• Kontributor
  • Daftar
  • Login
Upgrade
Nuskha
Advertisement
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
Nuskha
No Result
View All Result
Home Artikel Ringan

Bulan Muharam dalam Sorotan Hadis Nabi dan Pengingat atas Penanggalan Hijriyah dalam Islam

Vigar Ramadhan by Vigar Ramadhan
Juni 27, 2025
in Artikel Ringan, Hadis Tematik
0
Bulan Muharam dalam Sorotan Hadis Nabi dan Pengingat atas Penanggalan Hijriyah dalam Islam

Bulan Muharam kembali menyapa. Dalam tradisi Jawa, malam 1 Suro (Muharam) bukan sekadar penanda tahun baru, tapi juga momen yang sarat simbol, ritus, dan perenungan spiritual. Sementara itu, dalam kalender Islam, 1 Muharam menandai dimulainya tahun Hijriyah, titik awal peradaban baru umat Islam yang ditandai dengan peristiwa hijrahnya Nabi saw. Namun, di tengah maraknya seremoni budaya, tak banyak yang menoleh kembali pada sumber utama Islam: hadis Nabi. Apa sebenarnya posisi bulan Muharam dalam pandangan Nabi Saw.? Sejauh mana kita memahami dan mengamalkan keutamaannya sebagaimana ditunjukkan oleh hadis?

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dalam sebuah hadis Nabi saw., bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan (Allah) Muharam, dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah shalat malam (tahajud).” (HR. Muslim: 1163)[1]

Hadis ini dengan gamblang menunjukkan bahwa Muharam memiliki kedudukan istimewa dalam Islam, khususnya sebagai bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah. Penunjukan langsung Muharam sebagai “Syahrullah” (bulan Allah) mengisyaratkan kemuliaannya yang tidak sembarangan. Dalam tradisi ilmu hadis, setiap penisbahan sesuatu kepada Allah Swt. menunjukkan kehormatan dan keutamaan yang sangat tinggi, selain karena memang ibadah puasa adalah termasuk sebaik-baik amal saleh di sisi Allah Swt, karena pada ibadah puasa, hanya hamba dan Tuhannya saja yang tahu. Relasi yang sangat dipersonalisasi.

Lebih dari sekadar bulan yang memiliki banyak keutamaan, Muharam juga menandai awal tahun dalam kalender Hijriyah. Tentu, penetapan ini tidak muncul begitu saja, melainkan hasil kesepakatan para sahabat di masa Khalifah Umar bin Khattab. Pemilihan penanggalan ini tidak diambil dari tahun kelahiran Nabi Muhammad saw. atau momen kemenangan tertentu sebagai awal penanggalan, melainkan peristiwa hijrah saat Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya meninggalkan Makkah menuju Madinah, yang nantinya di sana umat Islam membangun peradaban.

Selain itu, Muharam juga termasuk dalam deretan bulan haram yaitu empat bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt. Yang sebagaimana disebutkan dalam surah at-Taubah ayat 36. Dalam bulan-bulan ini, larangan melakukan kezaliman menjadi lebih berat terkhusus soal peperangan kala itu. Soal bulan Muharam adalah salah satu bulan yang diharamkan oleh Allah Swt. ini termaktub sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ…

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu…” (QS. at-Taubah: 36)

Senada dengan ayat tersebut, dalam kitab Shahih Bukhari, ayat ini bersambungan dengan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Bakrah pada kitab Tafsir Al-Qur’an
Surah at-Taubah (Surah Bara’ah)
mengenai firman Allah Swt. “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan…” (QS. at-Taubah: 36).

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Dari Abu Bakrah, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu terdiri dari dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan yang haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta Rajab Mudhar yang berada di antara Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari: 4662)[2]

Dari hadis tersebut bisa kita lihat Allah Swt. menyandarkan bulan ini kepada-Nya sebagai bentuk kemuliaan dan keagungan akan bulan Muharam ini, karena Allah Swt. tidak mungkin menyandarkan sesuatu kepada diri-Nya kecuali memang karena sesuatu itu memiliki kemuliaan di sisi Allah dan Rasul-Nya. Untuk penamaannya sendiri, bulan ini dinamakan sebagai bulan Muharam untuk menegaskan keharamannya, karena orang Arab pada zaman dahulu tidak konsisten, terkadang menghalalkan (untuk berperang) satu tahun penuh, terkadang mengharamkan satu tahun penuh. Dan firman Allah Swt., “maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu…”, artinya yaitu di dalam bulan-bulan yang diharamkan tersebut, karena lebih keras dan kuat penegasannya larangan dalam melakukan dosa dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainya.

Larangan ini dikuatkan oleh Abu Qatadah dalam Tafsir Rajab al-Hanbali yang mengatakan:

اعلمُوا أن الظلمَ في الأشهرِ الحُرُم أعظمُ خطيئةً ووزرًا فيما سوى ذلك، وإن كان الظلمُ في كلّ حال غيرَ طائل، ولكنَّ اللَّهَ
تعالى يُعظِّم من أمرِهِ، ما يشاءُ ربُّنا تعالى

“Sesungguhnya berbuat zalim pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibanding dengan kezaliman yang dikerjakan pada bulan lainya, walaupun perbuatan zalim yang dikerjakan pada selain bulan itu tetap besar dosanya, akan tetapi Allah Ta’ālā mengagungkan dari urusan-Nya sesuai yang dikehendaki-Nya.”[3]

Kiranya, ini menegaskan bahwa bulan Muharam adalah waktu yang mengandung beban moral lebih besar, di mana keutamaan amal meningkat dan keburukan lebih ditekankan untuk dijauhi. Sayangnya, kemuliaan bulan ini kerap tereduksi menjadi seremoni semata. Banyak umat Islam yang mengenal malam 1 Suro cenderung karena unsur mistis atau tradisi lokal, ketimbang memahami makna keagamaannya. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kalender Hijriyah pun makin jarang digunakan. Ia tergeser oleh kalender Masehi, termasuk dalam ranah keislaman itu sendiri.

Sudah pasti Allah Swt. menetapkan bulan-bulan Hijriyah sebagai pedoman waktu bagi manusia. Berbeda dengan sistem penanggalan lainnya, kalender Hijriyah didasarkan pada peredaran bulan yang bisa diamati langsung tanda-tanda waktunya nyata dan mudah dikenali. Itulah mengapa ia menjadi bagian dari petunjuk kehidupan umat Islam sejak awal. Namun, -bagi penulis pribadi- amat disayangkan bahwa saat ini banyak umat Islam mulai mengabaikan kalender Hijriyah dan beralih sepenuhnya ke kalender Masehi, sistem yang tidak memiliki dasar syar’i dan lebih lagi merupakan hasil rekaan budaya Barat.

Peralihan ini tidak bisa dianggap sepele. Bisa jadi pengabaian terhadap kalender Hijriyah ini mencerminkan kemunduran identitas umat. Bahkan, generasi muda kini lebih akrab dengan penanggalan Masehi, sementara momentum penting dalam Islam; seperti 1 Muharam, Ramadan, dan Idul Adha, dll-nya, sering kali hanya dianggap sebagai catatan tanggal tambahan. Barangkali ini bisa dijadikan bukti asumsi bahwa keterikatan terhadap nilai-nilai Islam dalam aspek waktu mulai memudar.

Padahal, kalender Hijriyah tak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi juga berkaitan langsung dengan ibadah. Banyak ajaran dalam Islam yang ditentukan waktunya dengan merujuk pada bulan Hijriyah; mulai dari puasa, zakat, haji, hingga hari-hari istimewa lainnya. Ketika kalender ini ditinggalkan, secara perlahan umat pun bisa kehilangan esensi dan kedekatan dengan ajaran agama Islam sendiri.

Kembali pada hadis Nabi saw. yang disebut di awal, bulan Muharam memiliki keutamaannya tersendiri. Rasulullah saw. menyebutnya sebagai “Syahrullah” atau bulannya Allah, dan menegaskan bahwa puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa di bulan Muharam. Barangkali ini bukan sekadar informasi hukum saja, tetapi ajakan untuk mengisi awal tahun Islam dengan semangat ibadah dan penguatan diri. Meskipun ada hari-hari tertentu seperti Arafah dan enam hari di Syawal yang juga memiliki keutamaan khusus, puasa di bulan Muharam tetap menjadi pilihan sebagai momen untuk lebih mendekat kepada Allah Swt.

Sebagai penutup, momentum 1 Muharam seharusnya menjadi lebih dari sekadar penanda kalender. Ia adalah ajakan untuk menengok kembali arah hidup kita. Sudahkah kita menata waktu sebagaimana yang diajarkan Nabi saw.? Sudahkah kita menjadikan kalender Hijriyah dan segala makna juga sejarah yang ada di dalamnya sebagai bagian pengetahuan dalam hidup, bukan hanya formalitas?

Sekian, maturnuwun…

 

Editor: Mawil Hasanah Alm

[1] Imam Muslim, Shahih Muslim, hlm 3/169, no. 1163 [Software Khadim Haramain].

[2] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, hlm 6/66, no. 4662 [Software Khadim Haramain].

[3] Zainuddin ‘Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab, Al-Jami‘ li-Tafsir al-Imam Ibn Rajab al-Hanbali, hlm. 1/490 [Website Turath.io]

Tags: hijriyahma'had alyMahasantrisatusurotahunbaruTebuireng
Previous Post

Fiqih Hadis: Ketika Imam Shalat Duduk dan Tidak Mampu Berdiri, Apakah Makmum Juga Harus Shalat Duduk atau Tetap Berdiri?

Next Post

لولاحواء لم تخن انثى زوجها الدهر “Meluruskan Makna Khianat yang Disalahpahami : Islam Tidak Menzalimi Kaum Hawa”

Vigar Ramadhan

Vigar Ramadhan

Saya Vigar, anak lelaki yang berasal dari keluarga baik-baik. Seorang manusia jelata yang bercita-cita menjadi rakyat biasa. Yang kadang baca, kadang nulis, seringnya ngopi.

Related Posts

Meluruskan Kesalahpahaman Hadis “Salat Orang Mabuk Tidak Diterima 40 Hari”
Artikel Ringan

Meluruskan Kesalahpahaman Hadis “Salat Orang Mabuk Tidak Diterima 40 Hari”

by Ridwan GG
Oktober 13, 2025
Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam
Artikel Ringan

Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam

by YUNIAR INDRA
Oktober 1, 2025
Laku Menulis adalah Laku Merawat Ilmu; Sebuah Refleksi dan Motivasi
Artikel Ringan

Laku Menulis adalah Laku Merawat Ilmu; Sebuah Refleksi dan Motivasi

by Vigar Ramadhan
September 22, 2025
Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara
Artikel Ringan

Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara

by Syifa' Q.
September 11, 2025
Kesibukan Tanpa Makna: Renungan Islam untuk Menata Hidup di Tengah Arus Produktivitas Modern
Artikel

Kesibukan Tanpa Makna: Renungan Islam untuk Menata Hidup di Tengah Arus Produktivitas Modern

by AI NURUSSAADAH
September 9, 2025
Next Post
لولاحواء لم تخن انثى زوجها الدهر “Meluruskan Makna Khianat yang Disalahpahami : Islam Tidak Menzalimi Kaum Hawa”

لولاحواء لم تخن انثى زوجها الدهر "Meluruskan Makna Khianat yang Disalahpahami : Islam Tidak Menzalimi Kaum Hawa"

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

register akun perpus maha

Premium Content

Sejarah Perkembangan Hadis Pada Abad Kedua Hijriyah

Perkembangan Hadist Rentang Abad ke-5 hingga ke-6 Hijriyah

Agustus 29, 2023
Menelisik Demonstrasi Dalam Kacamata Fiqhul Hadis

Menelisik Demonstrasi Dalam Kacamata Fiqhul Hadis

September 2, 2025
Kritik Hadis dan Metodologi Tahammul dalam Hadis Nabi SAW

Kritik Hadis dan Metodologi Tahammul dalam Hadis Nabi SAW

Juni 23, 2025

Browse by Category

  • Artikel
  • Artikel Ringan
  • Berita
  • biografi
  • Feminisme
  • Fikih Ibadah
  • Fiqhul Hadis
  • Hadis Tematik
  • Hasyimian
  • Kajian Fikih
  • Kajian Hadis
  • Library Management System
  • Opini
  • Orientalis
  • powerpoint
  • Resensi
  • Review Literatur
  • Sejarah Hadis
  • tafsir dan ulum al-qur'an
  • Tasawuf dan Tarekat
  • Tekno
  • ulumul hadits
  • Uncategorized

Browse by Tags

agama ahli fiqih Alam artikel demonstrasi dermawan dirasat asanid fikih hadis hadist Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari Hasyim Asy'ari ilmu hadis islam jurnal Kajianhadis kajian hadis kajianhadist kitab kritik hadis lingkungan ma'hadaly ma'had aly ma'hadalyhasyimasy'ari mahad aly mahad aly hasyim asyari Mahasantri masyayikh Tebuireng Metodelogi Muhaddis musthalah hadits Nabi Muhammad Nuskha OJS orientalis Puasa Ramadhan sains sanad sejarah Shalat tafsir takhrij Tarawih Tebuireng
Nuskha

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Navigate Site

  • Account
  • Game Hadis
  • Koleksi Kitab Digital
  • Kontributor
  • Logout
  • My Profile
  • NUSKHA
  • Password Reset
  • Pendaftaran Akun Penulis
  • Perpus MAHA
  • جدول مراتب الجرح والتعديل

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Kajian Hadis
  • Kajian Fikih
  • Berita
  • Mulai menulis

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?