![](https://i0.wp.com/perpus.tebuireng.ac.id/wp-content/uploads/2024/09/WhatsApp-Image-2024-09-30-at-14.59.48-1.jpeg?resize=1024%2C576&ssl=1)
Dalam konteks kehidupan beragama dan sosial, pendekatan holistik (menyeluruh) menjadi sangat penting untuk memahami seluruh aspek kehidupan manusia. Pendekatan ini tidak hanya mencakup dimensi spiritual, tetapi juga mencakup interaksi sosial, kesehatan mental, serta aspek fisik dan emosional. Dengan memperhatikan panjang, lebar, dan kedalaman kehidupan, pendekatan ini memberikan kerangka yang komprehensif untuk menavigasi berbagai tantangan dan hubungan yang dihadapi individu dalam masyarakat. Selain itu, pendekatan yang seimbang dan mudah juga menjadi pilar utama dalam memastikan bahwa praktik keagamaan dan interaksi sosial berlangsung secara harmonis, tanpa menimbulkan kesulitan bagi umat.
Pendekatan Holistik (menyeluruh):
Pendekatan ini ditandai dengan “cakupan menyeluruh atas seluruh aspek kehidupan manusia, baik secara panjang, lebar, maupun dalam.” Yang dimaksud dengan panjang adalah cakupan waktu dan vertikal, yang meliputi kehidupan manusia dari kelahiran hingga kematian, bahkan sejak fase janin hingga setelah kematian.
Yang dimaksud dengan lebar adalah cakupan horizontal, yang mencakup semua bidang kehidupan. Sehingga, petunjuk kenabian hadir di rumah, di pasar, di masjid, di jalan, di tempat kerja, dalam hubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan keluarga, serta dengan orang lain. Baik yang Muslim maupun non-Muslim, bahkan dalam hubungan dengan manusia, hewan, dan benda mati.
Yang dimaksud dengan dalam adalah cakupan ke dalam lubuk kehidupan manusia. Ini mencakup tubuh, akal, dan jiwa, serta merangkul aspek lahir dan batin, mencakup perkataan, perbuatan, dan niat.
Pendekatan yang Seimbang:
Pendekatan ini juga ditandai dengan keseimbangan, yaitu menyeimbangkan antara jiwa dan tubuh, antara akal dan hati, antara dunia dan akhirat, antara cita-cita dan kenyataan, antara teori dan praktik, antara hal gaib dan nyata, antara kebebasan dan tanggung jawab, antara individualitas dan kolektivitas, serta antara mengikuti tradisi dan inovasi.
Pendekatan ini adalah pendekatan moderat untuk umat yang moderat. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw. melihat sebagian sahabatnya cenderung kepada sikap berlebihan atau kelalaian, beliau segera mengarahkan mereka dengan tegas kembali kepada jalan tengah, serta memperingatkan mereka akan bahaya dari sikap ekstrem dan kelalaian.
Beliau juga menegur tiga orang sahabat yang bertanya tentang ibadah beliau, seakan-akan mereka menganggap ibadah mereka kurang dan tidak memuaskan hasratnya dalam beribadah. Salah seorang dari mereka berniat untuk berpuasa terus-menerus tanpa berbuka, yang lain bertekad untuk shalat malam tanpa tidur, dan yang ketiga berjanji untuk menjauhi wanita dan tidak menikah.
Ketika Rasulullah saw. mendengar ucapan mereka, beliau bersabda:
أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لِكُنِّي أَصُومُ وَأَفْطِرُ وَأَصَلِّي وَأَرْقُدُ وَا تَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. أخرجه البخاري
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya di antara kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat malam dan tidur, dan aku menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari, No. 4700)
Lalu ketika Rasulullah saw. melihat juga Abdullah bin Amr yang berlebihan dalam berpuasa, shalat malam, dan membaca Al-Qur’an, beliau mengarahkan Abdullah agar kembali pada sikap moderat dengan bersabda:
فَإِنَّ لجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا. أخرجه البخاري
“Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu (yakni untuk beristirahat), matamu memiliki hak atasmu (yakni untuk tidur), keluargamu memiliki hak atasmu (yakni untuk dinikmati dan dibahagiakan), dan tamumu memiliki hak atasmu (yakni untuk dihormati dan diajak berinteraksi).” [HR. Bukhari, No. 1848]
Dr. Yusuf al-Qardhawi berkata dalam kitab al-Madkhol ad-Dirasati as-Sunnah nya, mengenai maksud dari kalimat di atas adalah:
.يعني: فأعط كل ذي حق حقه
“Berikanlah hak yang seimbang kepada setiap orang yang berhak mendapatkannya.”
Pendekatan yang Mudah:
Salah satu ciri dari pendekatan ini adalah mengenai kemudahan, kesederhanaan, dan sifat tolerannya. Dalam kitab-kitab terdahulu seperti Taurat dan Injil, Rasulullah saw. digambarkan sebagai sosok yang tidak mempersulit ummat.
يأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَاكَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ . الأعراف : 157
“Ia (Rasulullah saw.) menyuruh mereka kepada kebaikan dan melarang kemunkaran, menghalalkan bagi mereka hal-hal yang baik dan mengharamkan bagi mereka hal-hal yang buruk, dan melepaskan beban dari belenggu yang ada pada mereka.” [QS. Al-A’raf: 157]
Dalam kitab al-Madkhol ad-Dirasati as-Sunnah milik Dr. Yusuf al-Qardhawi dijelaskan bahwa, bila kita renungi kembali, dalam sunah Nabi tidak ada sesuatu yang memberatkan umatnya. Baik dalam hal beragama ataupun membuat umatnya merasa kesulitan dalam menjalani kehidupan dunia. Bahkan, Rasulullah saw. sendiri menyatakan:
.إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاتٌ
“Sungguh, aku adalah rahmat yang diutus untuk manusia.”
Menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi, ucapan ini merupakan penjelasan atas ayat:
وَمَا أَرْسَلْتُكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَلَمِينَ} الأنبياء: 107}
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” [QS. Al-Anbiya:107]
Ditambah dengan hadis-hadis yang dinukil oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ اللّٰهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثْنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا. أخرجه مسلم.
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai seorang yang mempersulit dan mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar yang membawa kemudahan.” [HR. Muslim, No. 1478]
Ketika beliau mengutus Abu Musa dan Mu’adz ke Yaman, beliau memberikan kepada mereka nasihat yang singkat namun mencakup banyak hal:
يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا، وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا. أخرجه البخاري
“Permudahlah dan janganlah mmepersulit, gembirakanlah dan jangan menakut-nakuti, bersatulah dan janganlah berselisih.” [HR. Bukhari, No. 2827]
Beliau juga mengajarkan kepada umatnya:
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا، وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا. أخرجه البخاري
“Permudahlah dan janganlah mempersulit, gemberikanlah dan janganlah menakut-nakuti.” [HR. Bukhari, No. 68]
Terakhir, mengenai misi risalahnya, berliau bersabda:
.ويقول عن رسالته: إِنِّي بُعِثْتُ بِحَنِّيفِيَّةٍ سَمْعَةٍ
“Aku diutus dengan ajaran yang lurus dan toleran (penuh kemudahan).”
Kesimpulan
Secara keseluruhan, pendekatan holistik, seimbang, dan mudah yang ditawarkan dalam kehidupan beragama -Islam khususnya- memberikan panduan yang jelas dan komprehensif untuk umat manusia. Dengan mengedepankan keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan dan menerapkan prinsip kemudahan, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih harmonis dan bermakna. Melalui teladan Rasulullah saw., umat diajarkan untuk memberikan hak kepada setiap elemen kehidupan secara seimbang, serta menghindari sikap ekstrem dalam beribadah. Dengan demikian, pendekatan ini tidak hanya relevan untuk konteks spiritual, tetapi juga untuk interaksi sosial yang lebih luas, sehingga menciptakan masyarakat yang lebih saling menghargai dan penuh toleransi.
Semoga bermanfaat.
Wallahua’lam
Penulis merupakan mahasantri semester 3 (Angkatan Syalmahat)
Editor: Vigar Ramadhan Dano M. D.