Penelitian hadis atau dalam ilmu hadis biasa disebut takhrij al-hadis adalah langkah krusial dalam memastikan keaslian dan relevansi pesan-pesan Nabi Muhammad saw. Dalam proses ini, takhrij al-hadis menjadi tahap awal yang sangat penting. Takhrij, secara sederhana, adalah upaya menelusuri asal-usul hadis untuk memastikan sumbernya yang autentik. Tanpa langkah ini, meneliti kualitas sanad (rantai perawi) dan matan (isi) hadis akan menjadi tugas yang kiranya sulit.
Agar langsung ke inti pembahasan, mari kita masuk ke pengertian takhrij al-hadis secara bahasa, takhrij memiliki beberapa arti, seperti al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (melatih), dan al-tawjih (menghadapkan)[1]. Dalam konteks hadis, takhrij berarti mengeluarkan atau menelusuri hadis dari kitab-kitab sumbernya.
Secara terminologi, para ulama hadis memberikan definisi yang beragam tentang takhrij, di antaranya:
1. Menyebutkan hadis beserta rantai perawinya sesuai metode periwayatan yang ditempuh.
2. Menampilkan hadis dari berbagai sumber dengan menyebutkan sanad dan guru yang meriwayatkan.
3. Menunjukkan asal-usul hadis dari kitab tertentu dan mencantumkan kualitas sanad serta matannya.
4. Mengemukakan hadis lengkap dengan sumber asalnya dan memberikan penilaian terhadap kualitas hadis tersebut.[2]
Sebelum beranjak lebih jauh, kita munculkan pertanyaan “Mengapa Penelitian Hadis Penting?”
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis memiliki kedudukan yang sangat signifikan. Nabi Muhammad saw. tidak hanya sebagai pembawa wahyu tetapi juga pengejawantahan praktis dari nilai-nilai Al-Qur’an. Oleh karena itu, memahami hadis dengan benar adalah bagian integral dari pemahaman Islam secara keseluruhan. Penelitian terhadap hadis bertujuan untuk memastikan keaslian riwayat dan membantu umat Islam memahami pesan-pesan Nabi secara kontekstual.
Namun, karena hadis tersebar dalam berbagai kitab, pemahaman masyarakat sering kali terlepas dari kualitas sanad dan matannya. Di sinilah takhrij memainkan peran sentral untuk menelusuri dan mengevaluasi hadis-hadis yang dijadikan rujukan.
Urgensi Takhrij dalam Penelitian Hadis
Takhrij al-hadis membantu para peneliti memahami latar belakang dan kualitas sebuah hadis. Misalnya, takhrij memungkinkan kita mengetahui apakah hadis tersebut berasal dari kitab sahih seperti Shahih al-Bukhari atau Shahih Muslim, atau dari kitab lain dengan tingkat autentisitas yang berbeda. Dengan demikian, penelitian lebih terarah dan mendalam.
Selain itu, takhrij berfungsi sebagai dasar untuk membedakan antara hadis yang sahih, hasan, atau dhaif. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemahaman terhadap Islam tidak didasarkan pada riwayat yang tidak valid. Dalam konteks modern, metode takhrij juga menjadi alat penting dalam meluruskan kesalahpahaman yang muncul akibat penyebaran hadis-hadis palsu atau tidak terverifikasi di media sosial.
Metode Takhrij al-Hadis
Untuk mengetahui secara jelas sebuah hadis beserta sumber-sumbernya, ada beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan, yang sependek penulis bisa simpulkan ada lima macam metode-metode takhrij al-hadis yang pernah dipelajari dalam ilmu takhrij ketika kuliah di Ma’had Aly, yaitu: 1) Takhirj menurut lafadz pertama matan hadis; 2) Takhrij menurut lafal-lafal yang ada dalam matan hadis; 3) Takhrij menurut nama perawi hadis; 4)Takhrij menurut tema hadis; dan yang ke 5) Takhrij menurut klasifikasi jenis hadis. Mungkin di artikel lain akan penulis terangkan lebih lanjut mengenai metode-metode yang telah disebutkan ini dari sumber turots yang lebih detail lagi.
Tentu, metode-metode ini membutuhkan keahlian dan pemahaman mendalam tentang ilmu hadis. Oleh karena itu, takhrij biasanya dilakukan oleh para ahli yang memiliki latar belakang pendidikan hadis yang mendalam.
Pengaplikasian Takhrij
Sebagai contoh, ketika seorang peneliti ingin mengutip hadis dari kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani, beliau harus menelusuri sumber asli hadis tersebut, mencatat nama kitab, perawi pertama (sahabat Nabi), sanad lengkapnya mulai dari Nabi Muhammad saw. hingga mukharij. Selain itu, kualitas hadis tersebut juga harus diteliti untuk memastikan keabsahannya. Hal ini menunjukkan pentingnya dokumentasi dan ketelitian dalam setiap tahapan takhrij.
Selain pada karya klasik, takhrij juga memiliki peran penting dalam konteks kontemporer, seperti dalam diskusi akademik, penulisan buku ilmiah, meneliti hadis yang tersebar di media sosial, hingga pada pengembangan kurikulum pendidikan Islam. Dengan takhrij, argumen -terutama hadis sebagai dasarnya- yang disampaikan menjadi lebih kokoh karena didasarkan pada referensi yang jelas dan kredibel.
Untuk menutup artikel ini, dengan sependek pengetahuannya, penulis menyimpulkan bahwa takhrij al-hadis adalah kunci utama dalam penelitian hadis. Dengan memahami dan menerapkan metode takhrij, umat Islam tidak hanya dapat menjaga kemurnian ajaran Rasulullah saw., tetapi juga memastikan bahwa ajaran tersebut relevan dengan tantangan zaman. Langkah ini menjadi bagian dari upaya intelektual yang terus berkesinambungan, mencerminkan dedikasi terhadap pemahaman Islam yang autentik dan mendalam.
Takhrij juga menjadi jembatan yang menghubungkan antara tradisi ilmiah klasik dan kebutuhan umat modern. Melalui penelitian yang mendalam dan berbasis pada metode ilmiah, kita dapat terus menggali hikmah dari hadis, menjadikannya pedoman yang tidak hanya menginspirasi, tetapi juga memberi solusi atas berbagai persoalan kehidupan.
Sekian dulu, maturnuwun.
Wallahua’lam
[1]الدكتور نور الدين عتر, منهج النقد في علوم الحديث, صفحة 235 (Dalam web turots)
[2] Prof. Abustani Ilyas dan Dr. La Ode Ismail, Studi Hadis Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. (Mulai dari definisi 1-4 diambil dari buku yang tertera).
Penulis merupakan mahsantri semester 3 (Angkatan Syalmahat)