Nabia Abbot merupakan salah satu tokoh orientalis wanita yang lahir di Mardin, Turki. Keseharian Nabia disibukkan dengan mengkaji naskah-naskah kuno Arab dan kebudayaan awal Islam, maka hal inilah yang membuat wanita kelahiran Januari 1897, berhasil menjadi wanita pertama yang mengajar di Oriental Institute (Lembaga Ketimuran) Chicago pada tahun 1933. Sebelumnya, ia pernah belajar di Universitas Cambridge di tahun 1915, perguruan tinggi Isabella Thorbom, Lucknow -yang kemudian menggabungkan diri dengan Universitas Allahabad-, dan lulus gelar B.A. dengan predikat kehormatan pada 1919. Setelah itu, Nabia melanjutkan studi masternya di Universitas Boston dan lulus pada tahun 1925 sebelum bekerja di Wilmore Kentucky dan Oriental Institute.
Nama Nabia Abbot naik daun tatkala ia bersikeras menolak pemikiran salah satu tokoh besar orientalis, Joseph Schacht yang mana memandang hadis yang dipercayai umat Islam bukanlah berasal dari Nabi Muhammad. Berbeda dengan pemikiran Joseph Schatcht, Nabia Abbott mengakui keberadaan hadis bahkan meyakini penulisan terhadap hadis berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Menurutnya, penulisan hadis di zaman Nabi Muhammad SAW ini sudah dilakukan oleh beberapa sahabat meskipun penulisan tersebut bersifat non masif. Penyebaran hadis kala itu lebih cepat berkembang secara verbal (mulut ke mulut), hal ini dikarenakan kebudayaan masyarakat Arab yang terkenal akan kemampuan menghafal yang sangat tinggi kala itu.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, ia mengultimatum umat muslim agar tidak menuliskan hadis. Hal tersebut bertujuan agar umat muslim fokus pada penulisan Al-Qur’an, sehingga tidak bercampur dengan hadis. Meski demikian, Nabia meyakini larangan tersebut tidak menafikan adanya penulisan hadis di masa itu. Bahkan putra dari Umar bin Khattab sendiri, Abdullah bin Umar secara diam-diam menginstruksikan kepada murid-muridnya agar menuliskan hadis. Sama halnya dengan tokoh-tokoh orientalis lainnya, Nabia Abbott juga memiliki teori-teori yang mengkritisi hadis nabi. Terdapat dua teori yang diusung oleh Nabia Abbott, yakni teori explosive isnad dan isnad family. Keduanya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan teori yang dijadikan pegangan oleh ulama-ulama hadis.
TEORI EXPLOSIVE ISNAD
Explosive Isnad merupakan teori yang ditawarkan oleh Nabia untuk mengcounter Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa pertumbuhan hadis dalam jumlah besar pada abad ketiga disebabkan karena pemalsuan hadis. Sedangkan menurut Nabia tidaklah demikian, ledakan sanad yang terjadi sekitar abad kedua dan ketiga merupakan buah dari periwayatan yang dilakukan generasi sebelumnya hingga generasi yang berada di abad kedua dan ketiga. Pemalsuan hadis yang dimaksudkan oleh Ignaz Goldziher didasarkan dengan adanya larangan penulisan hadis di masa Umar bin Khattab. Menurutnya, mustahil terdapat ledakan sanad karena minimnya dokumentasi tertulis. Kemudian Nabia membantah dengan memunculkan manuskrip-manuskrip sahabat yang terus dipelihara oleh generasi-generasi selanjutnya, seperti manuskrip ’Abdullah bin ’Amr bin al-’Ash (w. 65/684), Abu Hurairah (w. 58), Ibn ’Abbas (w. 67-8), dan Anas bin Malik (w. 94).
Nabia menganalogikan pertumbuhan periwayatan hadis sebagai deret geometri. Sebagai contohnya, sahabat yang menerima hadis dari Nabi Muhammad meriwayatkan kembali hadisnya kepada dua tabiin, lalu keempat tabiin tersebut masing-masing dari mereka meriwayatkan kepada dua tabi’ al-tabi’in, begitu seterusnya. Dengan demikian, pada abad kedua dan ketiga memungkinkan terjadinya “ledakan sanad”. Teori yang ditawarkan oleh Nabia Abbott sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustafa Azami, salah satu tokoh hadis kontemporer. Azami meneliti hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ، فَلَا يُدْخِلْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يُفْرِغَ عَلَيْهَا مَرَّتَيْنِ، أَوْ ثَلَاثًا، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي فِيمَ بَاتَتْ يَدُهُ
Mustafa Azami meneliti hadis di atas yang tercantum dalam naskah Suhayl bin Abi Shalih, salah satu murid Abu Hurairah. Berisikan 49 hadis, Azami menemukan fakta bahwa perawi pada generasi ketiga mencapai sekitar 20-30 orang dengan domisili yang terpaut jauh jarak satu sama lain. Fakta tersebut membuktikan kemustahilan para perawi pernah berkumpul pada waktu dan tempat yang sama untuk membuat hadis sehingga menghasilkan redaksi yang sama. Mustahil pula mereka membuat hadis yang kemudian diketahui oleh generasi berikutnya bahwa redaksi hadis yang mereka buat sama.
TEORI ISNAD FAMILY DAN NON ISNAD FAMILY
Selain explosive isnad, Nabia juga terkenal akan teori isnad family dan teori isnad non family. Nabia mengakui isnad family kerap terjadi dalam periwayatan. Isnad Family merupakan periwayatan hadis yang melibatkan anggota keluarga dan orang-orang terdekat (mawali). Sedangkan isnad non family merupakan periwayatan yang terjalin antar guru-murid dengan murid mendatangi sang guru untuk mendapatkan suatu hadis.
Isnad family terbagi menjadi tiga kategori,
- Periwayatan dari jalur atas ke bawah dalam hubungan nasab
Periwayatan ini dimulai dari masa sahabat yang periwayatannya dilanjutkan kepada tiga generasi selanjutnya. Dengan formula so and so (yang bersumber dari ayahnya atau kakeknya), seorang kakek meriwayatkan hadis kepada anaknya, yang kemudian diriwayatkan kembali oleh anaknya kepada cucu. Namun, pada saat tertentu isnad family juga dapat berkembang melalui satu generasi saja, seperti periwayatan seorang kakek kepada cucunya tanpa melalui anaknya terlebih dahulu.
- Periwayatan melalui jalur menyamping
Periwayatan ini berlangsung ketika periwayatannya melalui jalur yang berseberangan dalam mata rantai keluarga, contohnya, periwayatan kepada seorang keponakan laki-laki.
- Periwayatan kepada seseorang yang tidak memiliki hubungan darah, namun memiliki kedekatan khusus antara keduanya. Contohnya riwayat Muhammad ibn Sirrin dari Anas bin Malik. Muhammad ibn Sirrin yang merupakan teman karib (mawali) dari Anas bin Malik
KRITIK TERHADAP TEORI EXPLOSIVE ISNAD DAN ISNAD FAMILY
- Bertentangan dengan teori projecting back yang digagas oleh Joseph Schacht. Menurut Joseph, hadis tidaklah muncul pada masa Nabi, melainkan baru muncul sekitar akhir abad pertama atau abad kedua Hijriah. Menurutnya, hadis Nabi tidaklah ada, yang ada hanyalah pernyataan para tabi’in yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun deretan rawi yang berada pada sanad hanyalah rekayasa semata dengan mengambil nama tokoh yang populer di setiap zamannya.
- Memiliki kemiripan dengan penelitian Mustafa Azami, bukan berarti teori explosive isnad dapat dibenarkan secara keseluruhan. Teori ini pada dasarnya tidak sejalan dengan ulama klasik hadis, khususnya pada periwayatan hadis ahad gharib. Hadis ahad gharib merupakan hadis yang diriwayatkan satu orang rawi di setiap tabaqah, baik dari tabaqah sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in, hingga mukharrij. Sedangkan explosive isnad setiap orang meriwayatkan kembali kepada dua orang di bawahnya, sehingga teori ini tidak dapat diaplikasikan.
- Setiap periwayatan yang direpresentasikan dalam bentuk periwayatan antara beberapa anggota keluarga diklaim palsu oleh Joseph Schacht.
- Menurut Azami, sistem sanad dalam teori isnad family yang ditawarkan oleh Nabia benar adanya. Namun, tidak dapat dijadikan kriteria keshahihan suatu hadis. Dengan demikian, hadis-hadis yang terlibat dalam isnad family masih perlu dilakukan penelitian kredibilitas terhadap perawi-perawi yang terlibat tersebut.
KESIMPULAN
Kritik Nabia Abbott terhadap teori Ignaz Goldziher mengenai penulisan dan penyebaran hadis bisa dikatakan sebagai upaya counter discours. Goldziher mengatakan terjadinya ledakan sanad pada abad ketiga ini mustahil, hal ini dikarenakan Goldziher tidak meyakini adanya penulisan hadis pada masa Nabi Muhammad SAW, sehingga minim dokumentasi tertulis. Namun pendapatnya dibantah oleh Nabia Abbott yang menyebutkan bahwa penulisan hadis sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, yang dibuktikan dengan adanya manuskrip-manuskrip para sahabat. Pendapat Nabia Abbott sebenarnya mirip dengan penelitian Mustafa Azami. Keduanya sepakat adanya banyak perawi dalam suatu hadis yang terus bertambah di setiap generasi, sehingga terjadi ledakan sanad. Teory explosive isnad mengambarkan bagaimana penambahan jumlah rawi dari sahabat ke generasi berikutnya. Sedangkan teori isnad family menggambarkan rangkaian periwayatan hadis berdasarkan hubungan darah atau kedekatan khusus. Meskipun begitu, teori explosif isnad tidak bisa dibenarkan secara keseluruhan karena teori ini tidak sejalan dengan ulama klasik hadis, yakni pada istilah hadis ahad gharib. Azami juga mengatakan kebenaran teori isnad family, namun teori ini tidak dapat dijadikan sebagai kriteria kesahihan suatu hadis karena para perawi masih perlu diteliti kredibilitasnya.
Artikel ini adalah ringkasan hasil diskusi rutin komunitas Kajian Hadis yang ditulis oleh anggota Kajian Hadis.
Editor: Vigar Ramadhan Dano M.D.