Dengan menukil dari kitab al-Iḥyā’, dalam acara Ayyām Ḥujjah al-Islām al-Imām al-Ghazāli, Gus Baha menjelaskan bahwa ilmu akan semakin menarik dikaji ketika didiskusikan dan disajikan perkhilafannya. Hal ini tiada lain tiada bukan hanya bisa ditemukan dalam kajian mudzakarah. Dalam mudzakarah, para santri tidak hanya sekedar belajar bersama, namun lebih dari itu mereka membingkai kajiannya ini dengan suguhan referensi pendukung yang berbeda-beda, baik untuk mendukung kesamaan pandangan, menampilkan perbedaan, menyangkal pemahaman dan gojlok-gojlokan pun ikut menghiasi ciamiknya mudzakarah. Inilah yang menjadikan suasana mudzakarah semakin eksis dan membara.
Dalam suatu kesempatan, Hadratussyaikh pernah berkhutbah untuk menyemangati para santri, khususnya yang terkumpul dalam jam’iyah “Riyadhatut Thalabah”. Risalah khutbah ini penulis temukan dalam kitab yang berjudul Masa’il Jam’iyah al-Tulabah di website kumpulan koleksi manuskrip Nusantara Kemenag. Adapun isi khutbahnya adalah sebagai berikut:
خطبة حضرة الشيخ هاشم أشعري على أعضاء رياضة الطلبة
رسالة حارّة عن أهمية المذاكرة
الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين، أما بعد
فاعلموا يا اخواني أن المذاكرة بين الإخوان الطالبين جند من جنود الله تعالى يقوي بها الله تعالى المتعلمين في تعلمهم والمشهين في إنشائهم. وما المذاكرة بين الإخوان إلا كالنكاح للنسوان. فكما أن النكاح يورث النسل من أولاد الصلب كذلك المذاكرة تورث النسل في أولاد القلب. ونسل النكاح وجود الذرية ونسل المذاكرة وجود الفهوم الصائبة. وبالجملة المذاكرة ركن عظيم في طريقة الراغبين في تخصيل العلوم والفهوم. فاجمعوا قلوبكم على الله عن المذاكرة، واصبروا عليها فانه لا يلقاها إلا الصابرون، ولا يلقاها إلا ذو حظ عظيم
“Ketahuilah, wahai saudaraku sekalian, bahwa mudzakarah (diskusi) di antara para santri adalah salah satu tentara Allah yang dengan itu Allah memperkuat para penuntut ilmu dalam proses belajar mereka dan membangun kemampuan mereka. Mudzakarah di antara kalian itu layaknya pernikahan bagi para wanita. Seperti halnya pernikahan menghasilkan keturunan dari anak-anak fisik, mudzakarah juga menghasilkan keturunan berupa pemahaman dalam hati. Keturunan dari pernikahan adalah adanya keturunan secara fisik, sedangkan keturunan dari mudzakarah adalah adanya pemahaman yang benar. Secara keseluruhan, mudzakarah adalah pilar yang besar bagi mereka yang ingin memperoleh ilmu dan pemahaman. Maka, pusatkanlah hati kalian pada Allah dalam bermudzakarah, dan bersabarlah dalam menjalankannya, karena tidak ada yang mendapatkannya kecuali orang-orang yang sabar, dan tidak ada yang mendapatkannya kecuali mereka yang memiliki keberuntungan besar.”
Dari khutbah di atas, setidaknya terdapat empat poin yang ingin disampaikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari:
1. Mudzakarah adalah tentaranya Allah yang diutus kepada para santri.
- Pernyataan ini menegaskan pentingnya kolaborasi dalam menuntut ilmu. Seperti halnya tentara yang bersatu untuk mencapai tujuan bersama, para santri yang terlibat dalam mudzakarah saling membantu dan menguatkan dalam proses pembelajaran. Diskusi yang dilakukan di antara mereka menciptakan ikatan yang memperkuat pemahaman dan mengarahkan mereka menuju tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai pengetahuan yang hakiki dan mendalam.
2. Bagaikan pernikahan, mudzakarah merupakan kesempatan santri untuk mengawinkan lintas pemahaman.
- Analogi pernikahan di sini mencerminkan proses penyatuan dan kolaborasi antara berbagai pemikiran dan perspektif. Dalam konteks mudzakarah, santri diajak untuk berdiskusi dan berbagi pandangan mengenai berbagai aspek ilmu. Proses ini mirip dengan pernikahan, di mana dua individu dari latar belakang yang berbeda bersatu untuk membangun sesuatu yang baru. Dalam mudzakarah, santri saling “mengawinkan” pemahaman mereka, yang dapat melahirkan wawasan baru dan solusi yang lebih komprehensif terhadap masalah yang mereka hadapi. Pernyataan ini juga menunjukkan pentingnya keberagaman dalam pembelajaran. Dalam pernikahan, perbedaan antara pasangan dapat menjadi kekuatan yang memperkaya hubungan mereka. Demikian pula dalam mudzakarah, perbedaan pandangan dan interpretasi antar-santri dapat menciptakan diskusi yang lebih mendalam dan memperluas kapasitas pemikiran. Dengan “mengawinkan” lintas pemahaman, santri dapat menghasilkan pemikiran yang lebih holistik dan inklusif. Pada akhirnya, mudzakarah menjadi peluang untuk “mengawinkan” pemahaman juga mencerminkan proses pertumbuhan pribadi dan intelektual. Seperti halnya pernikahan yang memerlukan komitmen dan usaha dari kedua belah pihak untuk berkembang, demikian juga mudzakarah memerlukan keterlibatan aktif dan kesediaan untuk belajar dari orang lain. Inisiatif ini mendorong santri untuk mengembangkan sikap terbuka dan toleran, yang sangat penting dalam dunia yang kompleks dan beragam.
3. Mudzakarah juga menjadi rukun besar bagi kesuksesan santri dalam mencari ilmu.
- Diskusi antar-santri memungkinkan mereka untuk saling berbagi pengetahuan, memperdalam pemahaman, dan memperjelas konsep-konsep yang mungkin masih samar. Tanpa adanya mudzakarah, proses belajar bisa menjadi monoton dan kurang interaktif, yang dapat menghambat pemahaman yang lebih mendalam. Mudzakarah juga menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif. Dalam prosesnya, santri belajar untuk saling menghargai pandangan satu sama lain, yang membantu membangun rasa solidaritas dan komunitas. Diskusi yang aktif memungkinkan santri untuk mendalami berbagai sudut pandang dan memperluas kemampuan berpikir mereka. Ini sangat penting dalam pendidikan, karena pemahaman yang komprehensif sering kali muncul dari dialog yang hidup antara individu dengan latar belakang dan pengalaman yang berbeda.
4. Sabar dan penuh semangat merupakan kunci kesuksesan dalam bermudzakarah.
- Kombinasi antara kesabaran dan semangat menciptakan suasana belajar yang produktif. Ketika santri sabar menghadapi tantangan dan tetap semangat untuk belajar, mereka dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis yang lebih baik. Hal ini tidak hanya bermanfaat dalam konteks mudzakarah, tetapi juga dalam keseluruhan perjalanan mereka dalam menuntut ilmu.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat betapa pentingnya mudzakarah dalam pendidikan santri. Mudzakarah bukan hanya sekadar aktivitas diskusi, tetapi merupakan elemen vital yang memperkaya pengetahuan, membentuk karakter, dan memperkuat ikatan sosial di antara santri. Melalui proses ini, santri dapat saling berbagi pandangan, memperdalam pemahaman, dan mengasah kemampuan berpikir kritis. Mudzakarah menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif, di mana keberagaman ide menjadi sumber kekuatan. Selain itu, mudzakarah mengajarkan pentingnya kesabaran dan semangat dalam menuntut ilmu, mendorong santri untuk tetap gigih menghadapi tantangan. Dengan demikian, mudzakarah bukan hanya sarana untuk mencapai ilmu, tetapi juga jalan menuju pengembangan diri yang holistik, menjadikan setiap santri bukan hanya cerdas secara akademis, tetapi juga bijaksana dalam menjalani hidup.

Penulis merupakan mahasantri Marhalah Tsaniyah (Semester 3)
Editor: Vigar Ramadhan Dano M. D.