Para ulama hadis mendefinisikan sunnah sebagai segala hal yang disandarkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat dan perilaku hidupnya, bagi mereka sunnah mencakup lima aspek ini.1 Ini selaras dengan perkataan Dr. Mahmud At-Thahhan dalam karyanya bahwa sunnah atau hadis adalah tentang apa saja yang dinisbatkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataaan, perbuatan, taqrir (sikap diam setuju), dan sifatnya.2
Dalam hal ini, sunnah, yang tercakup dalam lima aspek di atas telah menggambarkan secara rinci metode terciptanya kehidupan Islami dalam aspek horizontal3 yang meliputi semua dimensi kehidupan manusia, dimana petunjuk Nabi (sunnah) mengatur semuanya, baik di rumah, pasar, masjid, dan jalan; mengatur hubungan dengan Allah, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, serta hubungan dengan orang lain, baik Muslim maupun non-Muslim, bahkan dengan sesama manusia, hewan, alam, dan benda mati. Adapun aspek kedalamnya menyangkut dimensi “dalam” kehidupan manusia, yang mencangkup jasad, akal, dan roh; meliputi sisi lahir dan batin, serta ucapan, perbuatan, dan niat.
Apabila Al-Quran berisikan kaidah-kaidah umum, dasar-dasar universal, dan bingkai umum, dalam sisi lain sunnah berusaha menjelaskan dan merincikan yang masih samar, sebagai tafsir aplikatif (at-tafsir al-‘amali) terhadap Al-Quran dan implementasi ajaran Islam secara faktual dan ideal.4 Atau jika boleh, andai Al-Quran dianalogikan sebagai peraturan, berarti sunnah adalah undang-undang yang menerjemahkan dan menjelaskan peraturan tersebut.
Misalkan tentang kehidupan di alam kubur, fase kehidupan yang akan dihadapi oleh manusia dengan segala fenomenanya seperti pertanyaan malaikat, penimbangan amal, dan siksaan. Atau kehebatan hari kebangkitan, sampai melewati jembatan shirath al-mustaqim, surga bagi yang taat dan neraka bagi yang mengingkari, semuanya dijelaskan oleh sunnah sehingga seakan-akan kasat mata. Penulis mengamini bahwa semua Muslim sepakat menjadikan sunnah sebagai petunjuk pasti dari Rasulullah Saw. perihal berita gaib seperti di atas.
Kita juga mendapati sunnah merincikan masalah ibadah syar’i yang bersifat amaliyah seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Baik yang fardhu seperti sholat lima waktu, sholat jumat, dan puasa pada bulan Ramadhan, menunaikan haji sekali seumur hidup bagi yang memiliki kemampuan finansial. Kita ambil salah satu contoh saja, coba perhatikan sholat fardhu, disana kita akan mendapatkan betapa sunnah menaruh perhatian besar terhadapnya, mulai dari pembukaan sholat seperti bersuci, wudhu, dan tayammum. Pelaksanaannya, seperti adzan, iqomah, shalat berjamaah, penjelasan tentang waktu, bilangan, tata cara, rukun, pembatalannya, serta banyak lainnya, yang semua itu dijelaskan dengan rinci dalam sunnah.
Mari kita beralih tentang zakat, sunnah memberi penjelasan tentang harta apa saja yang wajib dizakati, batasan, ukuran yang wajib dikeluarkan, kapan dan siapa saja yang pantas menjadi objeknya. Demikian pula mengenai puasa, haji, dan umrah. Sunnahlah yang menjelaskan secara detail ketentuan-ketentuan praktisnya.
Urain-uraian seperti di atas banyak terhimpun di banyak kitab sunnah, kita dapat menemuinya di enam kitab pokok (kutub as-Sittah). Untuk persoalan ibadah, kita dapat banyak menemuinya di kitab Shahih Bukhari, diperkirakan dalam kitab tersebut seperempatnya membahas ibadah.
Beralih tentang akhlak, sunnah pun tak lepas dari pembahasan tersebut. Seperti yang kita tahu, Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad untuk menyempurnakan akhlak sebagai fondasi bagi kehidupan yang lebih baik. Diantara contoh akhlak mulia yang dijelaskan sunnah adalah bersikap jujur, dermawan, berani, adil, rendah diri, sabar, bijak ketika sedang marah, menghormati tetangga, sampai memelihara fakir miskin. Adapun sunnah juga mencakup apa yang disebut dengan akhlak Rabbani, yang merupakan tiang kehidupan rohani, seperti kembali kepada Allah, pasrah, ikhlas, menerima takdir; baik buruknya, mencintai kekasih-Nya, dan akhlak mulia lainnya.
Kita pun akan menemukan penjelasan sunnah tentang etika yang menyangkut kehidupan seorang Muslim sehari-hari, seperti etika ketika makan, minum, duduk, jalan, memberi salam dan penghormatan, berkunjung, meminta izin, memakai pakaian dan perhiasan, bersolek, sampai cara berbicara bahkan diam. Misal dalam makan dan minum mula-mula disunnahkan mengucap basmallah, makan dengan tangan kanan, makan yang ada di dekatnya, berhemat, dan mengucapkan hamdallah saat selesai. Demikian sunnah menghimpun etika seorang Muslim sehari-hari.
Selain itu kita akan mendapati sunnah membahas tentang cara membangun kehidupan keluarga dengan pondasi yang kokoh, bagaimana hubungan interaksi sesama anggota keluarga, menjaganya dari perceraian. Akan kita temukan bagaimana cara-cara memilih calon pasangan, melamar, serta hukumnya, juga ada hak suami dan istri, sampai talak dan etika dalam bercerai (walaupun itu perilaku yang harus dijauhi).
Lebih dari itu, sunnah pun membahas hukum yang berhubungan dengan muamalah, hubungan sosial antara sesama manusia, seperti jual beli, hibah, koperasi, pinjaman dan penyewaan, hutang, wakaf, wasiat, dan sebagaimana yang banyak dijelaskan dalam tema Fiqhu al-Muamalah dalam kitab-kitab hadis.
Terakhir, dalam tulisan pendek ini, adapula sunnah membahas tentang hubungan rakyat-pemerintah, administrasi, keuangan, pidana, dan sebagainya yang tercangkup dalam tema fiqh Siyasah syari’ah dan bab al-Amwal.
Inti dari tulisan ini, penulis ingin menampakan bagaimana sunnah atau hadis telah memegang peran sentral yang sangat besar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan rinci sunnah merasuk ke dalam kehidupan setiap Muslim dengan sketsa -yang apabila kita perhatikan dan hayati- akan tampak indah. Tepatnya sunnah hadir dalam kehidupan manusia bukan hanya sekedar mengatur setiap langkah yang kita ambil saja, lebih dari itu untuk membimbing dan menuntun kita ke kehidupan yang lebih baik, baik di dunia dan akhirat.
Wallahua’lam, sekian.
- Dr. Yusuf al-Qardhawi, Pengantar Studi Hadis, hal. 20 ↩︎
- Dr. Mahmud at-Thahhan, Taisir Mustholah al-Hadis, hal. 23 ↩︎
- Beberapa aspek menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi: Vertikal, Horizontal, dan Kedalamannya. Lihat buku Pengantar Studi Hadis, hal. 123-125 ↩︎
- Dr. Yusuf al-Qardhawi, Pengantar Studi Hadis, hal. 123 ↩︎
Penulis merupakan mahasantri angkatan Syalmahat