Dalam proses periwayatan hadis, peran para sahabat Nabi saw. sangatlah vital, termasuk di antaranya para sahabat perempuan yang sering kali luput dari sorotan kajian-kajian klasik maupun kontemporer. Perempuan mendapatkan posisi yang terhormat dalam kehidupan bermasyarakat ketika Nabi saw. datang membawa agama Islam. Jika sebelumnya di masa jahiliyah masyarakat memandang kaum perempuan sebagai makhluk yang berkedudukan sangat rendah, justru ketika Nabi saw. datang kaum perempuan mendapatkan perlakuan yang tidak berbeda dengan kaum laki-laki bahkan dimuliakan. Ketika kaum laki-laki memiliki sebuah kelompok pengajian dengan Nabi saw. perempuan juga merasa tidak mau ketinggalan, bahkan Nabi saw. sendiri apabila selesai mujalasah (ngaji) dengan kaum laki–laki, beliau langsung berpindah menuju majelis kaum perempuan.[1]
Hal tersebut dapat dilihat dalam kitab Shahih Bukhari dengan riwayat yang masyhur berikut,
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ: جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ امْرَأَةُ أَبِي طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ: إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الحَقِّ، هَلْ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا هِيَ احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ إِذَا رَأَتِ المَاءَ»
Dari Ummu Salamah (Ummul Mukminin), beliau berkata bahwasanya Ummu Sulaim datang menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam perkara yang hak. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Rasulullah saw. menjawab: “Ya, jika dia melihat air.“[2]
Dari hadis yang mereka riwayatkan tersebut kemudian dicatat dan menjadi referensi dalam kitab-kitab hadis utama seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Pernyataan ini menegaskan bahwa kontribusi kaum perempuan dalam mengumpulkan dan menyebarkan hadis sangat dihargai, memastikan bahwa pengetahuan tentang ajaran Islam dan kehidupan Nabi Muhammad saw. terjaga dengan baik.
Di antara figur sentral yang memiliki kontribusi luar biasa dalam periwayatan hadis adalah istri-istri Nabi saw., khususnya Aisyah binti Abu Bakar dan Hafsah binti Umar. Aisyah dikenal sebagai salah satu perawi hadis terbanyak, dengan ribuan riwayat yang dikutip dalam berbagai kitab hadis. Kepakarannya dalam ilmu agama, kecerdasannya, serta kedekatannya dengan kehidupan pribadi Nabi saw. menjadikan riwayat-riwayatnya memiliki nilai otoritatif yang tinggi. Demikian pula Hafsah, meskipun jumlah riwayatnya tidak sebanyak Aisyah, beliau tetap memainkan peran penting dalam menjaga dan menyampaikan ajaran Nabi saw. kepada generasi setelahnya.
Peran perempuan dalam meriwayatkan hadis semakin sentral tatkala para sahabat Nabi saw. seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan yang lain tidak dapat meriwayatkan hadis yang hanya didapatkan dari dalam rumah Nabi saw. Hanya kaum perempuan khususnya ummul mukminin yang mengetahui dan dapat meriwayatkannya. Seperti hadis yang diriwayatkan Imam Muslim
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْتَسِلُ فِي الْقَدَحِ وَهُوَ الْفَرَقُ، وَكُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَهُوَ فِي الْإِنَاءِ الْوَاحِدِ» وَفِي حَدِيثِ سُفْيانَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ، قَالَ قُتيْبةُ: قَالَ سُفْيانُ: «وَالْفَرَقُ ثَلَاثَةُ آصُعٍ»
Diriwayatkan dari Aisyah r.a., beliau berkata, “Rasulullah dahulu mandi dalam baskom, yaitu satu faraq. Sedangkan aku pernah mandi bersama beliau dalam satu bejana.” Dan dalam hadis Sufyan, dari satu bejana. Qutaibah menuturkan: Sufyan berkata, satu faraq adalah tiga Sha’. (HR. Muslim: 319)[3]
Di hadis lain juga disebutkan
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: عَنْ شُعْبَةَ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ»
“Dari ‘Aisyah r.a. beliau berkata bahwasanya Nabi saw. mencium dan mencumbu (dengan istrinya), padahal beliau sedang berpuasa. Namun Beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya di antara kamu sekalian.” (HR. Bukhari: 1927)[4]
Guru penulis dalam kajian kitab Sunan Ibnu Majah, Gus Ahmad Nuruddin mengatakan hal ini menjadi keutamaan para ummul mukminin daripada sahabat-sahabat yang lain dalam hal meriwayatkan hadis-hadis yang ada di balik tembok rumah Nabi saw., yang mana sudah jelas bahwa sahabat-sahabat yang lain tidak mempunyai wewenang apabila Nabi saw. sudah berada di dalam rumah bersama istri-istrinya.
Dalam meriwayatkan hadis, para ummul mukminin khususnya Sayyidah Aisyah juga sangat ketat berpegang kepada redaksi asli hadis tersebut. Ia menolak riwayah bi al-ma‘na yaitu kebolehan meriwayatkan hadis dengan redaksi yang berbeda-beda asal maknanya sama. Demikian ketat Sayyidah Aisyah menjaga prinsip riwayah bi al-lafz (periwayatan dengan lafaz yang sama) ini sehingga para sahabat biasa mendatanginya untuk mengecek hafalan mereka terhadap hadis-hadis Nabi saw.[5]
Dengan demikian seandainya ummul mukminin tidak meriwayatkan hadis-hadis tersebut maka akan banyak sekali perbuatan dan tindakan Nabi saw. di balik tembok rumah yang ikut terkubur bersama kewafatan beliau serta akan banyak juga koleksi hadis yang hilang dan tidak sampai ke generasi umat Islam berikutnya.
Wallahu A’lam
Editor: Mawil Hasanah Almusaddadah |
[1] Syekh Muhammad Abu Zahwin, Hadis wal Muhaddisun, Hal 55 – 56.
[2] Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz (1/ 64), No Hadis 282. (Maktabah Syamilah)
[3] Abu Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, juz (1/ 255), No Hadis 319. (Maktabah Syamilah)
[4] Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz (3/ 30), No Hadis 1927. (Maktabah Syamilah)
[5] Umniyatul Istiqlaliyah, Peran dan Pengaruh Aisyah dalam Bidang Hadis, (DIROSAT Journal of Islamic Studies, Volume 1, No. 1, Januari-Juni 2016 ISSN: 2541-1667 (P) 2541-1675 (E)), hlm. 44-45.