Di tiga telaah sebelumnya, kita sudah membahas tentang hadis shahih, pembagian, jenisnya, dan lain sebagainya. Dan di telaah ke-empat ini, kita akan sedikit mengulas tentang salah satu jenis hadis, yakni hadis Hasan. Seperti apa isinya, mari kita bahas. Sifat musyabbahah dari kata al-husnu yang berarti keindahan adalah pengertian Hasan secara bahasa. Sedangkan secara istilah adalah hadis yang posisinya berada di pertengahan antara hadis shahih dan dhaif. Namun, sebagian ulama berbeda pendapat dalam definisi hadis hasan sendiri. Sebagai refrensi wawasan saja, disini saya akan sebutkan beberapa definisi hadis hasan:
- Al-Khattabi: Hadis hasan adalah hadis yang diketahui jalurnya, populer rawi-rawinya, dan hal tersebut merupakan sifat kebanyakan hadis, juga diterima oleh mayoritas ulama, dan dipakai kebanyakan pakar fikih.
- At-Tirmidzi: Hadis yang di dalamnya tidak ada rawi yang dituduh berdusta, tidak syadz.
- Ibnu Hajar: Hadis shahih yang lemah hafalan rawinya.
Bagi Mahmud ath-Thahhan ini adalah defisini paling baik tentang hadis hasan. Sebab dalam defisini Khattabi sangat banyak kritikan dari berbagai sisi, adapun definisi at-Tirmidzi adalah mengenai jenis lain dari hadis hasan yaitu hasan lighairihi,yang seharusnya didefinisikan adalah hasan lidzatihi, karena asal dari hasan lighairihi adalah hadis dhaif, kemudian menjadi hadis hasan karena tertutup kelemahannya.
Syarat Hadis Hasan Ada Lima:
- اتصال السند: Sanadnya harus bersambung.
- عدالة الراوي: Perawi harus orang yang adil.
- ضبط الراوي: Perawi memiliki tingkat ketelitian yang baik, meskipun tidak setinggi perawi hadis shahih.
- انتفاء الشذوذ(Kejanggalan): Tidak terdapat kejanggalan dalam sanad atau matan hadis.
- انتفاء العلة القادحة (Cacat Tersembunyi): Tidak ada cacat tersembunyi yang bisa merusak hadis.
Jenis Hadis Hasan terbagi menjadi dua:
- Hasan Lizatihi: Hadis yang pada dasarnya memenuhi kriteria, walaupun kualitasnya tidak mencapai derajat hadis shahih.
- Hasan Lighairihi: Hadis yang sebenarnya mengandung kelemahan ringan tetapi menjadi hasan karena didukung oleh riwayat lain yang sejenis.
Contoh Hadis Hasan Lidzatihi:
ما أخرجه الترمذي قال: ثنا بندار، ثنا يحيى بن سعيد القطان، ثنا بهز ابن حکیم، قال: حدثني أبي، عن جدي قال: {قُلْتُ: يَا رَسُولَ الله مَنْ ابر؟ قَالَ: أُمَّكَ، قُلْتُ : ثُمَّ مَنْ قَالَ: «أُمْكَ، قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبَاكَ ثُمَّ الأَقْرَبُ فَالْأَقْرَبُ.
“Telah meriwayatkan kepada kami Bundar, dari Yahya bin Sa’id al-Qaththan, dari Bahz bin Hakim, yang berkata: Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, yang berkata: Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapa yang harus aku hormati?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Beliau menjawab, ‘Kemudian ayahmu, kemudian yang paling dekat dan yang berikutnya paling dekat.’”
Imam Tirmidzi menyatakan bahwa hadis ini hasan. Sementara itu, Syu’bah pernah mengkritik Bahz bin Hakim, tetapi ia tetap dianggap tsiqah (terpercaya) oleh para ahli hadis.
Penjelasan mengenai keadaan (status) para perawi dalam sanad hadis yang disebutkan:
- Bundar: Tsiqah (terpercaya)
- Yahya al-Qaththan: Tsiqah (terpercaya)
- Bahz bin Hakim : Shaduq (jujur)
Bahz bin Hakim dikenal sebagai perawi yang jujur, tetapi ia tidak mencapai tingkatan perawi yang sangat kuat hafalannya seperti perawi hadis shahih. Beberapa ulama hadis menilai bahwa periwayatannya masih dapat diterima, meskipun ada beberapa kritikan ringan terhadapnya.
- Hakim bin Mu’awiyah bin Haydah al-Qusyairi: Shaduq
Hakim juga dikenal sebagai perawi yang jujur, meskipun tidak mencapai derajat yang sangat tinggi dalam hafalan atau ketelitiannya. Riwayatnya dapat diterima, namun kedudukannya berada di bawah perawi yang sangat kuat dalam ketelitian seperti perawi hadis shahih.
- Mu’awiyah bin Haydah al-Qusyairi : Sahabat (Setiap sahabt dipastikan keadilannya).
Sebagai seorang sahabat Nabi, Mu’awiyah bin Haydah dianggap adil dan terpercaya. Dalam ilmu hadis, semua sahabat dianggap adil (terpercaya) sehingga riwayat mereka diterima tanpa perlu penilaian khusus tentang kredibilitas.
Dengan kondisi sanad seperti ini, hadis tersebut digolongkan sebagai hasan lizaatihi, yaitu hadis hasan karena kualitas perawinya memenuhi syarat kejujuran, meskipun tidak sampai pada derajat shahih.
Contoh Hadis Hasan Lighoirihi:
ما أخرجه الترمذي من طريق يحيى بن سعيد، عن المثنى بن سعيد، عن قتادة، عن عبد الله بن بريدة، عن أبيه، عن النبي ﷺ قال: المؤمِنُ يَمُوتُ بعرف الجبين
“Diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id, dari al-Mutsanna bin Sa’id, dari Qatadah, dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi ﷺ yang bersabda: ‘Seorang mukmin meninggal dengan dahi yang berkeringat.’”
Imam Tirmidzi menyatakan bahwa hadis ini hasan, meskipun beberapa ulama mengatakan bahwa Qatadah tidak diketahui pernah mendengar dari Abdullah bin Buraidah. Karena adanya keraguan mengenai kesinambungan sanad ini, hadis ini tidak mencapai derajat hasan lizaatihi.
Namun, hadis ini menjadi hasan lighairihi karena terdapat riwayat yang serupa dari Abdullah bin Mas’ud yang mendukung makna hadis ini, sehingga kedudukannya naik dari dhaif menjadi hasan lighairihi.
At-Tirmidzi berkata bahwa ada cacat dalam sanad hadis ini, yaitu adanya pemutusan antara Qatadah dan Abdullah bin Buraidah. Namun, ia mengklasifikasikan hadis tersebut sebagai baik (hasan) melalui jalur lain, serta adanya dukungan (mutaba’at) dari riwayat lain.
Penjelasan mengenai keadaan para perawi dalam sanad tersebut:
- Yahya bin Sa’id: Tsiqah (Seorang perawi yang dapat dipercaya)
- Al-Muthanna bin Sa’id: Tsiqah (Seorang perawi yang dapat dipercaya)
- Qatadah: Tsiqah (Seorang tabi’in yang terpercaya)
- Abdullah bin Buraidah: Seorang sahabat yang terpercaya dan kuat.
- Buraidah: Seorang sahabat yang juga dapat dipercaya.
Maka, hadis ini dengan sanad ini dianggap lemah karena adanya pemutusan antara Qatadah dan Abdullah bin Buraidah. Namun, hadis ini memiliki dukungan dari riwayat lain yang disebutkan oleh An-Nasa’i; ia telah mengeluarkannya dalam kitab Sunannya dari Muhammad bin Ma’mar, yang berkata:
النسائي؛ فقد أخرجه في سننه عن محمد بن معمره قال: حدثنا يوسف بن يعقوب، قال: حدثنا كهمس، عن ابن بريدة، عن أبيه، عن النبي ﷺ فذكره
‘Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Ya’qub, yang berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Khamis, dari Ibn Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi SAW, dan ia menyebutkan hadis tersebut.”
Hukum hadis hasan setara dengan hukum hadis shahih dalam konteks hukum, meskipun kekuatannya sedikit lebih rendah dibandingkan hadis shahih. Oleh karena itu, hadis hasan dijadikan dasar hukum oleh sebagian besar ahli fikih dan diamalkan dalam praktiknya.
Menggunakan hadis hasan sebagai dasar hukum juga merupakan pandangan yang dianut oleh mayoritas ahli hadis dan ahli usul fikih, kecuali bagi mereka yang memiliki pandangan ekstrem. Sebagian ahli yang lebih liberal bahkan mengklasifikasikannya sebagai jenis hadis shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah. Meskipun demikian, mereka tetap menyatakan bahwa derajat hadis hasan lebih rendah dibandingkan dengan hadis shahih, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan:
Hadis hasan, yang berada di antara hadis shahih dan dhaif, memiliki kedudukan penting dalam ilmu hadis dan hukum Islam. Meski tidak sekuat hadis shahih, hadis hasan tetap diakui dan digunakan sebagai dasar hukum oleh mayoritas ulama. Para ahli hadis membagi hadis hasan menjadi dua jenis, yaitu hasan lidzatihi, yang memenuhi kriteria minimal dalam perawinya, dan hasan lighairihi, yang kekuatannya meningkat berkat dukungan dari riwayat lain yang sejalan.
Perbedaan pandangan tentang definisi hadis hasan menunjukkan bahwa pengkategorian hadis melibatkan pertimbangan mendalam tentang kualitas perawi dan kesinambungan sanad. Syarat-syarat seperti keadilan dan ketelitian perawi, ketiadaan kejanggalan, dan bebas dari cacat tersembunyi adalah kriteria yang menjamin bahwa hadis hasan memiliki derajat yang cukup untuk diamalkan. Dalam praktiknya, meskipun kekuatannya di bawah hadis shahih, hadis hasan tetap memainkan peran krusial dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam dengan bijak dan akurat.
Pandangan tentang status hadis hasan sangat bervariasi; beberapa ulama bahkan menilai hadis ini setara dengan hadis shahih dalam konteks hukum. Namun, sebagian lainnya tetap menekankan bahwa hadis hasan memiliki derajat yang lebih rendah. Dengan demikian, penelitian mengenai hadis hasan bukan hanya sekadar akademis, tetapi juga penting dalam memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam secara tepat dan bijak.
Sekian dulu… Lanjut kembali di telaah selanjutnya.