Beberapa metodologi ulama hadis telah disinggung dalam artikel sebelumnya. Dimulai dari metode juz’ dan atraf, yang dilanjut dengan metode pengklasifikasian berdasarkan topik atau babnya seperti muwatta’ dan mushannaf. Nah, kali ini penulis akan melanjutkan pembahasannya hingga tuntas. Artikel ini akan membahas sekitar delapan metode ulama hadis yang digunakan dalam pembukuan hadis. Metode-metode yang dimaksud adalah sebagai berikut,
Metode Musnad
Salah satu hal yang unik dalam penyusunan hadis adalah di antara para ulama hadis ada yang tidak menggunakan metode klasifikasi hadis, melainkan berdasarkan nama para sahabat Nabi saw. yang meriwayatkan hadis itu. Metode ini disebut musnad. Sehingga orang yang merujuk kepada kitab musnad dan ia mau mencari hadis yang berkaitan dengan bab salat misalnya, ia tidak akan mendapatkan hasil apa-apa. Sebab dalam kitab musnad tidak akan ditemukan bab salat, bab zakat, dan sebagainya. Yang ada hanyalah bab tentang nama-nama sahabat Nabi saw. beserta hadis-hadis yang diriwayatkan mereka.
Jumlah kitab musnad ini banyak sekali, menurut suatu sumber lebih dari 100 buah. Namun hanya beberapa buah saja yang populer, misalnya kitab al-Musnad karya al-Humaidi (w. 219 H), kitab al-Musnad karya Abu Dawud al-Tayalisi (w. 204 H), kitab al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), dan kitab al-Musnad karya Abu Ya’la al-Maushili (w. 307 H).
Metode Jami’
Kata jami’ berarti sesuatu yang mengumpulkan, menggabungkan, dan mencakup. Dalam disiplin ilmu hadis, kitab jami’ adalah kitab hadis di mana metode penyusunannya mencakup seluruh topik dalam agama, baik aqidah, hukum, adab, tafsir, manaqib, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadis yang menggunakan metode jami’ ini jumlahnya cukup banyak. Di antaranya, kitab jami’ karya Imam al-Bukhari (w. 256 H) yang berjudul al-Jami’ al-Shahih al-Musnad al-Mukhtashar min Umur Rasul Allah Shalla Allah ‘alaihi wa Sallam wa Sunanih wa Ayyamih, yang kemudian diringkas menjadi al-Jami’ al-Shahih, dan populer dengan sebutan Shahih al-Bukhari. Begitu pula ahli-ahli hadis yang lain, seperti Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi (w. 262 H) dan lain-lain menyusun kitab-kitab hadis dengan metode jami’.
Metode Mustakhraj
Manakala penyusunan kitab hadis berdasarkan penulisan kembali hadis-hadis yang terdapat dalam kitab lain, kemudian penulis kitab tersebut mencantumkan sanad dari dirinya sendiri, maka metode ini disebut mustakhraj. Sebagai contoh, kitab mustakhraj atas kitab Shahih al-Bukhari. Penulisnya menyalin kembali hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari, kemudian mencantumkan sanad dari dirinya sendiri (muallif), bukan sanad yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari.
Ada lebih dari sepuluh buah kitab mustakhraj. Di antaranya, al-Mustakhraj ‘ala Shahih al-Bukhari yang telah disebutkan sebelumnya, karya al-Isma’ili (w. 371 H) dan karya Ibnu Abi Dzuhl (w. 378 H). Juga ada al-Mustakhraj ‘ala Shahih Muslim karya al-Isfirayini (w. 310 H) dan karya Abu Hamid al-Harawi (w. 355 H). Selain itu, terdapat pula kitab mustakhraj atas Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, seperti karya Abu Nu’aim al-Ishbahani (w. 430 H), Ibnu al-Akhram (w. 344 H), dan lainnya.
Metode Mustadrak
Terkadang penyusunan kitab hadis dilakukan dengan menyusulkan hadis-hadis yang tidak tercantum dalam suatu kitab hadis lain. Namun, dalam menuliskan hadis-hadis susulan tersebut, penulis kitab mengikuti persyaratan periwayatan hadis yang digunakan oleh kitab yang menjadi rujukan. Maka, metode penulisan kitab ini disebut mustadrak. Misalnya, karya Imam al-Hakim al-Naisaburi (w. 405 H) yang berjudul al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, di mana hadis-hadis yang tidak tercantum dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dicantumkan dalam kitabnya. Meski demikian, beliau mengikuti kriteria periwayatan hadis yang telah ditentukan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Jadi, hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab mustadrak tidak ditemukan dalam kitab asalnya. Hal ini berbeda dengan kitab-kitab mustakhraj, di mana hadis-hadis yang terdapat di dalamnya juga terdapat dalam kitab asalnya.
Metode Sunan
Kata ‘sunan’ adalah bentuk jamak dari kata ‘sunnah’, yang pengertiannya juga sama dengan hadis. Metode sunan merujuk pada penyusunan kitab hadis berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab fiqhiyah) dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi saw. saja (hadis-hadis marfu’). Jika terdapat hadis-hadis yang bersumber dari sahabat (mauquf) atau tabi’in (maqtu’), jumlahnya relatif sedikit. Hal ini berbeda dengan kitab-kitab muwatta’ atau mushannaf yang banyak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’, meskipun metode penyusunannya sama dengan kitab sunan.
Di antara kitab-kitab sunan yang populer adalah karya Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H), Ibnu Majah al-Qazwini (w. 275 H), dan al-Nasai (w. 303 H) yang kitabnya semula diberi nama al-Mujtaba. Begitu juga Imam al-Syafi’i (w. 204 H) yang juga menyusun kitab sunan, meskipun kurang banyak disebut-sebut.
Metode Mu’jam
Mu’jam adalah metode penulisan kitab hadis di mana hadis-hadis disusun berdasarkan nama-nama sahabat, guru-guru hadis, negeri-negeri, atau kategori lainnya. Nama-nama tersebut biasanya disusun berdasarkan huruf mu’jam (alfabet kamus). Kitab-kitab hadis yang menggunakan metode ini sangat banyak. Salah satu yang paling terkenal adalah karya Imam al-Tabrani (w. 360 H), yang menulis tiga kitab mu’jam: al-Mu’jam al-Kabir, al-Mu’jam al-Ausat, dan al-Mu’jam al-Shaghir.
Metode Majma’
Metode pembukuan hadis seperti yang dijelaskan sebelumnya telah digunakan oleh para penulis hadis sejak masa Nabi saw. hingga sekitar awal abad ke-5 H. Kitab-kitab hadis yang menggunakan metode tersebut disebut sebagai kitab-kitab pokok atau induk (al-Kutub al-Ummahat), karena penulisnya memiliki sanad yang bersambung kepada Nabi saw. Sedangkan dari segi keilmuan, kitab-kitab ini memiliki nilai yang sangat tinggi, sehingga menurut para ahli, dalam merujuk kepada suatu hadis, hanya kitab-kitab tersebut yang dapat dijadikan rujukan standar.
Namun, sejak akhir abad ke-5 H, muncul fenomena baru dalam metodologi pembukuan hadis. Para penulis hadis mulai menggabungkan kitab-kitab hadis yang sudah ada. Metode ini disebut jama’ atau majma’. Langkah ini dilakukan untuk memudahkan orang dalam merujuk hadis. Sebagai contoh, kitab al-Jam‘ baina al-Shahihain karya al-Humaidi (w. 488 H) menggabungkan isi kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Ada juga al-Jam‘ baina al-Ushul al-Sittah karya Ibn al-Atsir (w. 606 H), yang menggabungkan enam kitab hadis.
Metode Zawaid
Terkadang juga sebuah hadis ditulis oleh sejumlah penulis hadis secara bersamaan dalam kitab-kitab mereka. Namun, ada juga hadis yang hanya ditulis oleh seorang penulis hadis saja, sementara penulis hadis lainnya tidak mencatatnya. Hadis-hadis jenis kedua ini menjadi objek penelitian para pakar hadis berikutnya. Mereka menghimpunnya dalam kitab tersendiri. Metode penulisan hadis ini disebut zawaid, yang secara kebahasaan berarti ‘tambahan-tambahan’. Contohnya adalah kitab Misbah al-Zujajah fi Zawaid Ibn Majah karya al-Bushairi (w. 840 H), yang berisi hadis-hadis yang hanya ditulis oleh Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya dan tidak terdapat dalam lima kitab hadis lainnya (Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, dan Sunan al-Nasai).
Sejarah pembukuan hadis merupakan cerminan dari upaya ulama dalam menjaga keotentikan dan kemurnian ajaran Islam. Berbagai metode seperti juz’, atraf, dan sunan hingga zawaid, menunjukkan bahwa proses dokumentasi hadis berkembang seiring waktu untuk menjawab kebutuhan umat dan tantangan dalam mempelajari hadis. Penegasan bahwa banyak sahabat Nabi yang telah menulis hadis sejak masa beliau juga membuktikan bahwa tradisi literasi hadis sudah dimulai sejak awal Islam.
Melalui penelitian ilmiah yang terus berkembang, kita dapat lebih memahami bagaimana keilmuan Islam dibangun di atas fondasi yang kokoh, salah satunya adalah hadis. Upaya para ulama dalam mengembangkan metode pembukuan hadis bukan hanya sebuah pencapaian intelektual, tetapi juga warisan yang perlu dihargai dan dilestarikan oleh generasi mendatang.
Sekian, semoga bermanfaat, maturnuwun.
Referensi:
- Prof. Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus (2020).
- Prof. Abustami Ilyas, Studi Hadis Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, Depok: Raja Grafindo Persada (2019).
Penulis: Mahasantri Semester 4 (Angkatan Syalmahat)
Editor: Mawil Hasanah Almusaddadah