Salah satu cara yang tepat dalam memahami sebuah hadis Nabi SAW adalah dengan melihat sebab-sebab khusus atau alasan tertentu yang menjadi latar belakang suatu hadis. Baik secara tersurat maupun tersirat, atau dapat dipahami dari kejadian yang menyertainya. Di antara ilmu-ilmu hadis yang membahas masalah tersebut ialah ilmu asbabul wurud yang berisikan bagaimana sebab musabab sebuah hadis turun.
Bila saja kita melakukan kajian hadis dengan seksama, maka kita akan menemukan fakta bahwa, terkadang hadis turun dilatarbelakangi oleh kondisi waktu tertentu untuk mencapai kemaslahatan yang ingin dicapai, atau untuk menolak bahaya tertentu, atau untuk menyelesaikan suatu masalah yang muncul pada saat itu.
Artinya, hukum yang terdapat dalam suatu hadis ada kalanya bersifat umum dan ada kalanya permanen. Namun, jika dikaji lebih lanjut, hukum tersebut terkait dengan alasan (‘illat) tertentu, sehingga hukum tersebut tidak akan berlaku jika alasannya tidak ada. Dan sebaliknya, adanya suatu alasan akan membuat hukum tersebut berlaku.
Untuk memahami hadis dengan baik dan mendalam, kita butuh pandangan yang teliti dan kajian yang komprehensif atas teks-teks hadis. Ditambah lagi wawasan keilmuan yang mumpuni dan luas, juga perlu mengetahui konteks yang menjelaskan situasi dan kondisi munculnya suatu hadis. Yang pada akhirnya dapat diketahui maksud hadis tersebut dengan seksama, bukan atas dasar perkiraan semata atau dipahami sesuai dengan makna lahiriah yang jauh dari tujuan sebenarnya. Dan komponen keahlian tersebut dapat dijumpai pada diri ulama ahli.
Sepertinya halnya Al-Qur’an, para ulama telah menetapkan asbabun nuzul, sebuah cara untuk memahami Al-Qur’an dengan baik, sehingga kita tidak mengalami kesalahan dalam memahami Al-Qur’an sebagaimana kaum ekstrem Khawarij atau yang lainnya. Mereka (kaum ekstrem) yang justru menerapkan ayat-ayat yang turun mengenai kaum Musyrik untuk kaum Muslim.
Dalam kitab al-Madkhol ad-Dirasati as-Sunnah karya Dr. Yusuf al-Qardhawi, di sana beliau mengungkapkan,
ممن أخذوا الآيات التي نزلت في المشركين، وطبقوها على المسلمين، ولهذا كان ابن عمر يراهم شرار الخلق بما حرَّفوا كتاب الله عما أنزل فيه
“Mereka para kaum ekstrem (khawarij) adalah orang-orang yang mengambil ayat-ayat yang diturunkan kepada orang-orang musyrik, lalu menerapkannya kepada kaum muslimin. Oleh karena itu, Ibnu Umar menganggap mereka sebagai makhluk terburuk karena mereka telah mengubah makna Kitab Allah (Al-Qur’an) dari apa yang diturunkan di dalamnya.”
Kembali ke pembahasan utama, jika mengetahui sebab turun (asbabun nuzul) nya Al-Qur’an diperlukan bagi mereka yang ingin memahaminya atau menafsirkannya. Dengan demikian, urgensi ilmu sebab musabab turunnya hadis (asbabul wurudul hadis) juga diperlukan.
Hal ini karena Al-Qur’an sendiri jika ditinjau dari segi sifatnya ia bersifat umum dan abadi. Di dalamnya tidak dimaksudkan untuk membahas hal-hal yang rinci dan spesifik, kecuali untuk diambil pelajaran dan prinsip-prinsipnya, yang sekaligus menjadi sumber pertama, acuan, untuk membentuk suatu hukum dalam Islam.
Adapun hadis, ia membahas banyak permasalahan yang bersifat lokal, khusus, dan aktual, serta mengandung rincian dan keistimewaan dari dalam Al-Qur’an sendiri. Seperti yang kita tahu, seringkali hadis memang menjadi perincian dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Maka, penting untuk membedakan antara apa yang khusus dan yang umum, yang sementara dan yang abadi, yang parsial dan yang menyeluruh. Masing-masing memiliki hukumnya sendiri, dan melihat konteks, latar belakang, serta sebab-sebabnya akan membantu dalam memahami secara benar dan lurus bagi mereka yang ingin mendalaminya. Tentu dengan petunjuk dari Allah SWT.
Contoh di kitab al-Madkhol ad-Dirasati as-Sunnah. Misal, hadis mengenai urusan dunia, dari kitab Shahih Muslim hadis no. 2363,
عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ (أخرجه مسلم)
“Dari ‘Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi ﷺ pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda, “Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik.” Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi ﷺ melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab, Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda, ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.’” (HR. Muslim: 2363)
Mungkin sebagian orang menjadikan hadis ini sebagai dalih untuk menghindari aturan syariat dalam bidang ekonomi. Apakah memang demikian maksud hadis tersebut? Tentu tidak.
Hadis tentang urusan dunia di atas harus dipahami dengan melihat asbabul wurud nya, yaitu kisah penyerbukan pohon kurma dan saran Nabi SAW untuk tidak melakukan penyerbukan yang didasarkan pada perkiraan. Nabi sendiri memang bukan ahli pertanian dan hidup di daerah yang tandus. Namun, kaum Anshar mengira saran tersebut sebagai wahyu atau perintah agama. Kemudian, mereka meninggalkan kebiasaan penyerbukan. Akan tetapi hasilnya justru menjadi buruk. Lalu Nabi SAW bersabda, “Aku hanya berpraduga saja, maka janganlah kalian menyalahkanku karena praduga itu,” sampai kemudian beliau berkata, “Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”.
Dr. Yusuf al-Qardhawi menyebutkan dalam kitabnya al-Madkhol nya,
فإن مما أرسل الله به رسله، أن يضعوا للناس قواعد العدل، وموازين القسط وضوابط الحقوق والواجبات في دنياهم، حتى لا تضطرب مقاييسهم وتتفرق بهم السبل
“Sungguh di antara tujuan Allah mengutus para rasul adalah untuk menetapkan prinsip-prinsip dan neraca keadilan bagi manusia, aturan tentang hak dan kewajiban dalam urusan dunia, sehingga manusia mempunyai pijakan yang kuat dan tidak salah jalan.”
Selanjutnya beliau memberikan tambahan dengan menyebutkan ayat Al-Qur’an,
.لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sungguh Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan kepada mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” (QS. al-Hadid: 25)
Dari nash-nash Al-Qur’an dan hadis inilah kemudian lahir hukum yang mengatur urusan-urusan muamalah, seperti jual beli, gadai, sewa menyewa, pinjaman, dan lain-lain.
Semoga bermanfaat.
Wallahua’lam
Penulis merupakan mahasantri semester 3 (Angkatan Syalmahat)
Editor: Mawil Hasanah Almusaddadah