiroh bin Bardazyah al-Bukhari (nisbah dari daerah bernama Bukhara). Lahir di Bukhara tahun 194 H. Beliau adalah pemuka ahli hadis pada zamannya, seorang yang diikuti pada masanya, dan orang yang diunggulkan diantara ulama se-zamannya.[1]
Pada usia yang cukup dewasa, beliau sudah melakukan perjalanan mencari ilmu. Bila terdengar di suatu tempat ada seorang muhaddis atau alim, pasti dia tidak akan melewatkannya. Sering ia melakukan perjalanan jauh hanya untuk mendengarkan satu buah hadis, sehingga daya ingat otaknya penuh dengan hafalan hadis yang diterima dari semua gurunya. Dalam ‘Biografi Imam Bukhari’ karya Prof. DR. Yahya Ismail menyebutkan bahwa guru imam Bukhari sampai 4.000 an guru.[2]
Hidupnya didarma baktikan sepenuhnya untuk ilmu. Siang dan malam ia selalu menyelami ilmunya dengan bertafakur. Jika malam telah larut, ia menyalakan perapian sehingga dapat menulis atau membacakan hadis yang dia hafal kepada para murid. Setelah larut malam, ia tidur sebentar. Bila ia terjaga karena ada suatu hal yang hendak ditulis, ia akan bersegera menuliskannya. Ulama di zamannya bersepakat bahwa beliau adalah pelopor tak tertandingi dalam ilmu hadis. Bahkan banyak dari gurunya yang malah murojaah hafalan kepadanya. Banyak pula yang mentashihkan kitab kepadanya.
Mereka para guru merasa bangga telah mengajarkan karya yang telah mereka miliki kepadanya. Mereka juga bangga bila ada sedikit kesalahan dibetulkan olehnya. Para guru sang imam tidak mempermasalahkan status Bukhari sebagai murid mereka sebelumnya. Sebab, tujuan dalam koreksi kitab dan hafalan semata-mata karena ilmu. Tidak ada sedikitpun terlintas hal-hal bersifat ke’aku’an dan keduniaan. Hasil kecerdasan dan hafalan yang menakjubkan inilah yang kemudian menjadi sebuah karya yang monumental, kitab Shahih Bukhari.
Kitab yang disepakati oleh para ulama sebagai kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an. Karya monumentalnya ini dikerjakan selama 16 tahun. Hadis yang tertulis di dalamnya merupakan hasil seleksi dari 600 ribu hadis. Beliau sendiri berkata, “Tidak ada satu hadis pun yang aku tulis dalam kitab tersebut, kecuali terlebih dahulu aku mandi dan shalat dua rakaat. Hadis yang ada di dalamnya merupakan hasil periwayatan dari seribu guru. Seringkali hadis yang aku riwayatkan di Bashrah, aku tuliskan di Syam. Sering juga riwayat yang aku dengar di Syam, aku tulis di Mesir.”[3]
Imam Bukhari: Seorang Ulama Kaya Raya dan Zuhud
Selain seorang alim yang mencurahkan hidupnya untuk ilmu, agama dan sunah, imam Bukhari juga seorang yang kaya raya dan reperesentasi kaum kaya pada zamannya. Tetapi, dengan kekayaannya tersebut ia termasuk dalam deretan orang ahli ibadah kelas wahid, seorang zuhud kelas satu dan sangat tawadlu.[4]
Dalam sejarah biografi para muhaditsin, banyak kita dapati bahwa mereka (ahli hadits) dalam mencari satu riwayat Hadits saja, penuh dengan pengorbanan yang luar biasa, tak hanya harta, tetapi juga jiwa dan raga. Begitupun dengan Imam Bukhari, dengan harta yang melimpah, semua itu ia habiskan hanya untuk Agama dan sunah. Demi menempuh jarak bermil-mil, tentu butuh biaya yang cukup bahkan besar, itu semua hanya untuk mencari satu demi satu Hadits Nabi.[5]
Kiranya benar, bahwa tidak ada ilmu dalam peradaban manusia yang serupa dengan ilmu Hadits. Tidak ada umat lain yang mampu meriwayatkan semua yang diucapkan oleh Nabi-nya, menjelaskan keadaannya sepanjang masa, menjelaskan siapa saja (murid) yang meriwatkannya, siapa saja (guru) yang dijadikan pijakan sumber riwayatnya, siapa saja mata rantai (isnad) yang digunakan dalam transmisi periwayatan antara guru dengan murid. Semua itu membutuhkan waktu yang lama dan perjalanan yang panjang. Dan itu hanya ada pada ilmu Hadits.
Bila sebentar kita renungi, betapa kuat dan besarnya tekad para ahli Hadits terutama imam Bukhari dalam mencari, melestarikan, menjaga hadis Nabi. Bahkan bila kita tempatkan sekaligus bandingkan sosok imam Bukhari dan karyanya ini dalam skala yang lebih luas, terutama dalam kekayaan khazanah keilmuan Islam secara umum, barangkali sangat menarik apabila kita kutip pernyataan sekaligus pengakuan Ibnu Taimiyah tatkala ia mencoba meraba-raba kekayaan Islam sesunggguhnya, “Sebenarnya berapa banyak jumlah karya para sarjana Muslim saat ini?”.
Ia melanjutkan, “Amat banyak, tetapi dari berjuta-juta karya sarjana Muslim tersebut, semuanya tidak ada yang menandingi kemasyhuran, keutamaan, dan kebesaran karya Imam Bukhari. Sebuah karya yang ditempatkan pada urutan kedua setelah al-Qur’an; karya yang dijadikan hujjah di hadapan Allah Swt. dan karya yang dijadikan referensi kehidupan, baik di dunia maupun akhirat.“
Mudah-mudahan Allah merahmati imam Bukhari dengan rahmatnya yang luas dan mencurahkan anugerah-Nya kepada kita yang membaca dan mempelajari kitabnya. Amin!
Wallahu Alam.
2. Imam Muslim dan Karyanya
Imam Muslim bin al-Hajjaj adalah seorang imam besar, disebut hafiznya para huffaz. Bernama asli Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia lahir di Naesabur tahun 204 H. Ketika usianya 12 tahun yaitu pada tahun 218 H imam Muslim kecil sudah memulai perjalanannya untuk menimba ilmu Hadits. Dalam mempelajari Hadits, ia mengembara kebeberapa daerah seperti Irak, Hijaz, Syam dan Mesir, tentu untuk menemui seluruh ahli hadits yang ada di berbagai daerah tersebut. Ia juga belajar kepada ahli Hadits terdahulunya yang namanya sangat masyhur dalam dunia Islam, yakni Imam Bukhari dari Bukhara.
Dengan sifat tawadhu para ulama dan hafiz pada zaman itu, banyak dari mereka tak ragu mengambil riwayat dari imam Muslim, termasuk para temannya sendiri, seperti Abu Hatim ar-Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salmah, at-Tirmidzi, dan lainnya. Atas dasar kekaguman, mereka sepakat atas keagungan, keimanan, ketinggian, kealiman, dan pengusaan dalam bidang Sunah kepada Imam Muslim.
Bukti paling besar yang menunjukkan hal tersebut adalah karya monumentalnya, adalah kitab al-Jami al-Shahih, atau yang kita kenal dengan nama Shahih Muslim, di mana keindahan penulisannya, ringkasan jalur-jalur hadistnya yang tidak lebih dan tidak kurang, kehati-hatiannya dalam mengubah sanad ketika mendapatkan kesepakatan (tanpa dilebih-lebihkan), perhatinnya terhadap riwayat yang berasal dari para mudallis, dan yang lainnya.
Itulah yang menjadikan kitabnya begitu terkenal.[6] Shahih Muslim sendiri memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan, sedangkan dengan pengulangan sebanyak 7275 hadits. Kitabnya sendiri disusun berdasarkan bab-bab fiqih, hanya saja, beliau tidak menyebutkan kata pengantar untuk setiap bab, mungkin agar kitab tersebut tidak terlalu tebal. Selanjutnya Imam Nawawi sebagai pen-syarah yang nantinya memberikan kata pengantar untuk setiap babnya, dengan gaya bahasa yang pas dan sangat baik.
Banyak para Ulama ahli hadits yang memuji Imam Muslim, misalnya Ahmad bin Salamah berkata: “Aku mendengar Abu Zar’ah dan Abu Hatim menggunggulkan Muslim di atas guru-guru yang sezaman denganya dalam mengetahui hadits shahih”
Ishaq bin Manshur juga pernah berkata kepada Muslim: “Kami tidak akan kehilangan kebaikan, selama Allah Swt. masih memberimu umur panjang bagi kaum muslimin.”[7]
Mengapa Imam Muslim menulis kitab al-Jami’ as-Shohih?
Ada dua faktor yang mendorong Imam Muslim yang pada akhirnya menulis kitab al-Jami’ as-Shahih ini, yang kita kenal dengan nama Shohih Muslim.
Pertama, tentu untuk mengumpulkan hadits-hadist shahih yang muttashil dengan Rasulullah Saw. Yang di dalamnya memuat hukum-hukum agama, sunah-sunah beliau, dan lainnya. Juga untuk memisahkan antara hadits-hadits shahih dengan yang dhaif, sebab pada masa itu hadits-hadits masih bercampur aduk antara yang shahih dengan yang dhoif. Bahkan dengan hadits palsu sekalipun.
Kedua, Imam Muslim melihat pengaruh para tukang dongeng, orang-orang zindik, dan para sufi yang tidak mengerti, yang menipu orang awam, mengarahkan mereka dalam hal-hal yang munkar dan menyesatkan mereka dengan mitos-mitos. Imam Muslim ingin menarik orang-orang awam ini dari kegelapan menuju cahaya dan memberikan kepada mereka sebuah kitab yang berisi hadits-hadits shahih dari Rasulullah Saw. Dengan demikian hati mereka akan tertarik dan meningggalkan kelompok sesat tersebut.[8]
Sepanjang hidupnya, imam Muslim telah banyak menghasilkan karya-karya yang hingga sekarang masih digunakan referensi dan rujukan bagi umat Islam, di antara kitab-kitab karangan beliau adalah: Al-Jami as-Shahih, al-Musnad al-Kabir ala Rijal, al-Jami’ al-Kabir, al-Asma wa al-Kuna, al-‘Ilal, Awham al-muhadditsin, al-Tamyiz, al-mukhadramain, Awlad al-sahabah, dan banyak lainnya.
Pada suatu sore di hari ahad, tanggal 24 Rajab 261 H, sang Hafidz pun tutup usia. Tuhan sudah merindukannya. Sang Imam pun wafat pada usia 57 tahun di kota Naisabur.[9]
Sebagai penutup, saya berharap (walaupun tidak 100 persen) kita bisa meniru semangat dan ghirrah para muhadisin dalam mempelajari sunah Nabi dan agama Islam.
Sekian, Wallahu Alam.
[1] Abu Zahw, Hadits Muhadditsun, lihat:hal. 303-304.
[2] Yahya Ismail, Biografi Imam Bukhari, lihat: hal. 19
[3] Tarikh Baghdad, Juz 2, hal. 11
[4] Yahya Ismail, Biografi Imam Bukhari, lihat: hal. 12
[5] Yahya Ismail, Biografi Imam Bukhari, lihat: hal. 14
[6] Abu Zahw Hadist Muhadditsun, hal. 306
[7] Ibid hal. 307
[8] Ibid hal. 329
[9] Ibid hal. 307
Penulis merupakan mahasantri semester 2
Editor: Alfiya Hanafiyah