Dalam dunia yang terus bergerak cepat, teks-teks suci sering kali diposisikan sebagai benda mati; dihafal, dikutip, dijadikan dalil, tapi tak selalu dihidupi. Padahal, dalam denyut kehidupan sehari-hari umat Islam, Al-Qur’an dan Hadis sesungguhnya tidak pernah berhenti “hidup.” Ia menjelma dalam tradisi, laku sosial, simbol-simbol budaya, bahkan dalam ucapan spontan umatnya. Dari amalan kecil di dapur pesantren hingga praktik keagamaan di pasar, dari zikir bersama hingga caranya menyapa, teks itu hidup dan terus bergerak.
Gagasan inilah yang menjadi inti dari pendekatan Living Qur’an dan Hadis, suatu pendekatan yang ingin melihat teks suci bukan hanya dari aspek bunyinya, tapi dari hidup yang ia ciptakan di tengah masyarakat. Lantas buku Ilmu Living Qur’an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi karya Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah hadir sebagai peta yang sangat penting untuk memahami pendekatan ini secara akademik, tajam, dan menyeluruh.
Pada artikel kali ini, penulis tidak lebih ingin mengulas sedikit buku karya Dr. Ubaydi di atas, sekaligus menjabarkan sedikit inti dari pembahasan buku tersebut dengan singkat. Untuk lebih jauhnya, pembaca bisa membaca langsung buku Ilmu Living Qur’an-Hadis dengan membelinya di online shop. Buku yang akan diulas ini diterbitkan oleh Maktabah Darus-Sunnah, di Ciputat, memiliki jumlah halaman 364, dengan beberapa bagian yaitu: Bagian 1: Pendahuluan, lalu Bagian 2: membahas ontologi living Qur’an-hadis sendiri, lalu Bagian 3: Epistemologinya atau rancang bangun ilmu dari living, lalu Bagian 4: nilai etis-estetis atau aksiologi dari living, dan yang terakhir Bagian 5: Penutup. Dan adapula prolog di awal dan epilog di akhir yang ditulis bukan oleh Pak Ubaydi. So, mari kita mulai.
Lebih dari sekadar pengantar teoretis, buku ini adalah tawaran kerangka ilmiah yang sistematis: dari apa itu realitas “living” (ontologi), bagaimana cara mengkajinya (epistemologi), hingga mengapa pendekatan ini penting secara praktis dan keilmuan (aksiologi). Sebagai dosen hadis di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari yang bertakhaksus Hadis wa Ulumuhu Dr. Ubaydi menyajikan buku ini dengan napas akademik yang kuat, namun tetap membumi dalam realitas kultural umat Islam Indonesia.
Dalam bukunya, Dr. Ubaydi seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar: Apa yang dimaksud dengan teks yang “hidup”? Bagaimana cara mengamati kehidupan teks itu? Dan untuk apa kita mempelajarinya? Buku ini tidak berhenti pada pengertian umum bahwa “Living Qur’an-Hadis” adalah teks yang dipraktikkan. Ia menyelam lebih dalam, merumuskan kerangka ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari pendekatan ini, sehingga ia bisa diteliti secara akademik, dibedakan dari sekadar “tradisi”, dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Yang menarik, pendekatan ini tidak menegasikan studi tekstual. Justru sebaliknya, ia menyempurnakannya. Dr. Ubaydi memperlihatkan bahwa makna tidak selalu berhenti di teks, tetapi bergerak dalam kehidupan umat, dalam kebiasaan, dalam simbol, bahkan dalam cara masyarakat memberi makna baru terhadap teks itu sesuai konteksnya. Di sinilah “Living” menemukan kekuatannya: sebagai jembatan antara teks dan realitas, antara tradisi keilmuan dan praktik sosial.
Selanjutnya, buku Dr. Ubaydi ini hendak membangun keilmuan living Quran-hadis yang selama ini masih belum diakui keberadaannya karena belum berupa bangunan keilmuan yang kokoh. Padahal, ia sebenarnya telah berwujud dalam “maket-maket” kecil yang bentuknya sudah seperti sebuah bangunan. Buku ini akan mencoba mengulas sebagai kajian awal tentang struktur bangunan ilmu living Quran-hadis agar dapat berdiri kokoh sebagai sebuah cabang ilmu baru. Maka, dalam awal buku dijelaskan terlebih dahulu mengenai tiga komponen penting.
Pertama, ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang mengkaji tentang hakikat atau esensi dan eksistensi sebuah ilmu. Kajian ontologi mencakup tentang hakikat keberadaan ilmu dan objek yang dikaji. Secara sederhana, ia biasa diungkapkan dalam bentuk pertanyaan “Apa itu ilmu living Quran-Hadis?” Untuk menjawab problem ontologis keilmuan living Quran-hadis ini, buku ini menyajikan dua paket jawaban, yaitu pertama seputar hakikat dan esensi ilmu living Quran-hadis. Bagian ini akan mengupas tentang pengertian dan analisis istilah living Quran-hadis, beserta landasan-landasan ontologisnya. Sedangkan paket kedua berisi tentang eksistensi ilmu ini dilihat dari keberadaan objek dan batasan ruang lingkup kajiannya, serta eksistensi kesejarahan yang menjadi cikal bakal atau bibit ilmu ini.
Kedua, pilar bagi ilmu ini adalah epistemologi. Bagian ini akan membahas tentang bagaimana sebuah objek itu dikaji sehingga dapat dipahami keberadaannya. Hal ini biasanya dapat dipantik dengan sebuah pertanyaan, “Bagaimana ilmu living Quran-hadis itu bekerja (mengkaji) Al-Quran dan Hadis?”. Dengan demikian, bagian epistemologi ini akan menggambarkan seperti apakah objek tersebut diperlakukan (dikaji, diteliti, dipahami, dianalisis, ditafsirkan) sehingga dapat berwujud sebuah ilmu pengetahuan yang dapat dinikmati dan difungsikan (dibaca, diterapkan, dikembangkan, diaplikasikan dalam kasus lain). Dengan kajian epistemologi ini nanti diharapkan ilmu living Quran-hadis benar-benar dapat menggambarkan secara utuh cara pengerjaan dan pengolahan objek tersebut menjadi sebuah produk ilmu pengetahun. Karena tanpa bagian ini, sebuah objek ilmu hanya akan menjadi benda mati yang tak berfungsi. Namun, setelah dikaji secara epistemologis, ia akan berubah menjadi benda lain yang bernilai tinggi dan sarat akan pesan, informasi, dan ilmu pengetahuan.
Sementara itu, pilar ketiga adalah aksiologi. Bagian ini akan membahas tentang nilai kegunaan ilmu living Quran-hadis. Dari sini, pertanyaannya adalah “Untuk apa ilmu living Quran-Hadis itu ada?” Pentingkah ilmu ini dibangun? Bagian ini adalah bagian pertaruhan sebuah bangunan ilmu. Sebuah objek ilmu akan sia-sia jika tidak dikaji dan diteliti secara terstruktur dan sistematis. Namun, penelitian dan pengkajian yang terstruktur dan sistematis itu juga tidak akan bernilai apa-apa jika tidak jelas manfaat dan tujuannya. Oleh karena itu, bagian ini akan memberikan gambaran primer terkait dengan aspek etika dan estetika ilmu living Quran-hadis. Kedua aspek ini akan saling bersinergi sehingga ilmu ini akan benar-benar menjadikan manusia lebih manusiawi. Ia dapat menyajikan sebuah kebenaran dengan interpretasi yang benar dan dengan cara yang benar, serta dalam bentuk yang menarik pula.
Bagi penulis (saya yang membaca), buku Ilmu Living Qur’an-Hadis ini bukan hanya menarik karena topiknya yang kontekstual dan kekinian, tetapi juga karena kerangka berpikirnya yang tertata rapi dan ilmiah. Di tengah banyak tulisan populer tentang Living Qur’an dan Hadis yang masih bersifat deskriptif, buku ini justru berhasil menyusun sistematika ilmiah yang utuh, mulai dari ontologi hingga aksiologinya.
Sependek pembacaan saya, keunggulan lain karya Dr. Ubaydi ini juga terletak pada kemampuan bahasa penulis yang jernih namun tetap akademik. Buku ini tidak hanya menyapa kalangan kampus, tapi juga bisa dijangkau oleh pembaca pesantren atau mahasiswa yang ingin mengenal pendekatan baru dalam studi Islam secara lebih konseptual dan konstektual.
Di saat banyak pendekatan keilmuan cenderung memisahkan antara teks dan realitas, buku ini justru menyatukannya. Ia memberi ruang bagi para peneliti, akademisi, maupun pengkaji kitab kuning untuk melihat bahwa teks tidak hanya duduk dalam lemari, tapi hidup dalam tubuh umat.
Sebagai penutup, pendekatan Living Qur’an-Hadis ini hadir sebagai pengingat: bahwa wahyu bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk dihidupi. Buku Ilmu Living Qur’an-Hadis karya Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah ini bisa membuka pintu bagi kita untuk memahami realitas itu. Ia bukan buku yang berhenti pada penjelasan istilah, tetapi berjalan lebih jauh: menyusun pondasi keilmuan yang menjembatani teks dan konteks, disiplin klasik dan pendekatan kontemporer, nalar ilmiah dan kearifan tradisi.
Di tengah dunia akademik yang kadang terlalu formal, dan kehidupan keagamaan yang kadang terlalu simbolik, buku ini menjadi perantara: menghidupkan teks dalam kehidupan, dan menghidupkan kehidupan melalui teks. Karena itu, artikel ini jelas bukan pengganti isi buku Dr. Ubaydi di atas. Ia hanya catatan kecil di tepi halaman. Jika ada sesuatu yang bisa benar-benar menggugah pembaca, maka itu hanya bisa ditemukan di dalam buku tersebut, dengan membacanya sendiri, perlahan, disambi seduhan kopi hangat juga boleh. Kalau perlu diiringi alunan musik instrumental agar lebih syahdu.
Dengan bahasa yang lugas nan elok, buku Dr. Ubaydi ini menjabarkan bagaimana sunnah ‘dihidupkan’ sebagai the way of life sekaligus the way of thinking umat Islam tanpa mengubah pesan-pesan luhur Baginda Nabi Muhammad saw.
~KH. Zia Ul Haramein Ali Mustafa, Lc., M.Si.
Penulis: Mahasantri Semester 4 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari |