• Kontributor
  • Daftar
  • Login
Upgrade
Nuskha
Advertisement
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Kajian Hadis
      • ulumul hadits
      • Sejarah Hadis
    • Artikel Ringan
    • Kajian Fikih
    • Review Literatur
    • biografi
    • tafsir dan ulum al-qur’an
    • Tekno
  • Agenda
  • download
    • Skripsi
    • powerpoint
No Result
View All Result
Nuskha
No Result
View All Result
Home Artikel Ringan

Legalitas Riwayat Bil Makna dan Implikasinya terhadap Perbedaan Interpretasi Hukum antar Ulama Madzhab

Husnu Widadi by Husnu Widadi
Februari 18, 2025
in Artikel Ringan, ulumul hadits, Uncategorized
0
Legalitas Riwayat Bil Makna dan Implikasinya terhadap Perbedaan Interpretasi Hukum antar Ulama Madzhab

Dalam disiplin ilmu hadis, para ulama muhaddisin sepakat bahwa periwayatan hadis bil lafdzi, yaitu periwayatan hadis dengan redaksi yang sama persis sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw., diperbolehkan tanpa menafikan kredibilitas perawi maupun syarat-syarat yang menentukan keabsahan suatu hadis untuk diamalkan. Namun, terkait dengan periwayatan hadis bil makna, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Periwayatan hadis bil makna diperbolehkan dengan syarat-syarat tambahan yang harus dipenuhi guna memastikan keakuratan makna yang disampaikan tetap sesuai dengan maksud asli hadis.

Para ulama menetapkan periwayatan hadis bil makna hanya dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria tertentu. Syarat khusus yang harus dipenuhi di antaranya, seorang perawi harus bisa memahami kaidah bahasa arab secara utuh beserta kandungan makna dari setiap kalimat, karena dikhawatirkan seorang perawi merubah matan hadis dengan redaksi kalimat lain yang dikiranya memiliki maksud yang sama padahal terdapat kontradiksi makna antara keduanya.[1]

Imam Abu Hanifah menambahkan syarat lain dalam penerapan riwayat bil makna yaitu seorang perawi harus orang yang faqih, yakni mampu memahami setiap makna yang terkandung dari suatu kata agar ia dapat mengerti dampak yang timbul pada setiap kata yang ia gunakan.[2]

Dikarenakan legalitas riwayat bil makna inilah mengakibatkan adanya perbedaan redaksi matan hadis di antara para perawi hadis. Hal ini juga berimplikasi terhadap perbedaan interpretasi hukum di antara para ulama madzhab berdasarkan istidlal dari hadis-hadis tersebut. Seperti contoh dalam dua riwayat hadis tentang seseorang yang mendapatkan shalat jama’ah di rakaat terakhir bersama imam, sebagai berikut :

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi’b berkata, telah menceritakan kepada kami dari Al-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah dari Nabi saw. dan dari Al-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda, “Jika kalian mendengar iqamat dikumandangkan, maka berjalanlah menuju salat dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang berwibawa dan jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan dari salat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah”.[3]

Kemudian dalam hadis lain riwayat Imam Ahmad dengan redaksi matan yang sedikit berbeda, yakni  pada kalimat terakhir dari hadis tersebut, berikut teks lengkap nya:

حَدَّثَنَا حَمَّادٌ قَالَ وَحَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَابْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا وَلَا تُسْرِعُوا وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةَ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا

Telah menceritakan kepada kami Hammad berkata, dan telah menceritakan kepada kami Abu Al-Nadhr dari Ibnu Abu Dzi`b dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dan Ibnul Musayyab dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian mendengar Iqamah maka berjalanlah dengan tenang dan jangan tergesa-gesa, apa yang kalian dapati maka salatlah dan apa yang kalian tertinggal maka penuhilah”.[4]

Ada sedikit perbedaan dalam dua riwayat diatas yakni pada kalimat ( فأتموا ) dan ( فاقضوا )   yang mengakibatkan perbedaan interpretasi dari segi hukum fikih tentang permasalahan seorang makmum masbuq saat menjumpai imam di rakaat keempat, bagaimana ia menyempurnakan sisa tiga rakaat yang tertinggal?

Maka bagi yang berhujjah berlandaskan hadis pertama dengan redaksi ( فأتموا )  makmum yang menjumpai imam di rakaat keempat terhitung sebagai rakaat pertama baginya, maka ketika imam selesai salam, makmum tersebut kembali berdiri dan melanjutkan ke rakaat yang kedua, maka berlaku baginya kesunnahan sebagaimana rakaat kedua seperti sunnah untuk membaca surat setelah pembacaan Al-Fatihah dan duduk tasyahud awal sebagaimana seseorang yang shalat sendirian. Pandangan ini dianut oleh sebagian ulama madzhab di antaranya adalah Imam Syafi’i.

Kemudian bagi pendapat yang berpegangan pada hadis yang kedua dengan redaksi  (فاقضوا) maka setelah imam selesai salam, makmum masbuq tersebut berdiri untuk mengqadha’ tiga rakaat yang tertinggal dari imam dan dihitung sebagai rakaat pertama baginya. Maka, dalam hal ini berlaku baginya kesunnahan rakaat pertama seperti membaca doa iftitah, membaca surat setelah pembacaan Al-Fatihah dan begitupun di rakaat kedua sebagaimana shalat sendirian. Adapun di rakaat ketiga, ia hanya cukup membaca surat Al-Fatihah tanpa membawa surat setelah nya. Pandangan ini dianut oleh sebagian ulama madzhab seperti Imam Abu Hanifah.[5]

Masih ada sekian banyak contoh perbedaan pendapat antara para imam madzhab yang bermula dari periwayatan hadis bil makna yang menyebabkan perbedaan redaksi matan hadis dalam beberapa riwayat dan berimplikasi terhadap perbedaan interpretasi hukum di antara para ulama madzhab Itulah sebabnya beberapa ulama lebih mengutamakan riwayat hadis dari seseorang yang faqih daripada yang lain. Seperti yang dikatakan oleh Imam Waqi’ dalam kitab al-Jarh wa al-Ta’dil karya Imam Abu Hatim:

حديث الفقهاء أحب إلي من حديث الشيوخ

“Hadis riwayat para ahli fiqih lebih aku sukai daripada hadis riwayat perawi konvensional”.

Pandangan ini tentu bukan tanpa alasan, beliau menilai bahwa perhatian seorang ahli fikih terhadap hadis dalam sesuatu yang berkaitan dengan hukum itu lebih berat daripada perhatian yang lain.[6]


[1] Abu Bakar al-Baghdadi, Al-Kifayah fi ‘Ilmi al-Riwayah, hlm 198.

[2] Muhammad Zahid al-Kausari, Fiqhu Ahli al-Iraq wa Hadisuhum, hlm 35.

[3] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz 3/129, no. 636.

[4] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz 13/97, no.7664

[5] Muhammad Awwamah, Atsar al-Hadis al-Syarif fi Ikhtilafi Aimmati al-Fuqoha’, hlm 43.

[6] Abu Hatim, Al-Jarh wa Ta’dil, hlm 25.


Penulis: Mahasantri Marhalah Tsaniyah

Editor: Vigar Ramadhan Dano M.D.

Tags: Mahasantri
Previous Post

Keutamaan Bulan Sya’ban dalam Hadis Nabi: Persiapan Spiritual Menuju Ramadan

Next Post

Otoritas Hadis Dhaif dalam Istinbat Hukum Perspektif 4 Madzhab

Husnu Widadi

Husnu Widadi

Mahasantri Marhalah Tsaniyyah Ma'had Aly Hasyim Asy'ari, juga fans Real Madrid nyell.

Related Posts

Meluruskan Kesalahpahaman Hadis “Salat Orang Mabuk Tidak Diterima 40 Hari”
Artikel Ringan

Meluruskan Kesalahpahaman Hadis “Salat Orang Mabuk Tidak Diterima 40 Hari”

by Ridwan GG
Oktober 13, 2025
Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam
Artikel Ringan

Investigasi Pondasi Hadis Syeikh Naquib Al-Attas dalam Falsafah Pendidikan Islam

by YUNIAR INDRA
Oktober 1, 2025
Laku Menulis adalah Laku Merawat Ilmu; Sebuah Refleksi dan Motivasi
Artikel Ringan

Laku Menulis adalah Laku Merawat Ilmu; Sebuah Refleksi dan Motivasi

by Vigar Ramadhan
September 22, 2025
Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara
Artikel Ringan

Membaca Sikap Khulafa’ ar-Rasyidin saat Hadapi Kritik Rakyat: Refleksi Konstruktif terhadap Respons ‘Tone-Deaf’ Pemerintah Hingga ‘Insult Politics’ Pejabat Negara

by Syifa' Q.
September 11, 2025
Kesibukan Tanpa Makna: Renungan Islam untuk Menata Hidup di Tengah Arus Produktivitas Modern
Artikel

Kesibukan Tanpa Makna: Renungan Islam untuk Menata Hidup di Tengah Arus Produktivitas Modern

by AI NURUSSAADAH
September 9, 2025
Next Post
Otoritas Hadis Dhaif dalam Istinbat Hukum Perspektif 4 Madzhab

Otoritas Hadis Dhaif dalam Istinbat Hukum Perspektif 4 Madzhab

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

register akun perpus maha

Premium Content

Periode Terakhir: Perkembangan Hadist Abad ke-7 Hijriyah

September 21, 2023
Kritik Hadis dan Metodologi Tahammul dalam Hadis Nabi SAW

Kritik Hadis dan Metodologi Tahammul dalam Hadis Nabi SAW

Juni 23, 2025
Telaah Kedua Keshahihan Hadis: Menguak Lima Kaidah dalam Ilmu Hadis

Telaah Kedua Keshahihan Hadis: Menguak Lima Kaidah dalam Ilmu Hadis

Oktober 12, 2024

Browse by Category

  • Artikel
  • Artikel Ringan
  • Berita
  • biografi
  • Feminisme
  • Fikih Ibadah
  • Fiqhul Hadis
  • Hadis Tematik
  • Hasyimian
  • Kajian Fikih
  • Kajian Hadis
  • Library Management System
  • Opini
  • Orientalis
  • powerpoint
  • Resensi
  • Review Literatur
  • Sejarah Hadis
  • tafsir dan ulum al-qur'an
  • Tasawuf dan Tarekat
  • Tekno
  • ulumul hadits
  • Uncategorized

Browse by Tags

agama ahli fiqih Alam artikel demonstrasi dermawan dirasat asanid fikih hadis hadist Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari Hasyim Asy'ari ilmu hadis islam jurnal Kajianhadis kajian hadis kajianhadist kitab kritik hadis lingkungan ma'hadaly ma'had aly ma'hadalyhasyimasy'ari mahad aly mahad aly hasyim asyari Mahasantri masyayikh Tebuireng Metodelogi Muhaddis musthalah hadits Nabi Muhammad Nuskha OJS orientalis Puasa Ramadhan sains sanad sejarah Shalat tafsir takhrij Tarawih Tebuireng
Nuskha

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Navigate Site

  • Account
  • Game Hadis
  • Koleksi Kitab Digital
  • Kontributor
  • Logout
  • My Profile
  • NUSKHA
  • Password Reset
  • Pendaftaran Akun Penulis
  • Perpus MAHA
  • جدول مراتب الجرح والتعديل

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Kajian Hadis
  • Kajian Fikih
  • Berita
  • Mulai menulis

© 2023 Nuskha - powered by Perpustakaan Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?