Al-Shahifah al-Shahihah
Di samping al-Shahifah al-Shadiqah, ada juga kitab hadis masa awal Islam yang juga menarik, yaitu al-Shahifah al-Shahihah karya Hammam bin Munabbih, salah seorang tokoh Tabi’in yang hidup antara tahun 40–131 H. Hammam berguru kepada Abu Hurairah dan dari padanya beliau menulis hadis yang kemudian dibukukannya dalam kitab beliau tersebut. Berbeda dengan al-Shahifah al-Shadiqah karya Abdullah bin ‘Amr di mana naskah aslinya tidak dapat kita temukan sekarang, naskah al-Shahifah al-Shahihah ini dapat kita temukan sekarang di mana Dr. Muhammad Hamidullah berhasil menemukannya dalam dua naskah manuskrip yang sama, masing-masing di Perpustakaan Berlin dan Damaskus. Beliau kemudian meneliti, mengedit, dan menerbitkannya. Sementara Imam Bukhari juga menukil sejumlah besar hadis-hadis yang terdapat dalam Shahifah al-Shahihah ini dalam kitabnya Shahih al-Bukhari.[7] Bukti ini akan semakin menguat bila kita menilik contoh lainnya yang juga berasal dari jalur periwayatan Abu Hurairah, yakni naskah karya Suhail bin Abu Shalih.
Suhail bin Abu Shalih
Apabila Hadis telah ditulis pada masa Nabi Saw. atas izin dan anjuran beliau, maka para pakar Ilmu Hadis berpendapat bahwa paruh pertama dari abad 2 H merupakan masa pembukuan kembali hadis secara besar-besaran. Metode pembukuan hadis pada masa ini juga memperoleh bentuk yang baru di mana penyusunan hadis diklasifikasikan berdasarkan tema masing-masing.[8] Sementara orang-orang yang membukukan hadis dengan metode ini dapat dituturkan, misalnya: Ibnu Juraij (w 150 H) di Makkah, Malik bin Anas (w 179 H) di Madinah, Hammad bin Salamah (w 167 H) di Bashrah, Sufyan al-Tsauri (w 161 H) di Kufah, Ma’mar bin Rasyid (w 153 H) di Yaman, al-Auza’i (w 157 H) di Syam, Abdullah bin al-Mubarak (w 181 H) di Khurasan, Jarir bin Abd al-Hamid (w 188 H) di Ray, dan lain-lain.[9]
Ada yang perlu diketengahkan di sini, yaitu kitab hadis tulisan Suhail bin Abu Shalih (w 138 H). Tak berbeda dengan Hammam bin Munabbih (w 131 H) yang menulis kitab al-Shahihah, Suhail juga menulis Hadis yang ia terima dari ayahnya (Abu Shalih), dan ayahnya menerima hadis itu dari Abu Hurairah.
Apabila Hammam menamakan kitabnya dengan al-Shahihah, maka Suhail tidak memberikan nama apa-apa kepada karya tulisnya itu. Karenanya, kitab Suhail ini akhirnya hanya populer dengan sebutan Nuskhah Suhail bin Abu Shalih saja. Dan yang menarik, pada tahun 1966 Nuskhah Suhail bin Abu Shalih ini ditemukan dalam bentuk manuskrip (tulisan tangan) oleh Muhammad Mustafa Azami di Perpustakaan al-Dhahiriyah Damascus Syria. Azami kemudian meneliti, mengedit, dan menerbitkannya bersama disertasinya untuk meraih gelar doktor dari Universitas Cambridge Inggris. Maka pada gilirannya Nuskhah Suhail bin Abu Shalih ini juga ikut memperkuat pembuktian bahwa hadis Nabawi telah ditulis dan dibukukan pada masa yang sangat dini dalam sejarah Islam.[10]
Editor: Vigar Ramadhan D.M.D.
[1] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, hlm. 67.
[2] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, hlm. 68.
[3] Muhammad al-Khatib, As-Sunnah Qobla at-Tadwin, hlm. 332.
[4] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, hlm. 69.
[5] Abdullah al-Darimi, Sunan al-Darimi, hlm. 127.
[6] Muhammad al-Khatib, As-Sunnah Qobla at-Tadwin, hlm. 349-350.
[7] Ibid. hlm. 356-357.
[8] Metode ini disebut metode tabwib (pembuatan bab).
[9] Ibid. hlm. 337-338.
[10] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, hlm. 72.










