Sebelum kita bahas, simak dulu yuk, Surat An-Nur ayat 26 berikut:
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.”
Ayat ini banyak diambil kesimpulan oleh sebagian pendakwah yang mana kita tidak bisa membenarkan dan menyalahkan seratus persen karena yang mereka sampaikan itu juga disampaikan para ulama’ dulu, misal: orang baik itu jodohnya orang baik, dalilnya apa? وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ. Perempuan-perempuan yang baik mendapatkan laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik mendapatkan perempuan-perempuan yang baik. Sebaliknya, orang buruk itu jodohnya orang buruk, dalilnya adalah اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِ. Itu yang mungkin sering kita dengar dari beberapa pendakwah tentang ayat ini yang berkesimpulan bahwa jodoh adalah cerminan diri sendiri.
Kalau kita mendengar hal itu, boleh kita percaya, tapi boleh juga kita tidak percaya. Kenapa? Jika kita percaya, berarti kita menganggap mereka mengambil dasar dari pendapat para ulama seperti yang mereka katakan tadi. Jika kita tidak percaya, kita tidak boleh menyalahkan al-Qur’an, tapi hanya tidak percaya dengan pendapat mereka karena ada ulama lain yang berpendapat tidak seperti itu. Lalu bagaimana kita menyikapi ayat ini?
Jalan tengah
Coba kita nalar,
- Kita beri makna seperti ini, اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِ: Perbuatan-perbuatan keji itu dimiliki oleh orang-orang yang buruk, dan orang-orang buruk itu milik perbuatan-perbuatan yang buruk. Kalau orang sudah buruk, pasti perbuatan dan perkataannya buruk, membuat orang lain merasa tidak nyaman. Begitu pula sebaliknya, وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ Perbuatan-perbuatan baik itu dimiliki oleh orang-orang yang baik, dan orang-orang baik itu milik perbuatan-perbuatan yang baik. Inilah nalar pertama untuk ayat ini.
- Kita jadikan makna ayat ini “Perempuan-perempuan yang baik mendapatkan laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik mendapatkan perempuan-perempuan yang baik. Sebaliknya, orang buruk itu jodohnya orang buruk.” Jadi, di al-Qur’an itu ada ayat-ayat yang menjelaskan tentang hukum, ada yang menjelaskan tentang Waqi’ul Hal (terjadinya suatu keadaan/kenyataan). Jadi, ayat ini lebih menjelaskan tentang kenyataan, atau kebiasaannya. Biasanya orang yang buruk dapatnya orang yang buruk, dan orang baik dapat jodoh orang yang baik juga. Hal ini menurut skala kenyataan atau umumnya. Ayat ini hanya bicara tentang kenyataan atau umumnya, bukan memastikan atau menghukumi bahwa orang baik jodohnya orang baik dan orang buruk jodohnya pasti orang buruk.
﴿ٱلۡخَبِیثَـٰتُ﴾ مِنْ النِّسَاء وَمِنْ الْكَلِمَات ﴿لِلۡخَبِیثِینَ﴾ مِنْ النَّاس ﴿وَٱلۡخَبِیثُونَ﴾ مِنْ النَّاس ﴿لِلۡخَبِیثَـٰتِۖ﴾ مِمَّا ذُكِرَ ﴿وَٱلطَّیِّبَـٰتُ﴾ مِمَّا ذُكِرَ ﴿لِلطَّیِّبِینَ﴾ مِنْ النَّاس ﴿وَٱلطَّیِّبُونَ﴾ مِنْهُمْ ﴿لِلطَّیِّبَـٰتِۚ﴾ مِمَّا ذُكِرَ أَيْ اللَّائِق بِالْخَبِيثِ مِثْله وَبِالطَّيِّبِ مِثْله ﴿أُو۟لَـٰۤىِٕكَ﴾ الطَّيِّبُونَ وَالطَّيِّبَات مِنْ النِّسَاء وَمِنْهُمْ عَائِشَة وَصَفْوَان ﴿مُبَرَّءُونَ مِمَّا یَقُولُونَۖ﴾ أَيْ الْخَبِيثُونَ وَالْخَبِيثَات مِنْ الرِّجَال وَالنِّسَاء فِيهِمْ ﴿لَهُم﴾ للطيبين والطيبيات ﴿مَّغۡفِرَةࣱ وَرِزۡقࣱ كَرِیمࣱ ٢٦﴾ فِي الْجَنَّة وَقَدْ افْتَخَرَتْ عَائِشَة بِأَشْيَاء مِنْهَا أَنَّهَا خُلِقَتْ طَيِّبَة وَوُعِدَتْ مَغْفِرَة وَرِزْقًا كَرِيمًا (تفسير الجلالين)
Asbabun Nuzul
حدثني يونس، قال: أخبرنا ابن وهب، قال: قال ابن زيد في قوله: ﴿الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ﴾ قال: نزلت في عائشة حين رماها المنافق بالبهتان والفرية، فبرأها الله من ذلك. وكان عبد الله بن أُبيّ هو خبيث، وكان هو أولى بأن تكون له الخبيثة ويكون لها، وكان رسول الله ﷺ طيبا، وكان أولى أن تكون له الطيبة، وكانت عائشة الطيبة، وكان أولى أن يكون لها الطيب ﴿أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ﴾ قال: هاهنا برّئت عائشة ﴿لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ﴾ . (تفسير البغوي)
“Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah: ‘Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), sedang wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.’ Dia (Ibnu Zaid) berkata: Ayat ini diturunkan mengenai Aisyah ketika orang-orang munafik menuduhnya (dengan tuduhan keji), maka Allah membersihkannya dari tuduhan itu. Dan Abdullah bin Ubay adalah orang yang keji, dan dia lebih pantas untuk bersanding dengan wanita yang keji, sedangkan Rasulullah Saw adalah orang yang suci, dan lebih pantas untuk bersanding dengan wanita yang suci. Dan Aisyah adalah wanita yang suci, dan lebih pantas untuk bersanding dengan laki-laki yang suci. ‘Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang kepadanya; bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.'”
Intinya, ayat ini menjelaskan tentang Sayyidatuna Aisyah radliyallahu ‘anha ketika beliau difitnah oleh beberapa orang munafiq bahwa beliau berselingkuh dengan sahabat Shofwan bin Al Mu’aththal. Akhirnya ini masyhur dengan istilah Hadisul Ifki (cerita kebohongan) yaitu orang munafiq memfitnah istri Rasulullah berselingkuh dengan salah seorang sahabat. Ini meupakan kebohongan yang sangat besar, sehingga Allah memberi klarifikasi dengan ayat ini, bahwa orang-orang yang baik dapatnya orang yang baik, Sayyidah Aisyah adalah orang yang baik, maka pantas mendapat jodoh Rasulullah. Kalau orangnya baik, tentu saja perkataa dan perbuatannya baik. Sebaliknya, orang yang memfitnah Sayyidah Aisyah adalah orang yang buruk, dan perkataannya pun buruk, dibuktikan dengan fitnah tersebut.
Lalu, benarkah jodoh itu cerminan diri sendiri?
Tidak semua orang baik jodohnya orang baik dan tidak semua orang buruk jodohnya orang buruk, seperti istri Nabi Nuh (Wa’ilah/Wali’ah) dan istri Nabi Luth (Wahilah/Walihah), mereka berdua adalah istri Nabi yang tentunya Nabi adalah orang yang baik, tetapi mereka munafiq. Sedangkan Fir’aun adalah orang yang buruk, tapi istrinya (Asiyah bintu Muzahim) beriman kepada Allah Swt. dan bahkan berdoa kepada Allah agar dibangunkan sebuah rumah di surga. Sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an:
ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا لِّلَّذِینَ كَفَرُوا۟ ٱمۡرَأَتَ نُوحࣲ وَٱمۡرَأَتَ لُوطࣲۖ كَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَـٰلِحَیۡنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَیۡـࣰٔا وَقِیلَ ٱدۡخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّٰخِلِینَ (10) وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا لِّلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِی عِندَكَ بَیۡتࣰا فِی ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِی مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِی مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّـٰلِمِینَ (11) (سورة تحريم).
“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh, dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”
Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
Sekian pembahasan kami yang jauh dari kesempurnaan. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.
Penulis merupakan mahasantri semester 4
Editor: Alfiya Hanafiyah