Di era digital, Ramadhan bukan lagi sekadar bulan ibadah yang dijalani dengan cara konvensional, melainkan juga dipengaruhi oleh teknologi yang semakin berkembang. Aplikasi semacam NU Online, Al-Qur’an digital, dan lain sebagainya, serta kajian daring telah membantu umat Islam untuk semakin mudah mengakses ilmu agama dan meningkatkan kualitas ibadah. Namun, di sisi lain, teknologi juga membawa tantangan tersendiri. Media sosial, misalnya, sering kali menjadi distraksi yang mengalihkan perhatian dari ibadah dan refleksi spiritual. Lalu, bagaimana kita dapat memanfaatkan teknologi secara optimal tanpa kehilangan esensi ibadah khususnya puasa di bulan Ramadhan?
Teknologi sebenarnya punya banyak manfaat untuk membantu ibadah selama Ramadhan. Aplikasi seperti Muslim Pro, NU Online, Al-Qur’an digital, dan podcast kajian Islam memberikan kemudahan dalam menambah wawasan keislaman kapan saja dan di mana saja. Selain itu, fitur pengingat salat, target membaca Al-Qur’an, dan donasi online mempermudah umat Islam dalam menjalankan ibadah dengan lebih disiplin. Tidak hanya itu, komunitas daring seperti grup kajian online dan kelas tafsir via zoom maupun YouTube juga bisa menjadi pemicu semangat untuk tetap konsisten beribadah selama Ramadhan.
Namun, di balik manfaatnya, teknologi juga bisa menjadi penghambat spiritualitas jika tidak digunakan dengan bijak. Salah satu tantangan terbesar adalah distraksi media sosial yang tanpa disadari dapat mengurangi fokus ibadah. Tidak jarang, orang yang awalnya hanya ingin membuka media sosial sebentar, justru terjebak dalam scrolling tanpa tujuan selama berjam-jam. Fenomena ini semakin diperparah dengan konsumsi konten hiburan yang berlebihan, seperti menonton short video di medsos atau bermain game, yang akhirnya menyita waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan lain yang lebih bermanfaat dan ibadah. Selain itu, ada kecenderungan mengganti pengalaman ibadah yang khusyuk dengan konsumsi konten Islami secara pasif, tanpa benar-benar menginternalisasi nilai-nilai spiritualnya. Dengan dalih lebih fleksibel, kini orang banyak memilih mengunduh ilmu lewat daring ketimbang tatap muka atau luring bersama guru yang kompeten secara keilmuan. Ditambah dengan maraknya kajian yang diadakan oleh influencer muda via online, ini juga menambah minat orang untuk duduk di masjid atau halaqah-halaqah dengan seorang yang alim mengurang.
Sudah jelas tertera dalam suatu hadis, Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
Dari Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.”[1]
Hadis ini -sependek pemahaman penulis- mengingatkan kita agar lebih selektif dalam menggunakan waktu, termasuk dalam konsumsi media sosial. Jika penggunaan teknologi lebih banyak membawa lalai daripada manfaat, maka perlu evaluasi agar tidak terjebak dalam kebiasaan yang merugikan.
Sebagai contoh, misalkan saya sendiri, seorang pemuda yang menjalani Ramadhan di era digital. Awalnya, -acapkali- saya berniat memanfaatkan waktu luang saat berpuasa untuk hal-hal produktif, seperti membaca Al-Qur’an atau membaca buku. Namun, tanpa disadari, kebiasaan bermain media sosial justru semakin meningkat selama Ramadhan. Setiap pagi setelah sahur dan subuh, yang awalnya berencana membaca satu juz Al-Qur’an. Namun, sebelum memulai, saya justru membuka media sosial sebentar untuk melihat berita atau konten terbaru. Lima menit berubah menjadi tiga puluh menit, dan tanpa sadar sudah larut dalam scrolling tanpa tujuan. Kebiasaan ini berlanjut hingga menjelang berbuka. Awalnya ingin membaca buku, tetapi malah tergoda menonton video hiburan yang muncul di beranda.
Hasilnya, meskipun berpuasa secara fisik, jiwa tetap dipenuhi distraksi. Saya merasa waktu berlalu begitu cepat, namun tanpa ada peningkatan ibadah yang signifikan. Setelah menyadari bahwa scrolling berlebihan telah mencuri banyak waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk ibadah, saya mencoba menerapkan beberapa perubahan. Dengan mulai menerapkan batasan waktu penggunaan media sosial, memanfaatkan alarm sebagai penanda waktu berhenti, dan secara sadar memilih menonaktifkan media sosial.
Sebagai tambahan, dan pengingat, bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menurunkan fungsi kognitif otak. Sebuah studi dari University of California Los Angeles (UCLA) mengungkapkan bahwa konsumsi konten instan dalam jumlah besar dapat mengurangi kemampuan otak dalam berpikir kritis dan mempertahankan fokus dalam jangka panjang.[2] Selain itu, penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berkorelasi dengan peningkatan kecemasan, depresi, serta penurunan memori jangka pendek.[3]
Teknologi dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadhan, namun juga bisa menjadi jebakan yang menghambat spiritualitas jika tidak digunakan dengan bijak. Studi kasus saya sendiri menunjukkan bagaimana mudahnya seseorang terperangkap dalam kebiasaan scrolling media sosial, yang tanpa disadari mengurangi fokus ibadah. Oleh karena itu, beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain, pertama, membuat jadwal digital sehat dengan menentukan waktu khusus untuk membuka media sosial dan membatasi durasinya agar tidak mengganggu waktu ibadah. Kedua, menggunakan fitur pengingat dan pemblokiran aplikasi seperti digital well-being, atau detoks digital untuk membatasi akses ke aplikasi hiburan. Ketiga, memilih konten yang lebih bermakna, dan menghindari konten yang hanya membuang waktu tanpa manfaat.
Dengan keseimbangan yang tepat, teknologi dapat menjadi sarana yang membantu meningkatkan ibadah, bukan justru menghambatnya. Ramadhan digital seharusnya menjadi momentum untuk semakin dekat dengan Allah, bukan sekadar menikmati hiburan tanpa batas.
Sekian, maturnuwun…
[1] Malik ibn Anas bin Malik bin Amr al-Asbahi, Muwattha Imam Malik, [Dar al-Marifah, Lebanon: hadis no. 1718]
[2] Stuart Wolpert, Is technology producing a decline in critical thinking and analysis?, Newsroom UCLAJanuary 27, 2009. Sumber https://newsroom.ucla.edu/releases/is-technology-producing-a-decline-79127?utm
[3] Kenneth A. Feder, PhD, Associations Between Time Spent Using Social Media and Internalizing and Externalizing Problems Among US Youth, JAMA Psychiatry September 11, 2019. Sumber: https://jamanetwork.com/journals/jamapsychiatry/fullarticle/2749480?utm
Penulis: Mahasantri Semeter 4 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari
Editor: Vigar Ramadhan Dano M.D.