• Kontributor
  • Daftar
  • Login
  • Register
Upgrade
Nuskha
Advertisement
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
Nuskha
No Result
View All Result
Home Artikel Ringan

Laku Menulis adalah Laku Merawat Ilmu; Sebuah Refleksi dan Motivasi

Vigar Ramadhan by Vigar Ramadhan
September 22, 2025
in Artikel Ringan, Opini
0
Laku Menulis adalah Laku Merawat Ilmu; Sebuah Refleksi dan Motivasi

Tulisan ini tidak lebih dari sekedar artikel ringan yang ditujukan ke, pertama, diri penulis sendiri. Kedua, para pembaca artikel ini. Untuk memulainya, saya ingin melontarkan pertanyaan yang bisa kita diskusikan kedepannya: apakah semua ilmu yang telah dipelajari itu akan bertahan lama bila tidak dituliskan? Katanya, ilmu yang hanya disimpan di kepala ibarat air yang mengalir tanpa wadah, segar sesaat, lalu hilang begitu saja. Tidak mengherankan jika para ulama dahulu menekankan pentingnya menulis. Imam al-Khatib al-Baghdadi dalam Taqyid al-‘Ilm mencatumkan salah hadis perihal“Qayyidul ‘ilma bil kitabah” (Ikatlah ilmu dengan tulisan).[1] Hadisnya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أُقَيِّدُ الْعِلْمَ؟ قَالَ: «نَعَمْ» . قُلْتُ وَمَا تَقْيِيدُهُ، قَالَ: “الْكِتَابُ

Dari Abdullah bin ‘Amr. Ia berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, bolehkah aku mengikat (mencatat) ilmu?” Beliau menjawab: “Ya.” Aku bertanya lagi: “Apakah yang dimaksud dengan mengikatnya?” Beliau menjawab: “(Dengan) menuliskannya.”[2]

Sejak mula, Islam tidak hanya bertumpu pada hafalan, tapi juga pada tulisan. Nabi Saw. menunjuk beberapa sahabat sebagai penulis, salah satunya Zayd bin Tsabit, yang dikenal sebagai penulis wahyu. Bahkan ada sahabat yang merasa unggul dalam meriwayatkan hadis karena ia menulis. Abu Hurairah, misalnya, pernah berkata dalam sebuah riwayat di kitab Shahih Bukhari:

سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مني، إلا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ

Aku mendengar Abu Hurairah berkata: “Tidak ada seorang pun dari para sahabat Nabi Saw. yang lebih banyak meriwayatkan hadis darinya (Nabi) daripada aku, kecuali Abdullah bin ‘Amr. Sebab, ia menulis (hadis), sedangkan aku tidak menulis.”[3]

Di sini terlihat, menulis memberi kelebihan tersendiri. Abdullah bin ‘Amr sampai dikenal memiliki kumpulan catatan yang disebut al-Sahifah al-Sadiqah, semacam “buku catatan pribadi” berisi hadis-hadis langsung dari Nabi Saw. Setidaknya dari sana kita tahu, sejak generasi sahabat, menulis sudah menjadi bagian dari cara menjaga ilmu, bukan sekadar pelengkap hafalan.

Sebelum lebih jauh, saya ingin menarik ini ke ranah mahasantri, maka saya akan mengatakan bahwa ilmu yang dipelajari di Ma’had Aly, betapa pun luas dan dalamnya, akan mudah menguap bila hanya berhenti di ruang kelas atau halaqah. Ia perlu diikat, ditata, lalu dibagikan kembali. Para guru kita pernah mengingatkan, al-‘ilmu shaydun wa kitabatuhu qaydun, artinya, ilmu itu ibarat buruan, dan tulisan adalah tali pengikatnya. Tanpa ikatan itu, ilmu hanya singgah sebentar dalam ingatan, lalu hilang ditelan kesibukan sehari-hari.

Karena itu, menulis bagi mahasantri bisa menjadi sebuah kebutuhan, barangkali yang sekunder. Tradisi belajar di Ma’had Aly, yang sarat dengan kitab kuning, diskusi intensif, dan kajian hadis, akan menjadi sia-sia bila tidak melahirkan rekaman tertulis. Catatan kecil minimal, atau esai barangkali, atau dijadikan artikel populer juga bisa jadi cara sederhana agar ilmu yang dipelajari tidak berhenti sebagai konsumsi pribadi.

Lebih jauh lagi, menulis seakan membuat kita mengambil jarak dari apa yang dipejari. Mengambil ancang-ancang untuk menyusunnya dalam bahasa kita sendiri, dan menimbangnya agar menjadi pantas untuk dibaca orang lain. Di titik ini, menulis menjadi proses intelektual yang khas, semacam sedang mengikat ilmu, juga menghidupkannya.

Mari coba kita tarik bacaan ini ke konteks hari ini, dimana kita hidup di tengah arus informasi yang begitu deras. Setiap detik, layar gawai dibanjiri berita, opini, hingga konten singkat yang silih berganti. Dalam situasi seperti ini, ilmu yang tidak dicatat atau dituliskan akan lebih cepat hilang, saya yakin akan itu, lalu terkubur di antara ribuan pesan yang datang dan pergi.

Di era media sosial ini, siapa saja bisa menjadi penyampai gagasan. Siapa saja. Namun, justru di situlah tantangannya, semakin banyak suara, semakin mudah yang dangkal mengalahkan yang dalam. Budaya instan saya menyebutnya, yang lebih mementingkan kecepatan daripada kedalaman, membuat banyak orang terbiasa menerima potongan informasi tanpa sempat mencerna. Barangkali ini yang disebut fenomena yang menyebabkan diksi brain rot muncul: kondisi di mana pikiran dipenuhi cuplikan, tapi kehilangan keutuhan.

Maka, dalam konteks ini menulis menjadi bentuk perlawanan intelektual. Dengan menulis, kita menawarkan alternatif, bukan sekadar menambah deru informasi, tetapi menghadirkan wacana yang bernas, runtut, dan berakar pada tradisi keilmuan Islam. Karena barangkali, tulisan yang lahir dari kedalaman kajian di Ma’had Aly bisa menjadi penyeimbang di tengah riuh rendah jagat digital. Atau sekurang-kurangnya menjadi aksi kecil yang konkrit. Soal apakah ada impact-nya atau tidak itu hal yang lain.

Okey, kita sampai di bagian akhir. Di titik ini saya ingin menyatakan bahwa menulis, pada akhirnya bukan hanya keterampilan teknis, ini bisa menjadi amanah intelektual. Ia adalah cara seorang, yang dalam konteks ini mahasantri, menjaga ilmu yang dipelajarinya, buku yang dibacanya, pengetahuan yang didengarnya, sekaligus memberi kehidupan baru bagi tradisi ulama. Dari Nabi Saw. yang mendorong sahabat untuk mencatat, hingga para muhaddits yang menyusun kitab-kitab besar, menulis selalu menjadi jantung peradaban Islam. Oh tidak. Dunia…

Kini, tugas itu berpindah ke tangan kita. Setiap kali seorang mahasantri menulis, ia seperti sedang melanjutkan estafet panjang itu, mengikat, membaginya agar bermanfaat, dan menanamkannya kembali dalam ruang publik. Sekaligus promosi untuk para pembaca, tulisan di platform seperti Nuskha ini bukan sekadar catatan pribadi, tetapi bagian dari dakwah digital yang memperluas jejak keilmuan hingga ke pembaca yang tak pernah kita temui.

Di akhir tulisan ini, saya ingin menuliskan ungkapan dari Ali Mustafa Yaqub:

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ كَاتِبُونَ

Oh ya, ini juga menjadi slogannya website ini, alias Nuskha. Tujuannya tentu agar kita semangat menulis. Maka, silakan kirimkan tulisan kalian ke Nuskha sekarang juga. Hehehe…


[1] al-Khatib al-Baghdadi, Taqyīd al-‘Ilm, بَابُ ذِكْرِ مَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ، أَنَّهُ قَالَ: “قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابَةِ, hlm. 69 [Ihya as-Sunnah an-Nabawiyah: Beirut] Lihat: https://app.turath.io/book/13089
[2] Ibid. hlm 68.
[3] Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, no. 113, juz13/54 [Turats].

Tags: hadisMenulisNuskha
Previous Post

Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara

Next Post

Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam

Vigar Ramadhan

Vigar Ramadhan

Saya Vigar, anak lelaki yang berasal dari keluarga baik-baik. Seorang manusia jelata yang bercita-cita menjadi rakyat biasa. Yang kadang baca, kadang nulis, seringnya ngopi.

Related Posts

Memahami Pemikiran Syekh Yusuf al-Qardhawi secara Metodologis Dalam Kitab Kayfa Nata’amal Ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah
Artikel

Memahami Pemikiran Syekh Yusuf al-Qardhawi secara Metodologis Dalam Kitab Kayfa Nata’amal Ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah

by Naufal Afif
November 9, 2025
Memahami Pemikiran Prof. Ali Musthafa Ya’kub secara Metodologis
Artikel

Memahami Pemikiran Prof. Ali Musthafa Ya’kub secara Metodologis

by Naufal Afif
November 9, 2025
Meluruskan Kesalahpahaman Hadis “Salat Orang Mabuk Tidak Diterima 40 Hari”
Artikel Ringan

Meluruskan Kesalahpahaman Hadis “Salat Orang Mabuk Tidak Diterima 40 Hari”

by Ridwan GG
Oktober 13, 2025
Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam
Artikel Ringan

Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam

by YUNIAR INDRA
Oktober 1, 2025
Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara
Artikel Ringan

Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara

by Syifa' Q.
September 11, 2025
Next Post
Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam

Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

register akun perpus maha

Premium Content

Adab Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Dalam Mengkritik

Adab Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Dalam Mengkritik

Maret 2, 2024
Karamah Kiai Habib dan Kiai Shobari

Karamah Kiai Habib dan Kiai Shobari

Agustus 29, 2023
Lailatul Qadar dalam Sorotan Hadis Nabi SAW: Menelusuri Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan

Lailatul Qadar dalam Sorotan Hadis Nabi SAW: Menelusuri Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan

Maret 27, 2025

Browse by Category

  • Artikel
  • Artikel Ringan
  • Berita
  • biografi
  • Feminisme
  • Fikih Ibadah
  • Fiqhul Hadis
  • Hadis Tematik
  • Hasyimian
  • Kajian Fikih
  • Kajian Hadis
  • Library Management System
  • Opini
  • Orientalis
  • powerpoint
  • Resensi
  • Review Literatur
  • Sejarah Hadis
  • tafsir dan ulum al-qur'an
  • Tasawuf dan Tarekat
  • Tekno
  • ulumul hadits
  • Uncategorized

Browse by Tags

agama ahli fiqih Alam artikel bumi demonstrasi dermawan dirasat asanid fikih hadis Hasyim Asy'ari ilmu hadis islam jurnal Kajianhadis kajian hadis kajianhadist kritik hadis lingkungan ma'hadaly ma'had aly ma'hadalyhasyimasy'ari MAHA mahad aly mahad aly hasyim asyari Mahasantri masyayikh Tebuireng Metodelogi Muhaddis musthalah hadits Nabi Nabi Muhammad OJS orientalis Pendidikan Puasa qur'an Ramadhan sains sejarah Shalat takhrij Tarawih Tebuireng ulama
Nuskha

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Navigate Site

  • Account
  • Edit Profile
  • Game Hadis
  • Koleksi Kitab Digital
  • Kontributor
  • Login
  • Login
  • Logout
  • My Profile
  • NUSKHA
  • Password Reset
  • Password Reset
  • Pendaftaran Akun Penulis
  • Perpus MAHA
  • Register
  • جدول مراتب الجرح والتعديل

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Kajian Hadis
  • Kajian Fikih
  • Berita
  • Mulai menulis

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?