Sebagai alat komunikasi, media sosial tampaknya telah menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia pada era sekarang. Kemajuan teknologi saat ini mempermudah kita dalam berkomunikasi, mencari informasi, melihat profil seseorang, dan berbagi pesan dengan orang lain. Sesuai dengan B.K. Lewis (2010), media sosial dapat dijelaskan sebagai “label bagi teknologi digital yang memungkinkan orang untuk berhubungan, berinteraksi, memproduksi, dan berbagi isi pesan.” Meskipun tujuan awal pembuatan media sosial bersifat positif, belakangan ini media tersebut malah mendapat citra negatif. Ironisnya, meskipun media sosial dianggap sebagai alat komunikasi, penggunaannya justru dapat membuat seseorang kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif di kehidupan sosial nyata. Dalam konteks ini, beberapa dampak positif dan negatif dari pengaruh media sosial akan diuraikan.
Dampak Positif dan Negatif.
Media sosial memberikan dampak positif bagi kita sebagai sarana komunikasi dengan orang-orang yang berada jauh, seperti teman, saudara, atau keluarga. Selain itu, media sosial juga berfungsi sebagai sumber hiburan yang dapat mengatasi kejenuhan dan stres. Pemanfaatan media sosial tidak hanya terbatas pada aspek pribadi, melainkan juga memainkan peran penting dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan dan bisnis. Dalam pendidikan, media sosial mengubah cara belajar dan mengajar dengan memberikan akses tanpa batas dan memungkinkan interaksi tanpa terikat pada ruang fisik. Di sektor bisnis, media sosial secara signifikan mempengaruhi kinerja pemasaran, terutama dengan munculnya toko online sebagai pasar digital dan alat promosi bagi para pedagang, memberikan dampak positif pada perekonomian masyarakat.
Namun, di balik manfaatnya, media sosial juga membawa dampak negatif yang tidak dapat diabaikan, bahkan mungkin lebih banyak. Misalnya, banyak informasi yang disebarkan melalui media sosial tidak memiliki validitas, menyebabkan netizen mudah terperdaya oleh berita palsu. Sejak diperkenalkannya tombol like, share, dan komentar, netizen sering kali terlibat dalam perdebatan di kolom komentar dan menyebarluaskan berita palsu. Keberadaan tombol-tombol tersebut, menurut Gita Wirjawan, menciptakan budaya yang memuja popularitas dan sensasionalisme di media sosial. Menurut Samovar & Porter RE, media sosial bahkan dapat memicu perubahan unsur budaya diantaranya:
- Perubahan pada kepercayaan, nilai, dan sikap, hal ini terlihat dari antara hubungan manusia dengan Tuhannya tidak lagi dianggap sebagai hubungan pribadi, namun ibadahnya dapat dibagikan kepada orang lain melalui media sosial. Media sosial juga dapat merubah nilai dan sikap, contohnya kerap kali ditemukan komentar-komentar pedas bahkan umpatan tanpa memperdulikan perasaan yang dikomentari dan ini merupakan penyimpangan yang jauh dari nilai-nilai sopan santun secara umum.
- Cara pandang dunia. Salah satu dampak negatif media sosial lainnya adalah berubahnya cara pandang dari tradisional ke cara pandang global yang kemudian mengakibatkan bentrokan budaya, misalnya budaya mem-posting dengan menggunakan pakaian yang terbuka bagi wanita di barat, sekarang ditiru di Indonesia padahal hal tersebut bertentangan dengan agama Islam dan budaya di Indonesia.
- Tabiat manusia, hal ini tampak pada banyaknya pengguna media sosial yang menampakkan sikap pamer dan ingin dinilai lebih oleh orang lain, bahkan mereka tidak segan merendahkan orang lain agar mereka dipandang lebih baik oleh orang lain.
Etika Bermedsos Dalam Perspektif Hadist
Dalam sudut pandang agama Islam, komunikasi antar sesama terletak secara horizontal Hablumminannas. Sedangkan dengan Tuhan secara vertikal Hablumminallah. Etika komunikasi menjadi hal yang penting sebab kini hubungan manusia yang dinamis melalui komunikasi di media sosial. Etika komunikasi yang baik dapat menciptakan hubungan yang baik dan harmonis antar sesama. Sebaliknya, etika yang buruk dalam berkomunikasi dapat mendatangkan kesalahpahaman yang berdampak timbulnya perpecahan dan pertengkaran. Beberapa etika dasar dalam komunikasi antar manusia adalah: menjaga ucapan; jujur, sopan santun, cermat, efektif dan selektif dan saling menghargai. Selain itu, terdapat beberapa hadis yang dapat kita jadikan sebagai pegangan mengenai etika dalam bermedia sosial.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةً قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (رواه البخاري, رقم الديث:6018)
Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abu al-Ahwash telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapayang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (HR. Al-Bukhari no. 6018)
Konteks hadist ini berkaitan tentang bagaimana seharusnya seorang muslim itu bersikap. Dalam akhir hadist ini ada anjuran agar berbicara yang baik saja atau jika tidak bisa berbicara baik, lebih baik diam. Dan ini sangat relevan jika kita implementasikan dalam bermedsos untuk menjaga isi konten, tulisan, komentar di medsos. Jika belum bisa berbuat begitu, lebih baik diam saja.
حدثنا محمد بنُ سِنَانٍ، حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيَّ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَاحِشًا وَلا لغانًا وَلَا سَبَّابًا، كَانَ يَقُوْلُ عِندَ المَعْتَبَةِ: مَا لَهُ تَربَ جَبِينُهُ” (رواه البخاري، رقم الحديث 6046
Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah sawbukanlah seorang yang bertutur kata keji,bukan pelaknat, dan bukan pula pencaci, dan yang diucapkan saat terdapat celaan: dahinya terkena debu.” (HR. Bukhārī, no. 6046)
Implementasi hadist ini dalam ranah medsos sangat berkaitan erat dengan etika yang ada. Maka, hadist ini mengajarkan kita meskipun komunikasi dalam medsos, tindakan seperti memberikan komentar atau pernyataan harus menjauhi dari unsur melaknat, caci maki, bullying atau yang serupa lainnya.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُعَادٍ العَنْبَرِيُّ، حَدَّثنا أبي ح وَحَدَّثنا محمد بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ل عَبْدُ الرَّحْمَنُ بْنُ مَهْدِي قَالَا: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصٍ ل بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: “كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ ” (رواه مسلم، ج 1، رقم الحديث: 5/5)
Cukup sesorang dikatakan berdusta, ketika menceritakan setiap apa yang didengarnya. (HR. Muslim, no.5/5)
Makna yang bisa kita ambil dari hadist ini adalah perilaku dusta ketika sesorang membicarakan setiap kabar yang diterimanya. Dalam menerima informasi, kita tidak diwajibkan untuk memberitakan setiap informasi tersebut. Hal ini juga berkaitan ada kemungkinan informasi yang diterima itu palsu. Permasalahan ini juga sering menjadi cikal-bakal terjadinya hoax. Dalam arti lain, kita sebagai konsumen hendaknya selektif dalam memilah berita yang perlu disebarkan dan mana yang hanya dijadikan konsumsi pribadi, dan kebiasaan ini dapat mencegah tersebarnya hoax.
Kesimpulan
Selain memiliki dampak positif, media sosial juga memiliki dampak negatif yang lebih banyak. Agar tidak terjatuh dalam dampak negatif tersebut, para netizen dapat membekali diri mereka dengan etika-etika bermediasosial. Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan mengenai etika-etika bermedia sosial. Dari hadis-hadis tersebut, terdapat beberapa kesimpulan: anjuran berkata baik atau diam, larangan berkata buruk dan selektif dalam memilah berita dan tidak menyebarkan hoax.
Semoga bermanfaat, terima kasih.
Penulis merupakan Mahasantri angkatan Syalmahat