Sejarah Singkat Madzhab Az-Zhahiri
Madzhab ini memiliki masa kejayaannya pada abad ke-3 Hijriyah, di Iran, tempat munculnya madzhab ini pertama kali. Madzhab Zhahiri disebut sebagai madzhab keempat setelah Madzhab Syafi’i, Hanafi, dan Maliki, sementara Madzhab Hambali muncul setelah Madzhab Az-Zhahiri. Madzhab ini menyebar di beberapa negara, antara lain Irak, Persia, Afrika bagian Utara, dan Andalusia.
Awalnya madzhab ini penganut madzhab Syafi’i, yang dikenal teguh dalam menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadis sebagai dasar hukumnya, hal itu juga yang dijunjung oleh Madzhab Az-Zhahiri. Namun seiring berjalannya waktu Imam Syafi’i menggunakan qiyas (perumpamaan) dan Ra’yu (pemikiran pribadi), sehingga penganutnya memutuskan untuk keluar dari syaifi’iyah dan mendirikan madzhab sendiri.
Madzhab Zhahiri muncul dan dipopulerkan oleh dua tokoh ulama’ besar, yaitu Daud bin Ali bin Khalaf al-Isfahani dan Ibnu Hazm Al-Andalusi. Daud bin Ali bin Khalaf al-Isfahani adalah sang pendiri, dikenal sebagai pemegang teguh nash. Kemudian dilanjutkan oleh Ibnu Hazm Al-Andalusi yang mengembangkan dan menegakkan dalil-dalilnya. Ibnu Hazm lebih ketat dalam memegang teguh nash dibandingkan Daud sang pendiri.
Profil Tokoh Pendiri Madzhab Az-Zhahiri
- Daud Zhahiri
Daud Zhahiri, atau Daud bin Ali bin Khalaf al-Isfahani lahir di Kufah tahun 200 H/815 M dan wafat pada tahun 270 H/883 M. Seorang tokoh yang dijuluki Abu Sulaiman ini tumbuh menjadi ulama wara’, fasih berbahasa, dan pendiri mazhab Zhahiri. Awalnya fanatik terhadap madzhab Syafi’i, yang tertarik pada metode asy-Syafi’i dalam berargumentasi dengan nash untuk dijadikan sumber hukum utama, namun lambat laun Imam Syafi’i menggunakan Qiyas. Daud kemudian menolak qiyas dan mengembangkan sendiri konsep lahiriah nash dalam menentukan hukum. Daud Az-Zhahiri menciptakan karya-karya monumental seperti “Ibtal At-Taqlid” dan “Ibtal Al-Qiyas.”
- Ibnu Hazm
Ibnu Hazm, atau Ali bin Sa’id bin Hazm, lahir di Cordoba tahun 384 H/994 M. Ibnu Hazm adalah putra pejabat Dinasti Umayyah, ayahnya menjabat sebagai wazir sedangkan ibunya meninggal saat beliau masih sangat kecil. Dibesarkan dalam keluarga yang kaya, Ibnu Hazm tidak gila harta, ia justru memilih mencari ilmu daripada kekayaan. Beliau dianggap ia dianggap tokoh pengembang dalam pengetahuan di Madzhab Az-Zhahiri yang fanatik dengan Madzhab Syafi’iyah. Meskipun cenderung mempelajari Fiqih Maliki, ia menonjol dalam studi hadis dan ushul fiqih. Seorang ulama kritis, Ibnu Hazm mengejar kebenaran dengan tajam dan ikhlas berdasarkan nash Al-Qur’an dan Hadis. Beliau memiliki banyak murid yang tersebar di Timur Tengah, ia juga banyak memberikan sumbangsih di dunia keislaman dengan menciptakan beberapa karyanya yang monumental seperti “Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam” dan “Al-Muhalla“, membuktikan kedalaman wawasan, keberanian dalam membela Islam, dan keteguhan dalam dasar hukum nash. Walaupun dihadapkan pada berbagai fitnah, Ibnu Hazm meninggalkan warisan berupa sekitar 400 kitab, mempengaruhi generasi sesudahnya melalui murid-muridnya seperti Abu Al-Khatthab Majdudin Bin Umar Bin Al-Hasan dan Muhyidin Bin ’Arabi.
Dapat disimpulkan bahwa tokoh Madzhab Az-Zhahiri memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemikiran Islam meskipun sering kali dianggap sebagai minoritas. Meskipun sederhana dalam pendekatan dan menekankan pada teks-teks utama Islam, kontribusinya tetap relevan. Walaupun demikian, masih ada perdebatan tentang relevansinya dalam konteks masa kini. Namun, memahami warisan dan kontribusi mereka tetap penting bagi pemahaman kita tentang keragaman pemikiran Islam.