Sejak semakin maraknya pelanggaran peperangan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, beberapa hari yang lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi mengeluarkan fatwa bahwasanya umat muslim diimbau untuk menghindari produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.
Himbauan untuk tidak membeli produk-produk terafiliasi Israel sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2005 yang terkenal dengan program (BDS) Boikot, Divestasi, Sanksi. Akan tetapi lebih marak lagi setelah kemarin keputusan fatwa MUI dikeluarkan bersamaan dengan beberapa negara lainnya ketika jumlah korban sipil sudah tidak bisa ditoleransi.
Di antara tuntunan fikih seputar boikot tersebut adalah:
Pertama, memastikan daftar produk-produk yang harus diboikot itu benar adanya.
Kedua, mempertimbangkan skala prioritas, di mana produk yang menjadi kebutuhan tersier lebih didahulukan untuk diboikot dari pada produk dalam skala sekunder. Begitu pula produk sekunder lebih didahulukan untuk diboikot daripada produk primer.
Beberapa landasan boikot adalah sebagai berikut:
Boikot ini menjadi kontribusi yang sangat riil dalam meringankan penderitaan masyarakat Gaza karena pembantaian di Gaza itu dipastikan ada dana besar yang membiayainya.
Jika masyarakat di luar Gaza melakukan pemboikotan secara masif terhadap produk-produk perusahaan tersebut, maka pembantaian itu akan kehilangan atau kehilangan sebagian dana yang menyuplainya.
Berikut pendapat beberapa ulama salaf dan khalaf yang turut menyinggung persoalan boikot :
Pendapat Imam Nawawi dalam, “Umat Islam tidak boleh (haram) menjual senjata kepada musuh Islam yang sedang memerangi Islam, dan tidak boleh juga membantu mereka dalam menegakkan agama mereka.” (Syarah Shahih Muslim 11/40).
Pendapat Ibnu al-Hajj al-Fasy al-Maliki, “Tidak masalah bagi kalangan Yahudi dan Nasrani mendirikan (ekonomi) untuk kalangannya sendiri dan yang seagama dengannya sebagai bentuk pembunuhan secara terpisah. Dan tidak masalah melarang mereka untuk menjual pada kaum Muslimin dan melarang kaum Muslimin membeli produk mereka.” (al-Madkhal 2/78).
Pendapat Sayyid Ramadhan al-Buthi, “Wajib ain untuk memboikot makanan dan produk dagang Amerika dan Israel, karena ini termasuk jihad yang mudah dilakukan bagi setiap orang Islam untuk menghadapi agresi dari Israel.” (Ma’a an-Nas Masyurat wa Fatawa, Syeikh Dr Sa’id Ramadhan al-Buthi, halaman 52).
Pernyataan Fatwa MUI yang senafas dengan pendapat para ulama yaitu “Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram. Umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.” (Fatwa MUI No 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina).
Kemudian Syekh Sa’ad al-Buthi menambahkan dalam kitab Siroh Nabawiyyah mengeluarkan steatment yang berbunyi:
وجوب نصرة المسلمين بعضهم لبعض، مهما اختلفت ديارهم وبلادهم ما دام ذالك ممكنا
“Wajib bagi seluruh orang muslim untuk saling menolong walaupun berbeda daerah dan negara selagi itu mungkin.”
Ulama’ telah sepakat bahwasanya bagi orang yang mampu untuk membebaskan dan menyelamatkan muslim yang teraniaya dan ia tidak melakukannya maka dia menanggung dosa besar. Imam Abu Bakar al-Araby juga berfatwa bahwasanya salah satu opsi dari pertolongan untuk muslim yang teraniaya adalah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk membebaskan mereka sampai tidak ada satu harta benda pun tersisa.
Dari pemamaparan di atas kita bisa taahu bahwa pembebasan penderitaan saudara kita di Gaza itu merupakan hal wajib akan tetapi teknis pembelaannya bisa dimusyawarahkan sesuai kemampuan dari setiap negara atau kelompok.
Sebatas tinjauan pada aspek dan dalil yang terbatas ini, boikot merupakan tindakan yang tepat, karena dianggap secara langsung berdampak pada anggaran operasi Zionis dan mengurangi merebaknya pelanggaran peperangan yang telah dilakukan oleh kaum Zionis kepada penduduk sipil di Gaza.
Penulis merupakan mahasantri semester 1
Editor: Alfiya Hanafiyah