Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.1 Kritik berasal dari bahasa Yunani kritikos yang berarti “dapat didiskusikan”. Kata kritikos diambil dari kata krenein yang berarti memisahkan, mengamati, menimbang, dan membandingkan.2
Kritik sering digunakan untuk mengomentari sesuatu yang berhubungan dengan baik atau buruknya sesuatu itu sendiri. Seperti halnya kritiknya masyarakat terhadap pemimpinnya masing-masing, suatu hal yang lumrah di negara kita Indonesia sebagai negara demokrasi, yang mana setiap masyarakat atau penduduknya bisa melontarkan suatu kritik kepada kinerja pemimpin negara tersebut.
Ilmu hadis dikenal sebagai disiplin ilmu yang mempunyai persyaratan yang ketat, baik dalam segi penerimaan maupun penerapan. Ditinjau dari segi penerimaan maupun penerapannya, hadis tidak lepas dari kritik para ulama hadis, yang dikenal dengan sebutan muhaddis. Dengan kepiawaiannya, muhaddis memilah dan mengelompokkannya guna membedakan mana hadis yang murni dari Nabi Muhammad ﷺ dan mana hadis yang hanya sekedar ucapan yang disandarkan pada Nabi Muhammad ﷺ.
Dengan tujuan untuk menguji keorisinilan matan yang merupakan salah satu bagian utama dalam hadis, menjadikan kritik matan dipandang penting dalam fan keilmuan hadis. Ditambah dengan banyaknya fenomena munculnya hadis palsu yang mempunyai maksud dan ambisi pribadi dalam membuatnya, maka dari itu kritik matan perlu dilakukan. Sebagaimana disebutkan Syekh Salahuddin bin Ahmad al-Adlabi dalam kitabnya, Manhaj Naqd Matan, beliau mentafsil alasan banyaknya hadis maudhu‘ yang tersebar setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ.
Berikut beberapa alasan dibuatnya hadis-hadis maudhu‘,
Untuk meruntuhkan Islam
- Dengan membuat hadis palsu, pelaku pemalsu hadis mengira akidah orang islam menjadi porak poranda karena tidak selarasnya “hadis palsu” dengan syari’at dan menyebabkan Islam runtuh. Seperti hadis berikut,
عَنْ أُمِّ الطُفَيْل أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُوْلُ الله يَذْكُرُ أَنَّهُ رَأَى رَبِّهِ فِي الْمَنَامِ فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ شَابًّا مُوَفَّرًا رَجُلا فِي خُضْرَةٍ عَلَيْهِ نَعْلَانِ مِنْ ذَهَبٍ عَلَى وَجْهِهِ فَرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ
“Dari Ummu Thufail, sesungguhnya Ummu Thufail mendengar Nabi Muhammad ﷺ menuturkan bahwa beliau melihat tuhannya dalam mimpi dengan sebaik-baiknya penggambaran seperti seorang pemuda yang kakinya terdapat sandal yang terbuat dari emas dan wajahnya terdapat dipan yang terbuat dari emas.”
Guru penulis, Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA., salah satu pakar hadis di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah memperinci sifat Allah seperti halnya hadis di atas. Beliau juga menjelaskan, apabila terdapat hadis seperti ini atau semacamnya (memperinci sifat Allah) maka dapat dipastikan bahwasanya hadis tersebut terkategori maudhu‘ (hadis palsu).
- Adanya pertentangan politik
إِذَا رَأَيْتُمْ مُعَاوِيَةَ عَلَى مِنْبَرِي فَاقْتُلُوْهُ
Artinya:
“Apabila kalian melihat Mu’awiyah berceramah di atas mimbar, maka bunuhlah.”
Hadis ini jelas sekali bukanlah ucapan yang orisinil dari Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ sebagai uswatun hasanah tidak mungkin memerintahkan suatu keburukan seperti membunuh. Dengan seorang Wahsyi saja, tidak ada keinginan dari diri Nabi Muhammad ﷺ untuk balas dendam kepadanya, meskipun Wahsyi telah membunuh pamannya, Sayyidina Hamzah ra.
Hadis di atas merupakan hadis palsu yang dibuat oleh kelompok Syi’ah Rafidah yang fanatik kepada Sayyidina Ali dan benci kepada Mu’awiyah. Mereka menyampaikan hadis di atas seolah-olah Nabi Muhammad ﷺ yang bersabda guna memotivasi khalayak umum untuk turut membenci Mu’awiyah dan golongannya.
- Kefanatikan terhadap suatu mazhab fiqih
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : ” يَكُونُ فِي أُمَّتِي رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ: مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ، أَضَرُّ أَحَدُّ عَلَى أُمَّتِي مِنْ إِبْلِيسَ، وَيَكُونُ فِي أُمَّتِي رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ: أَبُو حَنِيفَةَ هُوَ سِرَاجُ أُمَّتِي
Artinya:
Dari Anas ra., Rasulullah bersabda: “Seorang lelaki dari umatku yang bernama Muhammad bin Idris (Imam Syafi’i) merupakan umatku yang berasal dari golongan iblis. Dan umatku yang menjadi penerang agama adalah Abu Hanifah (Imam Hanafi).
Hadis ini merupakan hadis palsu yang dibuat oleh penganut Mazhab Abu Hanifah yang fanatik terhadap madzhabnya dan benci kepada Madzhab Imam Syafi’i. Penganut Madzhab Hanafi menyandarkan isi “hadis palsu” di atas kepada Nabi Muhammad ﷺ semata-mata karena fanatik terhadap Madzhabnya dan agar penganut Madzhab Hanafi semakin banyak.
- Untuk meraih tujuan dunia
Konon terdapat seorang laki-laki yang rela menambahkan lafadz hadis demi mendapatkan sejumlah harta. Suatu ketika seorang raja sedang asyik melaksanakan hobinya, yaitu bermain merpati. Kemudian ada seorang laki-laki menyebutkan salah satu hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah ra.
لَا سَبَقَ إِلَّا فِيْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
Artinya:
“Tidak ada hadiah (lomba) kecuali balap unta, atau balap kuda, atau panahan.”
Namun di akhir hadis ia menambahkan lafadz “أَوْ حَنَاحٍ” untuk menarik perhatian rajanya sehingga hadisnya menjadi,
لَا سَبَقَ إِلَّا فِيْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ أَوْ حَنَاحٍ
Artinya:
“Tidak ada hadiah (lomba) kecuali balap unta, atau balap kuda, atau panahan, atau balap burung merpati.”
Setelah raja mendengar perkataan laki-laki tersebut, lantas ia gembira hatinya dan memberi hadiah kepada laki-laki tersebut sebesar 10.000 dirham.
Dari pernyataan di atas, penulis berpandangan mengenai betapa pentingnya kritik terhadap matan hadis Nabi Muhammad ﷺ guna mengetahui dan memilah keorisinilan hadis-hadis yang disandarkan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ. Apabila kritik matan tidak dilakukan, hadis-hadis yang terindikasi “bermasalah” tentu akan tersebar luas di kalangan umat islam yang berpotensi menimbulkan perpecahan di antara umat Islam.
Tidak hanya dalam bidang hadis, kritik juga diperlukan dalam kehidupan sosial, bernegara, dan juga dalam hal lainnya untuk membangun sesuatu yang lebih baik, dikarenakan di atas bumi ini tidak ada manusia yang lepas dari lupa dan kesalahan. Seperti yang dituturkan dalam hadis berikut,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Artinya:
“Semua anak Adam melakukan kesalahan dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Darimi)
Wallahua’lam
Penulis merupakan mahasantri semester 3
Editor: Mawil Hasanah Almusaddadah